PT. Freeport Indonesia Butuh kepastian Investasi
BERIMBANG.COM, Tembagapura – Setelah membangun terowongan sepanjang 500 km dan berbagai fasilitas penambangan underground, PT Freeport Indonesia (FI) berencana membangun lagi jalan 500 km untuk menopang kegiatan eksploitasi tambang bawah tanah di wilayah operasi seluas 10.000 hektare (ha). Sambil mengharapkan datangnya kepastian perpanjangan kontrak pasca 2021, perusahaan tembaga terbesar di Tanah Air ini telah menginvestasikan dana US$ 4 miliar untuk kegiatan penambangan underground.
Sejak mendapat izin operasi 1967 dan beroperasi komersial 1973, Freeport sudah menginvestasikan dana US$ 11 miliar dan kini perusahaan yang masa kontrak karya (KK) II akan habis tahun 2021 itu menyiapkan US$ 17 miliar untuk investasi hingga tahun 2041.
“Begitu ada kepastian, investasi baru akan dikucurkan,” kata Presdir PT FI Maroef Sjamsuddin kepada sejumlah pemimpin redaksi (pemred) Ibukota di Tembagapura, Mimika, Papua, Sabtu (20/6). Selain tambang terbuka di Grasberg, para pemred juga meninjau proses pengolahan ore atau material bijih menjadi konsentrat dan kegiatan penambangan bawah tanah.
Mengantisipasi penurunan produksi di tambang terbuka Grasberg, PT FI sejak 2008 mulai membangun infrastruktur untuk kegiatan penambangan bawah tanah, antara lain, terowongan yang saat ini sudah mencapai 500 km. Lewat terowongan ini, ore akan diambil untuk diolah menjadi konsentrat. Pada September tahun ini, dua motor fan berkapasitas 2.200 KW –yang berfungsi untuk memasuk angin segar bagi para pekerja–, mesin pemecah batu, dan ban berjalan sudah bisa dioperasikan.
Dalam kondisi normal, PT FI mengolah sekitar 200.000-240.000 ton bijih. Mencapai puncak tahun 2008 dengan produksi ore 238.000 ton, produksi PT FI merosot akibat ketidakpastian investasi, khususnya pasca lahirnya UU. Pada tahun 2014, produksi PT FI sebesar 118.000 ton bijih per hari, turun dari 179.000 ton tahun sebelumnya. Perusahaan ini pun terkena pembatasan ekspor konsentrat. Pada periode periode Januari-Juli 2015, PT FI hanya mendapat kuota ekspor 580.000 ton konsentrat. Izin tersebut merupakan perpanjangan dari periode enam bulan sebelumnya, yakni Juli 2014 hingga Januari 2015.
Izin ekspor digunakan pemerintah untuk menekan PT FI membangun smelter. Sesuai UU No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba), setiap perusahaan yang bergerak di bidang mineral dan batubara wajib membangun smelter selambatnya Januari 2014. Kewajiban ini membuat perusahaan pertambangan kelabakan. Untuk bisa mendapat perpanjangan izin ekspor, PT FI pun wajib menunjukkan kemajuan pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral konsentrat.
PT FI tengah mempersiapkan pembangunan smelter di Gresik, Jatim berkapasitas 2 juta ton dengan nilai investasi US$ 2,3 miliar. Saat ini, PT FI bersama Mishubishi mengoperasikan smelter di Gresik berkapasitas 1 juta ton. Dengan tambahan smelter baru berkapasitas 2 juta ton, PT FI akan memiliki pabrik pengolahan dan permurnian konsentrat berkapasitas 3 juta ton per tahun.
Untuk menunjang smelter yang hendak dibangun, kepastian investasi di hulu sangat penting. Dari produksi 179.000 ton bijih tahun lalu, tambang underground sudah mengontribusi 50.000 ton ore. Pada tahun 2017, ketika produksi tambang terbuka sudah jauh menurun, tambang bawah tanah Freeport akan mampu menghasilkan 160.000 ton ore per hari dan menjadi satu dari empat tambang bawah tanah terbesar di dunia.
“Ini kalau semua berjalan sesuai rencana dan itu berarti kami perlu mendapatkan kepastian usaha. Jika tidak, produksi Freeport akan merosot 70% tahun 2017,” kata Maroef.
Pihaknya sudah mengajukan surat kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) agar PT FI segera mendapatkan kepastian perpanjangan kontrak. Selain itu, pada Juli 2015, PT FI kembali mendapatkan perpanjangan izin ekspor untuk enam bulan ke depan.
Ketidakpastian investasi di hulu, kata Maroef, juga berdampak buruk pada investasi di hilir. Rencana pembangunan smelter berkapasitas 2 juta ton per tahun akan mubazir.
“Dari mana Freeport mendapat konsentrat untuk diolah jika produksi di hulu tak ada lagi?” tanya Maroef.
Kepastian Usaha
Merespons perubahan, PT FI dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menyepakati perubahan sistem Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) setelah KK tahap II berakhir tahun 2021. Dengan IUPK ini, PT FI mendapatkan perpanjangan usaha di Indonesia hingga 2041. Tapi, realisasi kesepakatan ini masih harus menunggu lampu hijau dari Presiden Joko Widodo.
Maroef menjelaskan, pihaknya sudah menyampaikan proposal lengkap kepada Menteri ESDM pekan lalu. Sesuai aturan dan sopan santun, pihaknya harus menyampaikan semua laporan kegiatan dan rencana ke depan kepada Kementerian ESDM.
“Nanti, Pak Menteri (Menteri ESDM –Red) yang berurusan dengan Presiden,” ujar jenderal bintang dua (Pur) TNI Angkatan Udara dan wakil kepala Badan Intelijen Nasional (BIN) itu dalam diskusi dengan para pemred.
Pada keterangan pers yang disampaikan Mensesneg Pratikno, 25 Mei 2015, disebutkan, Presiden Jokowi memutuskan, pengelolaan Blok Mahakam sepenuhnya diambil alih oleh Pertamina. Sedangkan untuk PT FI, karena KK II baru selesai tahun 2021, Kementerian ESDM akan menjaga agar secara bertahap, kepemilikan Indonesia semakin besar. Di samping itu, manfaat fiskal dan ekonomi Indonesia dari PT FI juga akan semakin besar.
“Terobosan yang tengah dilakukan adalah melalui UU Minerba. Pola hubungan antara negara dan Freeport yang semula setara dalam format kontrak karya, akan diubah menjadi izin usaha pertambangan yang menempatkan posisi negara kita lebih kuat,” kata Pratikno.
Ditegaskan pula, “Jalan pikiran yang menuntut untuk melakukan pemutusan sepihak (terhadap Freeport –Red) tidak akan menyelesaikan masalah, namun justru menimbulkan masalah baru, yakni ekonomi Papua akan menderita. Itu akan berdampak pada urusan politik. Iklim investasi akan rusak dan geopolitik Indonesia sebagai ‘leader’ di Kawasan Asia Pasifik akan dilemahkan.”
Kementerian ESDM saat ini, kata Muhammad Said Didu, staf khusus Menteri ESDM, tengah mencari terobosan hukum agar PT FI mendapatkan kepastian usaha. Selambatnya, dua tahun sebelum KK II berakhir, yakni tahun 2019, PT FI sudah mendapatkan kepastian akan masa depannya. Tapi, mengingat PT FI tengah membangun penambangan underground dan smelter, kepastian perpanjangan kontrak harus dipercepat.
Untuk memberikan manfaat kepada semua pihak, kata Maroef, PT FI sudah menyetujui kenaikan royalti tembaga dari 3,5% menjadi 4%, emas dari 1% menjadi 3,75%, perak dari 1% menjadi 3,25%. PPh badan sebesar 35% dari laba bersih yang harus dibayar PT FI tetap berlaku. Semua korporasi Indonesia membayar PPh 25% sesuai UU PPh. Sedang PT FI diperlakukan beda. Selain itu, PT FI juga sepakat divestasi saham ditingkatkan dari 9,36% menjadi 30%. Penggunaan barang dan jasa dalam negeri akan dinaikkan dari 71% ke 90%.
Dalam 42 tahun beroperasi di Indonesia, PT FI sudah berkontribusi secara langsung dan tidak langsung kepada Indonesia dan Papua. Pada kurun waktu 1992-2014 atau 22 tahun beroperasi, kontribusi langsung PT FI kepada Indonesia US$ 15,6 miliar dan secara tidak langsung US$ 29,5 miliar.
Kontribusi langsung adalah pajak, royalti, dividen, dan biaya lain. Sedangkan kontribusi tidak langsung mencakup gaji dan upah, pembelian dalam negeri, pembangunan daerah, dan investasi dalam negeri. Pajak dan pungutan lainnya yang diterima pemerintah dari PT FI selama 22 tahun itu mencapai US$ 12,8 miliar, dividen US$ 1,3 miliar, dan royalti US$ 1,6 miliar.
Total tenaga kerja yang diserap PT FI mencapai 30.000 orang, 97,4% di antaranya adalah orang Indonesia.
“Para insinyur yang bekerja di pertambangan bawah tanah semuanya orang Indonesia. Keahlian mereka tidak kalah dari asing, bahkan sejumlah prestasi mereka jauh di atas para insinyur di negara lain,” ujar Maroef.
Dari jumlah tenaga kerja Indonesia, sekitar 27% adalah warga asli Papua. Lebih dari 95% pendapatan regional bruto (PDRB) Kabupaten Mimika berasal dari PT FI. Dalam kurun waktu 1992-2014, total investasi pengembangan masyarakat setempat yang diberkan PT FI mencapai US$ 1,3 miliar. PT FI, antara lain, membangun infrastruktur jalan, pelabuhan udara, sekolah, dan rumah sakit.
Luas daratan Papua sekitar 40,7 juta ha. Sedang wilayah operasi PT FI 10.000 ha atau 0,02% dari wilayah Papua dengan wilayah pendukung 201.950 ha. (BS)