Bekasi

Bekasi

Pemerintah Kota Bekasi Bangun Workshop HLI Bekasi Raya Dan Launching Bale The Rivers

BERIMBANG.com, Bekasi – Mengubah imej suatu tempat yg dianggap kumuh untuk menjadi satu destinasi wisata edukasi adalah hal yang sangat penting dan perlu dikembangkan oleh suatu pemerintah daerah. Dalam hal ini BBWSCC ( Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane ) bersama.

Pemkot Bekasi melalui DBMSDA ( Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air ) melakukan terobosan dengan menggandeng HLI ( Hijau Lestari Indonesia ) Bekasi Raya dengan cara mengubah bekas tempat pembuangan sampah liar di area Kalimati,

Kota Bekasi menjadi satu destinasi edukasi dengan tujuan memanfaatkan kearifan lokal yang mana dapat memberdayakan sumber daya manusia masyarakat sekitar.

Salah satu pelaksanaan awalnya adalah dengan membangun WORKSHOP HLI BEKASI RAYA dengan BALE RIVERS sebagai sarana penunjangnya.

Dalam launchingnya pada hari Minggu, 19 Desember 2021 yang dihadiri oleh Wakil Walikota Bekasi. Dr. Tri Adhianto , Ketua HLI Bekasi Raya. Maulana Hidayat, Ketum HLI. Jon Effendi, Ketua YPHLI. Boy Junafiah, Ketua Gandiwa SCI. Agung Setiawan SE, Sekretaris HLI Jakarta. Rizal, Bidang LH KNPI Bekasi. Herman dan perwakilan komunitas Din’s Cigar. Wakhidin. yang diwarnai dengan suasana kekeluargaan yang sederhana namun terkonsep dengan jelas.

Selain sambutan-sambutan dan pemaparan konseptual, acara juga diisi dengan pemberian santunan kepada anak-anak yatim di wilayah sekitarnya.

Menurut ketua YPHLI (Yayasan Peduli Hijau Lestari Indonesia) Boy junafiah sangat mengapresiasi program yang dilaksanakan HLI Bekasi,

” Ini adalah konsep pelestarian lingkungan komplit karena mencakup estetika,Sosial kultural dan ekonomis.Harapannya bisa terus konsisten dan berguna bagi masyarakat. Harapnya.

Red

Bekasi

Tanggapan Kasi BPN Kota Bekasi Sertifikat Belum Kelar Selama 2 Tahun

BERIMBANG.com Bekasi – “Pingpong atau dibulak-balik”, mungkin itu kata yang tepat dirasakan oleh Rindi Rindiawan (RR) saat mengurus sertifikat surat tanah di Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Kota Bekasi, Jawa Barat.

Menurut pengakuan Rindi, berkas yang sudah masuk telah sesuai dengan persyaratan aturan di ATR/BPN, ditambah Rindi juga pernah menjadi pembantu petugas ukur surat tanah di BPN.

“8 tahun saya menjadi pembantu petugas ukur, jadi saya ngerti dan faham apa saja yang harus dilengkapi dan tahu berapa lama progres pengmuman hingga cetak sertifkat itu selesai,” kata Rindi, beberapa waktu lalu.

Rindi menceritakan kronologi kepengurusan surat sertifikat tanah yang diurusnya, bermula progres kelengkapan dokumen tidak ada masalah,

Namun ia mendapat kabar dari petugas panitia Adjudikasi atau panitia A, berinisial EM melalui pesan singkat, bahwa dokumen harus direvisi gambar ukur.

Padahal, diwaktu penelitian berkas itu telah dicek oleh inisal EM selaku wakil ketua merangkap anggota panitia A, bahkan sudah diteken.

Rindipun menunjukan surat yang telah diteken panitia A diantaranya, Kasubsi pengukuran dan pemetaan, Analis hukum pertanahan, Petugas ukur, Lurah Jatikarya Kota Bekasi, Pengelola dan Yuridis pertanahan, lengkap distempel Kelurahan.

Penasaran Rindi Rindiawan mengajak wartawan ke ATR/BPN Kota Bekasi, sebelumnya Rindi memerintahkan Barto ke BPN, Mendapat informasi dari Barto, inisial EM yang mengatakan agar Rindi menemui Kepala Seksi (Kasi) survey & pemetaan, BPN Kota Bekasi. Abdul Gani.

“Ditempat (Seksi survey) saya sudah selesai dan tidak ada masalah,” kata Abdul Gani. Yang membuat bingung Rindi karena arahan inisial EM agar menemui Abdul Gani ternyata sudah beres, Senin (7/6/2021)

Lalu, Abdul Gani selaku kepala seksi merasa tugasnya usai tidak ada masalah, ia pun menelpon Kepala Seksi (Kasi) Penetapan hak dan Pendaftaran, BPN Kota Bekasi, Dindin Saripudin SH. MH. agar menjelaskan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.

Diruangan Kepala Seksi Penetapan hak dan Pendaftaran, Dindin Saripudin memeritah staffnya memanggil EM, namun EM tidak ada dikantor.

Kemudian Dindin meminta staff mengambil berkas yang dtanyakan Rindi, “berkasnya gak ada, dibawa pak (inisial EM-red),” sahut staf wanita memberitahu Dindin diruangannya.

Malah Dindin melihat berkas yang dibawa oleh Rindi, Dindin tidak menjelaskan banyak, sebab berkasnya dibawa inisial EM, “Saya harus lihat data (yang dibawa inisial EM),” kata Dindin.

Selain itu, waktu penyelesaian tercetaknya sertifikat surat tanah, menurut Dindin tergantung ada masalah atau tidak, “Kalau tidak ada masalah 98 hari selesai,” katanya.

Juga pogres yang harus diselesaikan oleh panitia A, kata Dindin, seharusnya dua minggu diberitahukan kepada pemohon secara lisan, bila tidak ditanggapi pemohon, BPN akan bersurat.

Lalu Rindi menanggapi berkas yang diurusnya,”Saya jadi bingung, berkas kok di bawa-bawa petugas, pengalaman saya menjadi pembantu petugas ukur di BPN semua berkas harusnya ditaruh di kantor,” kata Rindi,

Rindi juga mengatakan, “Berkas Dokumen gak pernah ada masalah, termasuk dilapangan,” katanya, yang dijanjikan oleh Dindin Saripudin bakal dikabari besok 8/7/2021, tentang surat yang diurusnya.

Diberitakan sebelumnya, “Kelengkapan berkas tidak ada yang kurang, sudah saya lengkapi dari bulan Januari 2021 sampai peninjauan ke lokasi,” terang Rindi.

Namun, kata Rindi yang telah 5 bulan atau 150 hari lamanya meneruskan mengurus surat itu ada saja yang menjadi kendala. “Kalau alasan masalah luas, menurut saya tidak masuk akal,” ujarnya.

Dia pun memperlihatkan chating atau percakapan melalui whatApp dirinya dengan petugas BPN Kota Bekasi, alasan surat belum selesai, “Luas bidang tersebut harus di revisi,” kata Rindi.

Lalu Rindi menjelaskan proses yang seharusnya terjadi, “Ketika Panitia Ajudikasi (A) ke lokasi terlihat tanah tersebut ada jalan, namun jalan tersebut jalan pribadi yang di buat pemilik tanah untuk tanahnya yang di belakang, kenapa harus dipermasalahkan,” ujarnya.

“Ada dugaan oknum pegawai ATR/ BPN yang mem plintir (mempermainkan) berkas tersebut hingga permohonan sertifikat tersebut sampai memakan waktu yang sangat lama,” ujar Rindi.

Dia kembali menjelaskan pengalaman mengurus surat sertikat tanah, “Peta bidang tanah sudah, surat ukur sudah, panitia A sudah di tanda tangan semua. Kok, sekarang bilang revisi luas, ngaco itu,” kata Rindi, berapi-api.

“Kalau mau sebelum jadi Peta Bidang Tanah, sebelum di tanda tangan Panitia A, Saya ke lokasi beserta tim panitia untuk meninjau lokasi,”

Proses yang sering Rindi lakukan bercermin dari pengalamannya, “Kalau dari awal harus di revisi sebelum di tanda tangani Panitia A, itu masuk di logika saya,” ucap Rindi.

Menurut Rindi, keterangan petugas BPN, inisial EM, “berbanding terbalik dengan tugasnya sebagai Panitia Pemeriksaan Tanah atau ‘Panitia A’ bidang Analis Hukum Pertanahan di ATR/BPN Kota Bekasi,” terangnya.

“Panitia Pemeriksaan Tanah A yang selanjutnya di sebut ‘Panitia A’ adalah panitia yang bertugas melaksanakan pemeriksaan,penelitian,dan pengkajian data fisik maupun data yuridis baik di lapangan maupun di kantor dalam rangka penyelesaian permohonan pemberian Hak,” jelas Rindi.

Lalu, Rindi memperlihatkan data lengkap yang dijelaskannya, nomor berkas permohonan dari 2019, peta bidang, surat ukur, surat berita acara panitia Ajudifikasi (A), atas nama EW yang diurus Rindi Ridiawan.

(Tengku Yusrizal)

Bekasi

2 Tahun Sertifikat Tanah di Kota Bekasi Tak kunjung Usai, RR: Kelengkapan Dokumen Lengkap

BERIMBANG.com Bekasi – Kinerja Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Kota Bekasi, Jawa Barat, dikeluhkan Rindi Rindiawan (RR) selaku kuasa pengurusan surat, yang tak kunjung usai atau lambat.

“Saya mengurus surat tanah selama tercatat di BPN setempat menjadi kuasa, mengikuti prosedur sesuai yang ada,” Ujar Rindi, Jumat (4/06/2021).

Surat tanah yang diurus Rindi, mengaku meneruskan kepengurusan surat yang tidak dilanjutkan oleh orang yang ngurus sebelumnya, mulai tahun 2019. Diteliti Rindi lalu melengkapinya ditahun 2021.

Sepengalaman Rindi, surat yang telah dilengkapi kekurangan itu seharusnya telah selesai, karena menurut prosedur waktu yang dibutuhkan hanya, “98 hari sesuai aturan kalau berkas komplit,” katanya.

“Kelengkapan berkas tidak ada yang kurang, sudah saya lengkapi dari bulan Januari 2021 sampai peninjauan ke lokasi,” terang Rindi.

Namun, kata Rindi yang telah 5 bulan atau 150 hari lamanya meneruskan mengurus surat itu ada saja yang menjadi kendala. “Kalau alasan masalah luas, menurut saya tidak masuk akal,” ujarnya.

Dia pun memperlihatkan chating atau percakapan melalui whatApp dirinya dengan petugas BPN Kota Bekasi, alasan surat belum selesai, “Luas bidang tersebut harus di revisi,” kata Rindi.

Lalu Rindi menjelaskan proses yang seharusnya terjadi, “Ketika Panitia Ajudikasi (A) ke lokasi terlihat tanah tersebut ada jalan, namun jalan tersebut jalan pribadi yang di buat pemilik tanah untuk tanahnya yang di belakang, kenapa harus dipermasalahkan,” ujarnya.

8 tahun pengalaman Rindi mengurusi surat tanah atau sertifikat, baru kali ini hingga 5 bulan lamanya belum kelar jua. padahal, kata Rindi, kelengkapan data telah dipenuhi, ia menduga ada yang memperlambat atau mempersulit selesainya surat sertifikat tanah,

“Ada dugaan oknum pegawai ATR/ BPN yang mem plintir (mempermainkan) berkas tersebut hingga permohonan sertifikat tersebut sampai memakan waktu yang sangat lama,” ujar Rindi.

Dia kembali menjelaskan pengalaman mengurus surat sertikat tanah, “Peta bidang tanah sudah, surat ukur sudah, panitia A sudah di tanda tangan semua. Kok, sekarang bilang revisi luas, ngaco itu,” kata Rindi, berapi-api.

“Kalau mau sebelum jadi Peta Bidang Tanah, sebelum di tanda tangan Panitia A, Saya ke lokasi beserta tim panitia untuk meninjau lokasi,”

Proses yang sering Rindi lakukan bercermin dari pengalamannya, “Kalau dari awal harus di revisi sebelum di tanda tangani Panitia A, itu masuk di logika saya,” ucap Rindi.

Menurut Rindi, keterangan petugas BPN, inisial EM, “berbanding terbalik dengan tugasnya sebagai Panitia Pemeriksaan Tanah atau ‘Panitia A’ bidang Analis Hukum Pertanahan di ATR/BPN Kota Bekasi,” terangnya.

“Panitia Pemeriksaan Tanah A yang selanjutnya di sebut ‘Panitia A’ adalah panitia yang bertugas melaksanakan pemeriksaan,penelitian,dan pengkajian data fisik maupun data yuridis baik di lapangan maupun di kantor dalam rangka penyelesaian permohonan pemberian Hak,” jelas Rindi.

Lalu, Rindi memperlihatkan data lengkap yang dijelaskannya, nomor berkas permohonan dari 2019, peta bidang, surat ukur, surat berita acara panitia Ajudifikasi (A), atas nama EW yang diurus Rindi Ridiawan.

(Tengku Yusrizal)

Bekasi

GEBER Recclasering Indonesia Komda Bersama Media Massa Online Berbagi Sembako

BERIMBANG.com Bekasi – Kecintaan kepada sesama kembali terjalin antara Gerakan Evav Bersatu (GEBER), Recclasering Indonesia Komda Bekasi Raya, serta partisipasi Media Nasional Sorot Tipikor memberi bantuan kepada warga.

Kegiatan amal yang berlangsung di dua tempat, Perumahan Kota Serang baru, kecamatan Serang Baru Kabupaten Bekasi, dan dikantor Reclassering Indonesia yang beralamat di Jl. waru Ruko Niaga Blok C.28 Delta Silicon 2 Cikarang Selatan, Kabupaten Bekasi, kemarin Kamis, (05/11/2020).

Dewan Redaksi Sorot Tipikor, Harun, akrab di sapa Paman Harun dalam sambutan mengatakan, “Banyak mengucapkan terimah kasih kepada Bapak Sabam Sirait untuk bantuan sembako kepada warga Maluku Tenggara yang ada di Cikarang, Bekasi,”

“Melalui Penasehat GEBER CIKARANG, sekaligus ketua Recllasering Indonesia Komda Bekasi sudah mau membantu sesama bangsa indonesia dengan sekarela.” ucapnya.

Harun juga mendoakan, “bapak Maruarar Sirait, semoga cepat sembuh dan beraktifitas kembali.” katanya.

Apresiasi warga menerima bantuan dalam bentuk Sembako, “Karena adanya kegiatan yang di lakukan hari ini (05/11) sangat membantu warga warga sekitar, apalagi di masa Pandemi Covid-19 puji tuhan bersyukur sekali ,” katanya.

Kegiatan ini dapat dijadikan contoh untuk semua elemen, maupun pemerintah setempat. Karena uluran tangan sebagian contoh kepedualian sesama umat bangsa indonesia .

(Fahmi Firmansyah)

Bekasi

Baksos IWO Kota Bekasi Gelar HUT Dengan Pengobatan Gratis & SIM Keliling di Area CFD

BERIMBANG.COM Bekasi – Menyambut Hari Ulang Tahun (HUT) yang pertama, Ikatan Wartawan Online (IWO) Kota Bekasi menggelar acara Pengobatan Gratis dan Perpanjangan SIM, bertempat di Car Free Day (CFD) Kota Bekasi, Jawa Barat, Minggu (09/09/18).

Acara HUT IWO ini merupakan kerjasama dari berbagai pihak diantaranya dari RSUD Kota Bekasi untuk menyiapkan tenaga medis dan alat medis serta Polres Metro Bekasi Kota.

Ketua Panitia Hut Iwo Kota Bekasi Amsar Japung menyampaikan beberapa hal terkait kegiatan peringatan HUT Ikatan Wartawan Online yang pertama ini dengan penuh suka cita.

"Dalam menyambut hari jadi IWO Kota Bekasi, kita melakukan cara yang berbeda yaitu dengan mengadakan Bakti Sosial (Baksos) pengobatan gratis bekerjasama dengan RSUD Kota Bekasi," ungkap amsar.

Selain itu, lanjutnya, ada juga pihak Kepolisian Metro Bekasi Kota yang memfasilitasi perpanjangan SIM di kegiatan ini.

"Untuk perpanjangan SIM Keliling banyak pemohon sim baru, sehingga langsung diarahkan ke kantor Polres," ujar Amsar.

Ia pun sangat mengapresiasi Kegiatan acara ini, karena panitia bekerja secara maksimal dan gotong royong untuk mensukseskan acara Hut perdana IWO Kota bekasi

"Saya sebagai ketua Panitia sangat berterimakasih kepada anggota IWO dan dari berbagai pihak yang peduli dengan kemajuan insan Pers khususnya di kota Bekasi," tutupnya. (GL/TYr)

Bekasi

Lumpuh sudah setahun, Aryo Pasrah Tak Ada Biaya

BERIMBANG.COM BEKASI – Aryo Pamungkas Wibowo (26) menderita penyakit kelumpuhan sejak satu tahun dan kini ia membutuhkan uluran tangan serta perhatian dari pemerintah setempat maupun pemerintah pusat.

warga Kampung Jati RT 001/RW 015 Dusun III, Kelurahan Kebalen, Kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.

Kelumpuhan yang diderita Aryo, disebabkan setelah terjatuh saat mengikuti perlombaan panjat pinang ketika perayaan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia ke- 72 tahun 2017 lalu.

Karena sudah tak sanggup untuk bayar biaya pengobatan, Aryo dari keluarga miskin tersebut kini hanya bisa pasrah dan terbaring di rumahnya yang sederhana. Aryo pun sering menangis dan menahan sakit yang dideritanya.

Jangankan beranjak, untuk duduk pun kondisinya tidak memungkinkan. Semua kegiatan Aryo ini hanya berlangsung dengan bantuan orang lain, termasuk makan yang harus disuapi. 

Abdul Somad (61), orangtua Aryo, kepada lensapotret.com mengatakan bahwa selama ini keluarganya tidak pernah tersentuh oleh segela bentuk jaminan kesehatan milik pemerintah. Baik itu BPJS maupun yang sering orang sebut sebagai Kartu Indonesia Sehat (KIS).

“Sakitnya sudah setahun. Sempat pernah dirawat ke rumah sakit dan manggil tukang urut, cuma mau bagaimana berobat lagi juga udah gak punya biaya, nggak punya BPJS, dan nggak punya semuanya,” ujar Abdul, Kamis (6/9/2018).

Karena tak ada jaminan kesehatan, Abdul mengaku sudah tak sanggup lagi untuk membawa anak tercintanya ke rumah sakit. Bukan hanya soal untuk uang perawatan, ongkos ke rumah sakit saja menurutnya tak punya. Apalagi, ia mengaku hanya sebagai kuli tani kecil yang penghasilannya hanya cukup untuk makan sehari-hari.

“Kalau ngurus untuk buat BPJS sendiri saya gak ngerti caranya, yah namanya orang kampung. Waktu itu udah pernah minta bantuan ke RT/RW untuk dibuatkan BPJS, ke Kelurahan juga udah pernah, tapi begitu dah saya mah gak mau bilang apa-apa,” bebernya.

Faktor kemiskinan membuat keluarga Abdul harus rela hidup dalam kesusahan. Kondisi rumah Abdul sendiri memang sangat memprihatinkan dan yaris tidak ada barang berharga di rumah itu.

Musibah yang mengakibatkan keretakan pada tulang ekor Aryo, dari hari ke hari membuat seluruh tubuhnya makin mengecil..

Sementara Nyai (58), ibu Aryo, mengaku masih ingin membawa anak tercintanya itu ke rumah sakit agar bisa sembuh seperti sediakala. Ia mengaku tak tega karena hanya memberi obat ala kadarnya.

“Ini aja kalau gak dibantu dengan selang anak saya gak bisa buang ari kecil dan besar, selang untuk buang kotoranya juga ini gak diganti-ganti selama 7 bulan. Belum pernah ada orang dari pemerintah yang kesini," katanya.

"Harapan kami pemerintah bisa menolong dan membantu anak saya ini, saya cuma ingin kesembuhan untuk anak saya, karena anak adalah harapan orangtua,” harapnya sambil mengeluarkan air mata.

Ketiadaan biaya memang cenderung membuat warga miskin tidak mampu mengatasi masalah yang mereka hadapi.

Penderitaan Aryo bagai menambah panjang daftar warga miskin yang tidak tersentuh bantuan pemerintah di bidang kesehatan. Padahal, anggaran pembangunan di bidang kesehatan cenderung naik setiap tahun.

Narahubung: Wakil Ketua IWO Kab Bekasi +62 812-8881-2245 Budi. (TYr)

BekasiJabodetabek

Walikota Bekasi Pastikan Tidak Akan Mencabut Izin Pembangunan Gereja

walikota-bekasi-gobekasi.co_.id_

BERIMBANG.COM, Bekasi – Wali Kota Bekasi, Jawa Barat, Rahmat Effendi, membuka peluang bagi pihak yang keberatan dengan diterbitkannya izin pendirian Gereja Katolik Santa Clara untuk menempuh gugatan ke pengadilan.

"Kita terbuka bagi siapa saja yang menolak untuk menempuh jalur hukum," katanya di Bekasi, Jumat (24/3/2017).

Hal itu dikatakan Rahmat Effendi kepada wartawan pasca demonstrasi sejumlah orang  yang tergabung dalam Majelis Silaturahim Umat Islam Bekasi di lokasi pendirian Gereja Santa Clara Jalan Kaliabang, Kelurahan Harapan Baru, Kecamatan Bekasi Utara, Jumat.

Dia mengatakan, pihaknya memastikan tidak akan mencabut izin pembangunan Gereja Santa Clara bernomor 203/0535/1.B BPPT.2 yang diterbitkan pada 28 Juli 2015.

"Pencabutan izin hanya dapat dilakukan melalui proses pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap," katanya.

Rahmat mengatakan, Kota Bekasi merupakan daerah heterogen yang diisi oleh beragam suku, ras dan agama dengan jumlah penduduk mencapai 2,6 juta jiwa.

Sementara jumlah tempat ibadah di wilayah itu hingga kini belum sebanding dengan jumlah pemeluk agama yang ada di kawasan itu.

Pihaknya mencatat komposisi warga Kota Bekasi berdasarkan agama tercatat, Islam sebanyak 2 juta jiwa, Kristen Protestan 195 ribu jiwa, Katolik 65 ribu jiwa, Hindu 4.700 jiwa, Budha 12 ribu jiwa, aliran kepercayaan 1.500 jiwa, dan Konghucu 196 jiwa.

Berdasarkan data olahan hasil pemutakhiran rumah ibadah se-Kota Bekasi tahun 2016 diketahui jumlah masjid tercatat sebanyak 1.142 unit, mushola 1.786 unit, gereja 120 unit, pura satu unit, vihara 11 unit, klenteng satu unit, dan pasewakan tiga unit.

Dikatakan Rahmat, pemerintah tidak sembarangan dalam mengeluarkan Surat Izin Pelaksanaan Mendirikan Bangunan (SIPMB) kepada warganya, sebab ada mekanisme yang harus dilalui.

"Adapun SIPMB merupakan dasar atau acuan yang dipegang untuk membangun sebuah gedung. Pemberian SIPMB kepada panitia pembangunan Gereja Santa Clara oleh pemerintah daerah sudah selesai sejak Juli 2015," kata dia.

Sumber : Antara

 

BekasiJabodetabek

Ini Tuntutan Warga Apabila TPST Bantar gebang Tidak Mau Ditutup Paksa

Sampah bantar gebang

BERIMBANG.COM, Bekasi – Warga empat kelurahan di Kecamatan Bantar Gebang mengancam menutup paksa Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang. Gertak itu niscaya nyata andai beberapa tuntutan warga tidak dipenuhi.

Warga Bantar Gebang menuntut, direkrut TPST diisi warga dalam industri pengelolaan sampah. Warga juga mau kenaikan uang tipping fee (kompensasi bau) sampah yang diberikan DKI.

“Kalau itu saja tak dipenuhi, kami akan tutup TPST Bantar Gebang,” kata Wandi, 45, warga RT 02/04, Kelurahan Cikiwul, Kecamatan Bantar Gebang, saat rapat audensi di kantor DPRD Kota Bekasi pada Senin (2/11/2015).

Dia mengatakan, selama adanya TPST Bantar Gebang, warga sekitar tak pernah diberdayakan mengelola industri sampah. Padahal, di TPST Bantar Gebang ada dua industri pengelolaan sampah di Bantar Gebang, pertama pupuk kompos dan kedua tenaga listrik.

Dari industri tersebut, harusnya warga yang tak memiliki pekerjaan bisa menjadi tenaga pekerja di dua sektor industri tersebut. Sehingga, apa yang mereka lakukan bisa menghidupi keluarga yang menjadi korban dari adanya TPST Bantar Gebang.

“Kami mau direkrut dalam industri pengelolaan sampah, sehingga kehidupan warga bisa lebih terjamin. Kami mau pemerintah DKI mengembangkan industri pengelolaan sampah, sehingga warga di sini bukan disebut pemulung. Tapi karyawan dari industri pengelolaan sampah,” kata dia.

Wanardi, 47, warga RT 01/03, Kelurahan Ciketing Udik, Kecamatan Bantar Gebang, menambahkan, penderitaan warga sekitar TPST Bantar Gebang tak sebanding dengan kompensasi uang bau yang didapat. Sejak 27 tahun lalu, warga sekitar sudah hidup berdampingan dengan sampah DKI Jakarta.

Apalagi, uang tipping fee hanya diberikan sebesar Rp300 ribu yang didapat tiap tiga bulan sekali. Uang tersebut pun harus dipotong Rp100 ribu oleh lembaga permasayarakatan (LPM) setempat untuk sumbangan perbaikan infrastruktur.

“Uang kompensasi yang kecil pun harus dipotong untuk sumbangan perbaikan infrastruktur, tak sebanding dengan penderitaan kami yang hidup berbandingan dengan lalat dan bau sampah DKI,” ujarnya.

Menurut dia, atas pertimbangan itu, kata dia, warga meminta agar DKI menaikkan pemberian uang tipping fee sebesar Rp200 ribu menjadi Rp500 ribu. Sebab, uang yang diterima warga saat ini tak mampu untuk membeli kebutuhan pokok sehari-hari.

Habsah, 48, warga RT 01/03, Kelurahan Sumurbatu, Kecamatan Bantargebang, menambahkan, tiap harinya ia harus membeli air galon untuk memenuhi kebutuhan air minum. Dalam sebulan dirinya membutuhkan 10 galon air seharga Rp150 ribu.

“Untuk beli air minum saja saya harus nombok Rp50 ribu. Jadi enggak layak kalau tipping fee saat ini, sehingga perlu dinaikan,” ujarnya.

Dalam acara tersebut, warga juga menutut ketegasan DPRD Kota Bekasi atas ucapan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama yang selama ini dinilai menyakitkan warga. Menurut mereka, kontribusi warga Bantar Gebang amat besar pada DKI Jakarta. “Apa jadinya kalau sampah DKI tidak dibuang ke Bantar Gebang, begitu besar kontribusi kami ke DKI,” lanjutnya.

Ketua Komisi A DPRD Kota Bekasi, Ariyanto Hendrata mengaku, bakal menindaklanjuti aspirasi warga. Menurut dia, surat pemanggilan untuk DKI Jakarta terkait pengelolaan sampah sedang dibuat. “Secepatnya surat pemanggilan itu akan kami kirimkan ke DKI,” terangnya.

Ariyanto mengatakan, pemanggilan itu bukan hanya membahas soal aspirasi warga, tapi banyaknya pelanggaran yang dilakukan DKI dalam MoU yang dibuat pada 2009. Misalnya, DKI belum membuat kolam kualitas air di sekitar TPST, maraknya truk sampah DKI yang melanggar rute perlintasan dan sebagainya.

Sekretaris Daerah Kota Bekasi, Rayendra Sukarmadji menyampaikan, pihaknya segera menemui tim dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Dirinya berharap, persoalan pemanfaatan lahan TPST Bantar Gebang bisa diselesaikan secara kekeluargaan.

“Saya harapkan ini cepat selesai dan tidak ada pihak manapun yang dirugikan. Negara kita NKRI kan? Pasti kita selesaikan baik-baik,” tukasnya.(mt)

BekasiJabodetabek

Visa Belum Jadi, 24 Calon Jemaah Haji Dari Kloter 8 Kab.Cirebon Terlantar

haji

BERIMBANG.COM, Bekasi 24 calon jemaah haji dari kloter 8 asal Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, telantar dan terpaksa menginap di salah satu hotel di Kota Bekasi, Jawa Barat.

Seperti ditayangkan Liputan 6 Pagi SCTV, Selasa (25/8/2015), seharusnya mereka telah berangkat ke tanah suci Senin malam kemarin bersama rombongan kloter 8. Tapi lantaran visa mereka belum jadi, mereka yang terlanjur berangkat dari kampungnya terpaksa menginap di salah satu hotel di Bekasi sejak Minggu 23 Agustus dini hari.

Sementara itu, biaya penginapan hanya ditanggung selama 1 malam, sehingga Senin petang mereka terpaksa mengungsi di musala dan lobby hotel sambil menunggu kepastian keberangkatan.

Keempat puluh jemaah calon haji ini sangat menyesalkan pemberitahuan belum jadinya visa yang mendadak. Para jemaah haji kini hanya berharap segera ada kepastian terkait keberangkatan sehingga mereka tidak merasa ditelantarkan. Jika tak ada kejelasan juga mereka terpaksa kembali pulang ke kampung halaman. (L6)

BekasiJabodetabek

Massa Unjuk Rasa Menolak Pembangunan Gereja di Bekasi

tolak gereja di bekasi

BERIMBANG.COM, Bekasi – Ratusan orang yang tergabung dari berbagai ormas melakukan demonstrasi di depan Kantor Walikota Bekasi. Demonstrasi tersebut terkait penolakan izin pembangunan Gereja Santa Clara yang terletak di Kelurahan Harapan Baru, Bekasi Utara, Kota Bekasi.

Dalam unjuk rasa tersebut sempat terjadi kericuhan antara pengunjuk rasa dengan petugas Satpol PP yang berjaga di depan kantor Walikota Bekasi. Mereka sempat membakar bambu-bambu. Namun, kedua kubu akhirnya saling menahan emosi sehingga kericuhan dapat diredam.

“Kami menuntut kepada Walikota Bekasi untuk mencabut izin pembangunan gereja Santa Clara yang berada di Bekasi Utara,” ujar salah satu pengunjuk rasa Ali Murtado (38) di lokasi, Senin (10/8/2015).

Ali mengatakan, selama ini warga sekitar gereja selalu dibohongi tentang adanya pembangunan tempat ibadah itu. “Bahkan ada sejumlah warga yang diberikan uang sebesar Rp 250 ribu oleh oknum pegawai kecamatan untuk memberikan tanda tangan,” imbuh dia.

Para demonstran menganggap Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Bekasi telah menodai umat Islam karena membangun gereja Santa Clara di tengah-tengah pesantren.

“Turunkan Rahmat Effendi (Walikota Bekasi). Tolak Santa Clara di Bekasi, apalagi dibangun di tengah-tengah pesantren,” seru Ismail Ibrahim, salah satu pendemo.

Sementara itu setelah melakukan pertemuan dengan tokoh umat Islam Bekasi yang tergabung dalam Majelis Silaturahmi Umat Islam Bekasi, Walikota Bekasi Rahmat Effendi memutuskan untuk menjadikan rencana pembangunan gereja Santa Clara di RW 11, Kelurahan Harapan Baru, Bekasi Utara, Kota Bekasi, menjadi status quo.

“Izin serta rencana pembangunan gereja Santa Clara status quo,” kata Walikota Bekasi Rahmat Effendi.

Hingga kini massa masih bertahan di depan kantor Walikota Bekasi. Mereka mengancam akan menurunkan lebih banyak demonstran bila izin tidak segera dicabut.(L6)