Depok Menuju ” Kota Tanpa Kumuh “
BERIMBANG.COM, Depok – Berdasarkan target RPJMP 2015 – 2019 bahwa kegiatan permukiman di Indonesia mempunyai target universal akses 100-0-100, yaitu penduduk Indonesia dapat mengakses 100% air bersih, 0% kawasan kumuh dan 100% akses terhadap sanitasi yang layak. Salah satu komponennya adalah masalah kawasan kumuh.
Pemerintah pusat melalui Dirjen Cipta Karya Kementrian PUPR membuat beberapa program yang terkait dengan kawasan kumuh, salah satunya yaitu Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) yang merupakan lanjutan program-program sebelumnya, seperti PNPM MP dan P2KKP.
Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015-2019 mengamanatkan pembangunan dan pengembangan kawasan perkotaan melalui penanganan kualitas lingkungan permukiman yaitu peningkatan kualitas permukiman kumuh, pencegahan tumbuh kembangnya permukiman kumuh baru, dan penghidupan yang berkelanjutan.
Pada tahun 2016 masih terdapat 35.291 Ha1 permukiman kumuh perkotaan yang tersebar di hampir seluruh wilayah Indonesia sesuai hasil perhitungan pengurangan luasan permukiman kumuh perkotaan yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Cipta Karya. Kondisi tersebut diperkirakan akan terus mengalami penambahan apabila tidak ada bentuk penanganan yang inovatif, menyeluruh, dan tepat sasaran.
Permukiman kumuh masih menjadi tantangan bagi pemerintah kabupaten/kota, karena selain merupakan masalah, di sisi lain ternyata merupakan salah satu pilar penyangga perekonomian kota. Mengingat sifat pekerjaan dan skala pencapaiannya yang sangat kompleks, diperlukan kolaborasi beberapa pihak antara pemerintah mulai tingkat pusat sampai dengan tingkat kelurahan/desa, pihak swasta, masyarakat, dan pihak terkait lainnya. Pelibatan beberapa pihak secara kolaboratif diharapkan memberikan berbagai dampak positif, antara lain meningkatkan komitmen pemerintah daerah dalam pencapaian kota layak huni, meningkatkan rasa
memiliki dan tanggung jawab masyarakat dalam memanfaatkan dan
memelihara hasil pembangunan, menjamin keberlanjutan, dan meningkatkan kepercayaan masyarakat dan swasta terhadap Pemerintah.Oleh karena itu, sebagai salah satu langkah mewujudkan sasaran RPJMN 2015-2019 yaitu kota tanpa permukiman kumuh di tahun 2019, Direktorat Jenderal Cipta Karya menginisiasi pembangunan platform kolaborasi melalui Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU). Program KOTAKU mendukung Pemerintah Daerah sebagai pelaku utama penanganan permukiman kumuh dalam mewujudkan permukiman layak huni diantaranya melalui revitalisasi peran Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM).
Rancangan program ini berpijak pada pengembangan dari program nasional sebelumnya. Program tersebut telah memberikan berbagai pembelajaran penting untuk pengembangan Program KOTAKU dan investasi berharga berupa terbangunnya kelembagaan tingkat masyarakat, kerja sama antara masyarakat dan pemerintah daerah, sistem monitoring dan kapasitas tim pendamping. Berdasarkan pembelajaran tersebut, Program KOTAKU dirancang bersama dengan Pemerintah Daerah sebagai nakhoda dalam mewujudkan permukiman layak huni di wilayahnya, yang mencakup: (1) pengembangan kapasitas dalam perencanaan dan pelaksanaan penanganan permukiman kumuh tingkat kabupaten/kota karena peran pemda menjadi sangat penting dalam penyediaan infrastruktur dan pelayanan di tingkat kabupaten/kota; (2) penyusunan rencana penanganan permukiman kumuh tingkat kota termasuk rencana investasi dengan pembiayaan dari berbagai sumber (pusat, provinsi, kabupaten/kota, masyarakat, swasta, dll); (3) perbaikan serta pengoperasian dan pemeliharaan infrastruktur tingkat kota (primer atau sekunder) yang terkait langsung dengan penyelesaian permasalahan di permukiman kumuh; (4) penyediaan bantuan teknis untuk memperkuat sistem informasi dan monitoring penanganan permukiman kumuh, mengkaji pilihan-pilihan untuk penyelesaian masalah tanah/lahan, dan sebagainya.
Program KOTAKU (Kota Tanpa Kumuh) adalah program yang dilaksanakan secara nasional di 271 kabupaten/kota di 34 Propinsi yang menjadi “platform kolaborasi” atau basis penanganan permukiman kumuh yang mengintegrasikan berbagai sumber daya dan sumber pendanaan, termasuk dari pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota, donor, swasta, masyarakat, dan pemangku kepentingan lainnya. KOTAKU bermaksud untuk membangun sistem yang terpadu untuk penanganan permukiman kumuh, dimana pemerintah daerah memimpin dan berkolaborasi dengan para pemangku kepentingan dalam perencanaan maupun implementasinya, serta mengedepankan partisipasi masyarakat. KOTAKU diharapkan menjadi “platform kolaborasi” yang mendukung penanganan permukiman kumuh seluas 35.291 Ha yang dilakukan secara bertahap di seluruh Indonesia melalui pengembangan kapasitas pemerintah daerah dan masyarakat, penguatan kelembagaan, perencanaan, perbaikan infrastruktur dan pelayanan dasar di tingkat kota maupun masyarakat, serta pendampingan teknis untuk mendukung tercapainya sasaran RPJMN 2015-2019 yaitu kota tanpa kumuh.Berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman dijelaskan bahwa permukiman kumuh adalah permukiman yang tidak layak huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat, sedangkan Perumahan Kumuh adalah perumahan yang mengalami penurunan kualitas fungsi sebagai tempat hunian.
Dari pengertian tersebut dapat dirumuskan karakteristik perumahan kumuh dan permukiman kumuh dari aspek fisik sebagai berikut:
1) Merupakan satuan entitas perumahan dan permukiman;
2) Kondisi bangunan tidak memenuhi syarat, tidak teratur dan memiliki kepadatan tinggi;
3) Kondisi sarana dan prasarana tidak memenuhi syarat. Khusus untuk bidang keciptakaryaan, batasan sarana dan prasarana adalah sebagai berikut:
a. Jalan Lingkungan;
b. Drainase Lingkungan,
c. Penyediaan Air Bersih/Minum;
d. Pengelolaan Persampahan;
e. Pengelolaan Air Limbah;
f. Pemadam Kebakaran
Pengamanan Kebakaran; dan g. Ruang Terbuka Publik. Karakteristik fisik tersebut selanjutnya menjadi dasar perumusan kriteria dan indikator dari gejala kumuh dalam proses identifikasi lokasi perumahan kumuh dan permukiman kumuh. Selain karakteristik fisik, karakteristik non fisik pun perlu diidentifikasi guna melengkapi penyebab kumuh dari aspek non fisik seperti perilaku masyarakat, kepastian bermukim, kepastian berusaha, dsb.
Tujuan program adalah meningkatkan akses terhadap infrastruktur dan pelayanan dasar di permukiman kumuh perkotaan untuk mendukung terwujudnya permukiman perkotaan yang layak huni, produktif dan berkelanjutan.
Tujuan tersebut dicapai melalui tujuan antara sebagai berikut:
1) Menurunnya luas permukiman kumuh;
2) Terbentuknya Kelompok Kerja Perumahan dan Kawasan Permukiman (Pokja PKP) di tingkat kabupaten/kota dalam penanganan permukiman kumuh yang berfungsi dengan baik;
3) Tersusunnya rencana penanganan permukiman kumuh tingkat kabupaten/kota dan tingkat masyarakat yang terintegrasi dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD);
4) Meningkatnya penghasilan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) melalui penyediaan infrastruktur dan kegiatan peningkatan penghidupan masyarakat untuk mendukung pencegahan dan peningkatan kualitas permukiman kumuh; dan
5) Terlaksananya aturan bersama sebagai upaya perubahan perilaku hidup bersih dan sehat masyarakat dan pencegahan kumuh.
Pencapaian tujuan program dan tujuan antara diukur dengan merumuskan indikator kinerja keberhasilan dan target capaian program yang akan berkontribusi terhadap tercapainya sasaran Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 yaitu pengentasan permukiman kumuh perkotaan menjadi 0 persen. Secara garis besar pencapaian tujuan diukur dengan indikator “outcome” sebagai berikut (lihat Format 3):
1) Meningkatnya akses masyarakat terhadap infrastruktur dan pelayanan perkotaan pada permukiman kumuh sesuai dengan kriteria permukiman kumuh yang ditetapkan (a.l drainase; air bersih/minum
pengelolaan persampahan; pengelolaan air limbah; pengamanan kebakaran; Ruang Terbuka Publik);
2) Menurunnya luasan permukiman kumuh karena akses infrastruktur dan pelayanan perkotaan yang lebih baik;
3) Terbentuk dan berfungsinya kelembagaan yaitu Pokja PKP di tingkat kabupaten/kota untuk mendukung program KOTAKU;
4) Penerima manfaat puas dengan kualitas infrastruktur dan pelayanan perkotaan di permukiman kumuh; dan
5) Meningkatknya kesejahteraan masyarakat dengan mendorong penghidupan berkelanjutan di wilayah kumuh2.
Di tingkat nasional, tahap ini merupakan langkah awal membangun kolaborasi, dengan menyelaraskan visi dan misi yang akan dicapai dalam lima tahun, pemahaman tentang kumuh dan mengapa menangani kumuh. Tahapan persiapan di tingkat nasional terdiri dari:
1) Advokasi dan Sosialisasi Program/Kegiatan
a. Advokasi ke para pemangku kepentingan nasional, daerah dan masyarakat;
b. Lokakarya orientasi tingkat pusat untuk pelaku atau pengelola program seperti PMU, CCMU dan Pokja PKP Nasional;
c. Lokakarya orientasi tingkat nasional, tingkat provinsi, dan tingkat kabupaten/kota.
2) Penentuan Kabupaten/Kota Sasaran
a. Seleksi kabupaten/kota yang memiliki komitmen penanganan permukiman kumuh dan kriteria sesuai yang ditentukan Program
b. Penandatanganan MOU antara Pusat dan Pemerintah Daerah sebagai bukti komitmen akan menyelenggarakan Program KOTAKU
3) Pengembangan Kebijakan dan Penguatan Kelembagaana. Pengembangan kebijakan, strategi dan peraturan/pedoman yang dibutuhkan untuk pelaksanaan penanganan permukiman kumuh di daerah. Bila diperlukan dapat dilakukan studi dan kajian lapangan pendukung;
b. Pengembangan kelembagaan pengelola program seperti PMU, CCMU (Central Collaboration Management Unit), PoPKP nasional dan daerah serta kelembagaan masyarakat;
c. Pengembangan sistem informasi terpadu; dan
d. Penguatan kapasitas kelembagaan dan para pelaku dilaksanakan melalui pelatihan untuk para pelaku dan pemangku kepentingan nasional.
Di tingkat kabupaten/kota tahap persiapan meliput:
1) Penyepakatan MoU antara pemerintah daerah dengan dengan pemerintah pusat untuk menyelenggarakan Program KOTAKU. MoU menyepakati indikasi kebutuhan pendampingan kabupaten/kota yang bersangkutan, termasuk apakah akan menggunakan rencana penanganan permukiman kumuh yang sudah ada (yang memenuhi kriteria minimum dan tercantum dalam RPJM), merevisi, atau menyusun yang baru.
2) Lokakarya Sosialisasi Kabupaten/kota
3) Penggalangan Komitmen Para Pemangku Kepentingan
4) Pembentukan atau Penguatan Pokja Penanganan Permukiman kumuh
5) Komitmen Penyusunan Dokumen RP2KP-KP/SIAP
Tahap ini merupakan tahapan yang penting dalam menggunakan sumber data dan informasi yang sama dari hasil konsolidasi data berbagai sektor dan aktor terkait permukiman dan perumahan. Oleh karena itu tahap perencanaan adalah proses kunci dalam menyusun pemecahan masalah bersama dan membangun komitmen pemangku kepentingan
dalam penanganan permukiman kumuh melalui penyusunan rencanan penanganan dan pencegahan kumuh atau RP2KP-KP/SIAP Kabupaten/kota. Tahap perencanaan tingkat kota menghasilkan dokumen RP2KP-KP/SIAP dan Rencana/desain kawasan yang disusun secara bertahap sesuai prioritas kawasan yang akan ditangani. Tahap perencanaan meliputi:
1) Persiapan perencanaan
2) Penyusunan RP2KP-KP/SIAP dan RPLP/NUAP
3) Penyusunan Rencana Detil/Teknis
3.2.3 Pelaksanaan
Tahap implementasi baik kegiatan sosial, kegiatan ekonomi maupun kegiatan infrastruktur ini terjadi di dalam kabupaten/kota sesuai dengan perencanaan yang disusun dalam dokumen rencana penanganan permukiman kumuh kabupaten/kota dan perencanaan tingkat kelurahan/desa yang telah disahkan oleh pihak yang berwenang. Kegiatan yang dilaksanakan merupakan kegiatan yang tertera di rencana tahunan dan merupakan kegiatan prioritas penanganan baik skala kota maupun skala lingkungan yang sudah dikoordinasikan sebelumnya.