Nasional

Nasional

Endang Kusumawaty Mengadu ke Tim Reformasi Polri: Diduga Jadi Korban Kriminalisasi Berulang dan Intimidasi Oknum Aparat

Berimbang.com – Kuasa hukum Endang Kusumawaty resmi mengajukan pengaduan dan permohonan perlindungan hukum kepada Tim Reformasi Polri. Langkah ini ditempuh setelah Endang, yang kini ditahan di Lapas Sukamiskin, disebut terus mengalami kriminalisasi dan intimidasi berulang oleh pihak-pihak tertentu yang diduga melibatkan oknum aparat penegak hukum.

Pengaduan tersebut disampaikan melalui surat tertanggal 4 Desember 2025 yang ditandatangani oleh tim hukum Ronny Perdana Manullang dan Rifmi Ramdhani.

Dalam surat itu, tim hukum menegaskan bahwa intimidasi terhadap Endang diduga dilakukan oleh Stelly Gandawidjaja, melalui oknum anggota Polri atau pejabat yang disebut “tidak benar”.

Dualisme Putusan PK yang Janggal

Kasus ini berawal dari laporan Stelly Gandawidjaja soal dugaan penipuan dan penggelapan yang menyeret Endang dan suaminya, Irfan Suryanegara—mantan Ketua DPRD Jawa Barat.

Di tingkat Pengadilan Negeri, keduanya sempat divonis bebas, namun perkara tetap dipaksakan naik hingga Peninjauan Kembali (PK).

Justru pada tingkat PK inilah muncul dua putusan yang bertolak belakang:

  • Putusan PK No. 97:
    • Irfan dihukum 3 tahun penjara.
    • MA menegaskan Irfan tidak terbukti TPPU.
    • Seluruh barang bukti (1–146) diperintahkan dikembalikan kepada pihak yang berhak.
  • Putusan PK No. 113:
    • Endang dihukum 6 tahun penjara.
    • MA menyatakan Endang terbukti TPPU.
    • Barang bukti 1–110 justru diserahkan kepada pelapor.

Perbedaan inilah yang memicu polemik karena menimbulkan ketidakpastian dan diduga membuka celah bagi tindakan sewenang-wenang.

Eksekusi Diduga Melanggar Prosedur

Kuasa hukum menilai jaksa telah melakukan eksekusi sebelum keseluruhan proses PK tuntas. Bahkan, tujuh aset disebut sudah diserahkan kepada pelapor, padahal dalam Putusan PK Irfan, MA memerintahkan seluruh barang bukti dikembalikan kepada pihak yang berhak.

Pelapor kemudian melayangkan somasi terkait sertifikat tanah, yang sesungguhnya:

  • masih bersengketa di tingkat kasasi, dan
  • berdasarkan PK Irfan, harus kembali kepada Endang sebagai nama yang tercantum dalam alas hak.

Namun pelapor kembali membuat laporan polisi terhadap Endang di Bareskrim dengan dugaan penggelapan dan pencucian uang terkait sertifikat tersebut.

Tim hukum menilai laporan ini tidak layak diterima karena permintaan penyerahan sertifikat adalah ranah eksekusi pengadilan atau kejaksaan, bukan perkara pidana.

Dugaan Intimidasi & Pelanggaran KUHAP

Dalam laporannya, kuasa hukum membeberkan dugaan pelanggaran prosedur:

  • Panggilan pemeriksaan tidak disampaikan langsung.
  • Jarak panggilan kurang dari 3 hari, melanggar Pasal 227 KUHAP.
  • SPDP diterbitkan tanpa panggilan kedua atau kesempatan bagi Endang untuk memberi keterangan dengan kuasa hukum.

Desakan SP3 dan Penyelidikan Internal

Untuk melindungi kliennya, kuasa hukum meminta Tim Reformasi Polri untuk:

  • membentuk tim khusus mengusut dugaan pelanggaran,
  • menghentikan penyidikan melalui SP3,
  • serta menindak oknum yang diduga menyalahgunakan kewenangan.

Pengaduan ini juga ditembuskan ke Presiden RI, Komisi III DPR, Kapolri, Propam Polri, Kompolnas, Komnas HAM, hingga Komnas Perempuan sebagai bentuk permintaan pengawasan atas proses hukum yang dinilai sarat kejanggalan.***

Nasional

Depok Dikepung “Mata Elang”: Ketika Jalan Raya Jadi Ladang Ketakutan

BERIMBANG.com, Depok – Jalan-jalan utama di Kota Depok kini tak hanya dipadati kendaraan. Di balik deru mesin dan panas aspal, warga dibayangi rasa waswas. Di setiap tikungan, bisa saja muncul sosok “mata elang” — sebutan untuk debt collector yang kerap menghadang pengendara di tengah jalan, bahkan tanpa dasar hukum yang jelas.

Keresahan warga mencapai puncaknya setelah video viral memperlihatkan sepasang suami istri diadang dua pria berhelm di Jalan Raya Bogor, Cilodong, Sabtu (8/11/2025). Video yang diunggah akun @depok24jam itu memperlihatkan pengendara yang berkali-kali menegaskan motornya sudah lunas, namun dua pria tersebut tetap berupaya menghentikan mereka.

“Pemilik sepeda motor mengatakan bahwa surat-surat dan BPKB-nya sudah lunas,” ujar Kasi Humas Polres Metro Depok, Iptu Made Budi, Selasa (11/11/2025).

Polisi memastikan kendaraan korban tidak sempat diambil para pelaku. Hasil pemeriksaan menunjukkan dokumen motor tersebut sah tanpa tunggakan.

Kini, dua pria yang diduga sebagai pelaku masih diburu aparat gabungan Polsek Sukmajaya, Polsek Cimanggis, dan Polres Metro Depok.


Empat Titik Rawan “Mata Elang”

Kasus ini memicu peringatan serius bagi aparat. Polres Metro Depok telah memetakan sedikitnya empat titik rawan tempat para penagih bayangan itu sering muncul:

  • Jalan Margonda
  • Jalan Tole Iskandar
  • Jalan Siliwangi
  • Jalan Raya Bogor

Kapolres Metro Depok, Kombes Abdul Waras, menginstruksikan peningkatan patroli di titik-titik tersebut untuk mencegah aksi intimidasi.

“Kami tindak tegas para matel yang meresahkan. Banyak yang menggunakan cara-cara menakutkan. Ini bukan lagi penagihan, tapi bisa menjurus ke perampasan,” tegas Made.


Ketika Debt Collector Jadi “Predator Jalanan”

Fenomena mata elang bukan hal baru. Namun, yang kian mengkhawatirkan adalah munculnya debt collector palsu — kelompok kriminal yang memanfaatkan nama leasing untuk merampas kendaraan warga.

Dalam beberapa kasus, pelaku mengaku dari perusahaan pembiayaan dan langsung memaksa pemilik menyerahkan kendaraan di jalan raya. Padahal, menurut aturan, penarikan kendaraan harus dilakukan dengan surat resmi dan disaksikan pihak berwenang.

Pengamat hukum pidana menilai, lemahnya pengawasan terhadap praktik penagihan membuat jalanan berubah menjadi “ladang ketakutan”.

“Negara tidak boleh diam. Pemerintah harus menertibkan perusahaan pembiayaan yang menyerahkan urusan penagihan ke pihak luar tanpa kontrol,” ujar pengamat hukum Andi Rasyid.


Langkah Pemerintah Dinanti

Meski Polres Depok sudah melakukan langkah cepat dengan patroli dan penyelidikan, masyarakat menunggu langkah konkret dari pemerintah pusat dan OJK.

Penertiban izin lembaga pembiayaan, pengawasan ketat terhadap tenaga penagih, hingga aturan tegas soal penarikan kendaraan menjadi tuntutan warga.

Sementara itu, di setiap simpang dan jalur padat, bayang-bayang mata elang masih menghantui. Warga Depok berharap, jalanan mereka bisa kembali menjadi ruang aman — bukan arena perburuan di bawah terik siang dan tatapan tajam para penagih bayangan.**”

Nasional

Kaca Buram Kekuasaan di Rel Cepat Whoosh: Ketika Proyek Sosial Jadi Ladang Kapital

BERIMBANG.COM — Kolom Editorial

KPK akhirnya turun tangan menyelidiki dugaan mark-up proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung atau Whoosh — proyek kebanggaan pemerintahan Joko Widodo yang sejak awal diselimuti gegap gempita pencitraan dan janji modernitas. Tapi di balik kilau rel baja dan deru kecepatan 350 km/jam itu, tersimpan pertanyaan lama yang belum terjawab: siapa sebenarnya yang menikmati “kecepatan” proyek ini — rakyat, atau segelintir penguasa dan kroninya?


Dari “Simbol Kemajuan” ke Simbol Pemborosan

Proyek Whoosh pernah dijual ke publik sebagai simbol lompatan peradaban. Namun, data yang diungkap Mahfud MD justru membongkar sisi gelapnya.
Biaya pembangunan mencapai 52 juta dolar AS per kilometer, tiga kali lipat dari biaya di Tiongkok yang hanya 17–18 juta dolar AS.

Perbedaan yang begitu mencolok tentu bukan sekadar “biaya sosial”, melainkan alarm keras adanya praktik pemborosan — bahkan dugaan korupsi — yang dikamuflase dengan narasi “pembangunan”.

Mahfud menolak melapor resmi ke KPK, tapi menyebut lembaga itu sudah tahu. Dan kini, KPK akhirnya mengonfirmasi penyelidikan telah dimulai.
Lambat? Ya. Tapi setidaknya, roda hukum mulai bergerak di antara rel kecepatan dan tumpukan utang yang ditinggalkan proyek ini.


Jokowi dan Ilusi “Investasi Sosial”

Presiden Joko Widodo kembali membela proyek ini dengan alasan klasik: bukan untuk cari untung, melainkan investasi sosial.
Pernyataan itu mungkin benar di atas kertas. Tapi di lapangan, utang menumpuk, beban fiskal meningkat, dan masyarakat tetap membayar ongkosnya — lewat pajak, subsidi, dan inflasi tak langsung yang merembes dari setiap proyek raksasa yang tak efisien.

Jika proyek sosial seharusnya meringankan beban rakyat, mengapa justru rakyat yang menanggung beban sosialnya?


KPK di Persimpangan Integritas

Kini, sorotan beralih ke KPK. Apakah lembaga ini akan sekadar “menyelidiki” tanpa hasil, atau berani membuka siapa yang bermain di balik angka-angka fantastis proyek Whoosh?

Publik tahu, proyek ini bukan sekadar soal infrastruktur, tapi soal integritas kekuasaan. Bila KPK sungguh ingin membuktikan diri kembali tajam, inilah ujian paling nyata — membongkar rel kecurangan yang selama ini melaju di bawah nama kemajuan.


Rel Cepat, Akuntabilitas Lambat

Ironi besar pembangunan Indonesia ada di sini: relnya cepat, tapi akuntabilitasnya tertinggal jauh di belakang.
Dan bila benar proyek sosial ini hanya menjadi ladang baru bagi kapital dan kroni politik, maka sejarah akan mencatat Whoosh bukan sebagai kebanggaan bangsa — melainkan monumen keserakahan yang dibangun atas nama kemajuan.


Penulis: Redaksi Berimbang.com

Nasional

Ketua Dewan Pers Sindir Drama Ijazah Jokowi: Negara Ini Terjebak dalam Urusan Sepele yang Tak Selesai

BERIMBANG.COM – Polemik dugaan ijazah palsu Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi), kembali jadi sorotan setelah Ketua Dewan Pers Komaruddin Hidayat angkat bicara.
Menurutnya, kasus ini sudah terlalu lama bergulir hingga menjelma menjadi drama politik tanpa ujung yang melelahkan publik.

“Saya rasa hanya ada di Indonesia ijazah seorang presiden itu dipermasalahkan,” ujar Komaruddin dalam video di akun Instagram pribadinya, @hidayatkomaruddin, Rabu (8/10/2025).

Komaruddin menilai, seharusnya polemik seperti ini dapat diselesaikan dengan cara sederhana dan transparan.

“Masalah ijazah itu kan hal yang sepele. Kalau memang sah, tunjukkan saja, biar dicek di laboratorium forensik dokumen. Tapi nyatanya itu tidak atau belum dilakukan,” katanya.

Ia menambahkan, lambannya penyelesaian perkara ini justru memperlihatkan kelemahan sistem hukum nasional yang sering kali tumpul dalam menangani kasus besar.

“Kalau urusan sepele saja bisa berlarut, bagaimana kita berharap korupsi triliunan yang melibatkan banyak aktor dan institusi bisa diselesaikan dengan cepat?” sindir mantan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu.

Komaruddin pun mendorong agar polemik ijazah Jokowi ini segera dituntaskan agar tak terus menjadi bahan spekulasi publik yang menggerus kepercayaan terhadap institusi hukum dan negara.


Desakan Penetapan Tersangka Roy Suryo Cs

Sementara itu, di lain pihak, Peradi Bersatu bersama sejumlah relawan Jokowi mendesak Polda Metro Jaya segera menetapkan Roy Suryo dan beberapa pihak lainnya sebagai tersangka dalam kasus tudingan ijazah palsu tersebut.

Sekjen Peradi Bersatu, Ade Darmawan, menyatakan bahwa penyidik sudah memiliki minimal dua alat bukti untuk menaikkan status hukum terlapor.

“Kami meminta agar penyidik segera menetapkan status tersangka karena syaratnya sudah terpenuhi,” ujar Ade di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Kamis (9/10/2025).

Pihaknya juga menyerahkan dokumen tambahan kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Kapolda Metro Jaya Irjen Asep Edi Suheri, dan penyidik Kamneg Ditreskrimum Polda Metro Jaya guna mempercepat proses hukum.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Jokowi Mania, Andi Azwan, berharap hasil penyelidikan bisa diumumkan dalam bulan ini tanpa adanya intervensi dari pihak mana pun.

“Kami ingin semua berjalan sesuai koridor hukum. Tidak ada intervensi, tapi jangan juga berlarut-larut,” tegas Andi.


Catatan Redaksi Berimbang

Polemik ijazah Jokowi telah menjadi isu publik selama bertahun-tahun, mempertemukan dua kubu besar: mereka yang menuntut transparansi dan mereka yang menilai kasus ini hanya alat politik untuk menjatuhkan nama Jokowi.
Namun hingga kini, publik belum benar-benar mendapatkan titik terang yang bisa menutup perdebatan panjang ini.***

Nasional

Kolektif Singapura Ukir Sejarah, Film Dokumenter “KOPI” Bongkar Perjalanan Pahit-Manis Kopi Indonesia

BERIMBANG.COM – Jakarta,Sebuah film dokumenter bertajuk KOPI – The Human Journey Behind Your Coffee garapan Rebeltech Collective, kolektif kreator konten asal Singapura, sukses mencetak sejarah di kancah perfilman internasional.

Film berdurasi 8 menit 19 detik ini tak sekadar menyorot perjalanan kopi dari kebun hingga ke cangkir, melainkan juga menghadirkan kisah manusia di baliknya: para petani kopi di desa Padang Perigi, Tanjung Tebat, Lahat, Sumatra Selatan.

Raih Penghargaan Internasional

“KOPI” mendapat sambutan positif di berbagai festival film internasional. Beberapa prestasi yang diraih antara lain:

  • The Bangkok Society Film Critics’ Award
  • Best Drone Film Award (Bangkok Movie Awards, untuk rekaman FPV di atas Gunung Anak Krakatau)
  • Honorable Mention (AI Film Awards Venice 2025)
  • Official Selection (AI Short Film Festival Larissa Lumina)

Rekaman drone FPV yang menyorot Anak Krakatau bahkan dipuji sebagai salah satu visual paling memukau dan berdiri sendiri sebagai film pendek Through the Plume: A Flight Over Mount Krakatoa.

Mengawinkan AI, Drone, dan Tradisi

Film ini unik karena memadukan teknologi kecerdasan buatan dengan sinematografi dunia nyata. Berbagai AI generatif seperti Google Gemini Veo3, Luma AI, hingga Deepseek digunakan untuk memvisualisasikan data dan sistem yang biasanya tak terlihat konsumen.

Hasilnya, sebuah narasi visual yang mempertemukan dunia modern dengan kehidupan tradisional petani kopi yang masih menggantungkan hidup pada metode turun-temurun.

Dedikasi Para Kreator

Budiyan, Co-founder Rebeltech Collective, menegaskan bahwa film ini lahir bukan dari studio besar, melainkan ide sederhana di bawah void deck HDB di Singapura.

“Film ini adalah penghormatan untuk para petani kopi dan ketabahan mereka. Kami ingin penonton melihat secangkir kopi pagi dengan cara yang berbeda – penuh cerita, keringat, dan harapan,” ujar Budiyan.

Fakta Singkat Film “KOPI”

  • Judul: KOPI – The Human Journey Behind Your Coffee
  • Durasi: 8 menit 19 detik
  • Genre: Dokumenter Hibrida AI
  • Lokasi: Jakarta – Banten – Gunung Anak Krakatau – Lahat, Sumatra Selatan
  • Status: Eksklusif festival hingga Januari 2026
  • Produksi: Rebeltech Collective (Singapura)
  • Tim: Budiyan, Amir, Okta, dan Hiswady

Tentang Rebeltech Collective

Rebeltech Collective adalah kelompok kreator independen asal Singapura yang lahir dari semangat eksperimentasi, bukan institusi film besar. Tim ini terdiri dari sahabat masa kecil yang memilih menantang arus utama dengan pendekatan visioner.

Kontak media: Portia – [email] – [WhatsApp]
YouTube Channel: @RebeltechX


Nasional

Skandal Lahan Rp15,1 Miliar di Depok, KPK Diminta Sikat Pejabat Disrumkim

Depok | Berimbang.com – Kasus dugaan korupsi pembelian lahan seluas 4.000 meter persegi untuk pembangunan SMP Negeri 35 Depok terus bergulir. Aktivis Depok, Anton Sujarwo, mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar tidak setengah hati menuntaskan perkara yang menelan anggaran hingga Rp15,1 miliar tersebut.

Anton menilai laporan LSM Gelombang yang sudah masuk sejak awal 2025 seharusnya cukup menjadi pintu masuk bagi KPK untuk membongkar dugaan praktik mark up, yang diperkirakan merugikan negara hingga Rp8 miliar.

“Kami meminta KPK serius, jangan berhenti pada pemeriksaan staf kecamatan saja. Ada aktor utama yang disebut-sebut, yakni pejabat di Dinas Perumahan dan Permukiman (Disrumkim) berinisial SF. Perannya strategis dalam proses pembebasan lahan itu,” tegas Anton, Senin (29/9/2025).

Menurutnya, sektor pendidikan tidak boleh dijadikan ladang bancakan.

“Kalau benar ada permainan di balik pembebasan lahan sekolah, ini ironis. Atas nama pendidikan justru ada praktik memperkaya segelintir orang. KPK harus membongkar ini sampai tuntas,” ujarnya.

Sebelumnya, KPK dikabarkan telah memeriksa seorang staf Kecamatan Cimanggis selama 10 jam terkait kasus lahan di Kelurahan Curug, Kecamatan Cimanggis, Depok. Dalam pemeriksaan itu, nama SF disebut-sebut berulang kali oleh penyidik.

Anton menegaskan masyarakat Depok akan terus mengawal kasus ini agar tidak tenggelam.

“Kami tidak ingin ini berhenti di level wacana. KPK jangan tunggu gaduh dulu baru bergerak. Harus ada penetapan tersangka kalau memang buktinya cukup,” pungkasnya.

Ia juga menitipkan harapan kepada pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi agar berani menindak tegas perilaku penyalahgunaan wewenang.

“Kalau tidak, ini bisa merusak citra program antikorupsi presiden. Saya sebagai militan PS08 akan terus mengawal,” tegas Anton.

Iik

Nasional

Indomie Dituding Beracun! Taiwan Tarik Produk, BPOM Bilang Aman

Berimbang.com – Mi instan asal Indonesia kembali menjadi buah bibir di kancah internasional. Otoritas pangan Taiwan menemukan dugaan kandungan residu pestisida etilen oksida pada salah satu varian Indomie, rasa Soto Banjar Limau Kulit, yang dianggap tidak sesuai standar keamanan pangan negara tersebut.

Temuan ini sontak membuat publik waspada, mengingat mi instan sudah lama menjadi makanan favorit masyarakat lintas generasi. Otoritas Taiwan bahkan meminta warganya untuk tidak mengonsumsi batch tertentu dari produk Indomie hingga investigasi rampung.

Taiwan Tarik Produk, Hong Kong Ikut Waspada

Menurut keterangan resmi Badan Pengawas Obat dan Makanan (FDA) Taiwan pada Kamis (11/9/2025), batch yang dimaksud memiliki masa kedaluwarsa 19 Maret 2026. Otoritas Hong Kong pun ikut bereaksi dengan mengimbau warga untuk membuang produk tersebut bila sudah terlanjur membeli, baik dari pasar lokal maupun lewat jalur daring.

Etilen oksida sendiri dikenal luas sebagai bahan kimia industri—mulai dari sterilisasi alat medis, pembuatan deterjen, hingga plastik. Namun, paparan berlebih bisa memicu gangguan kesehatan serius, mulai dari iritasi kulit, masalah pernapasan, hingga risiko kanker.

BPOM RI: Masih Aman untuk Dikonsumsi

Merespons kegaduhan ini, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI menyebut produk Indomie yang ditarik di Taiwan sebenarnya aman untuk dikonsumsi di Indonesia.

BPOM menjelaskan, hasil uji Taiwan menemukan kadar etilen oksida setara 0,34 ppm, sementara Indonesia telah menetapkan batas maksimal residu (BMR) 2-Chloro Ethanol sebesar 85 ppm—jauh di atas temuan tersebut.

“Dengan demikian, produk mi instan itu masih memenuhi persyaratan keamanan pangan di Indonesia maupun sejumlah negara lain seperti Amerika dan Kanada,” tulis BPOM.

Meski begitu, BPOM mengaku tetap melakukan langkah antisipasi, termasuk audit investigatif dan meminta PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk menjaga mutu serta keamanan produk ekspornya.

Perbedaan Standar Jadi Masalah

Perbedaan standar inilah yang memicu tarik-ulur regulasi. Taiwan melarang total etilen oksida pada pangan, sementara Indonesia dan beberapa negara lain masih menetapkan ambang batas tertentu.

Codex Alimentarius Commission (CAC), sebagai badan standar pangan internasional di bawah WHO/FAO, hingga kini belum menetapkan batas baku residu etilen oksida secara global.

Kesimpulan

Kasus ini menjadi peringatan keras bagi industri pangan Indonesia. Reputasi produk ekspor bisa terguncang hanya karena perbedaan standar regulasi antarnegara.

Publik pun menunggu apakah Indofood akan mengambil langkah proaktif untuk menghindari insiden serupa, atau justru kembali terseret dalam pusaran kontroversi pangan internasional.**”

Nasional

Kuota Haji Jadi Ladang Dagang: KPK Selidiki Jual Beli Kursi Rp400 Juta

Jakarta, Berimbang.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mengusut dugaan praktik korupsi dalam distribusi kuota haji. Informasi yang dihimpun, ada agen travel yang menawarkan calon jemaah bisa langsung berangkat tanpa antrean dengan tarif fantastis, mencapai Rp300-400 juta per orang.

Plt. Deputi Penindakan KPK, Asep Guntur Rahayu, mengungkapkan kuota haji tambahan tersebut diduga dialirkan melalui jalur haji khusus. Uang dari penjualan kuota kemudian disebut mengalir ke oknum pejabat di lingkungan Kementerian Agama (Kemenag).

“Sedang kami dalami. Indikasinya, ada pihak yang memperjualbelikan kuota haji khusus dengan janji bisa berangkat tanpa antrean,” kata Asep di Jakarta, Rabu (10/9/2025).

Padahal, antrean haji reguler bisa mencapai 20 hingga 30 tahun, sementara haji khusus sekalipun tetap memiliki antrean sekitar 1–2 tahun. Celah inilah yang diduga dimanfaatkan oknum dengan bekerja sama dengan agen travel.

Modusnya, calon jemaah diminta membayar lebih mahal agar bisa langsung berangkat tanpa harus menunggu. “Kami masih menelusuri siapa saja pihak yang terlibat dalam praktik ini,” tambah Asep.

KPK menegaskan akan memanggil sejumlah pihak terkait, baik dari kalangan travel maupun pejabat di Kemenag. Jika terbukti, kasus ini berpotensi menyeret nama-nama besar di tubuh birokrasi penyelenggara ibadah haji.***

Nasional

BEM UI Kepung DPR, Kritik Prabowo: “Kalau 17+8 Masuk Akal, Anda Gagal Memimpin”

Berimbang.com, Jakarta – Ratusan mahasiswa dari berbagai kampus kembali menggelar aksi unjuk rasa bertajuk #RakyatTagihJanji di depan Gedung DPR RI, Jalan Gatot Subroto, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (9/9/2025).

Pantauan di lokasi hingga pukul 17.00 WIB, massa aksi masih bertahan dengan membawa bendera dan spanduk berisi kritik, salah satunya bertuliskan “Makzulkan Gibran, Tolak Dinasti Jokowi.”

Mayoritas peserta aksi berasal dari Universitas Indonesia (UI) dan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Mereka berorasi secara bergantian dari atas mobil komando menggunakan pengeras suara.

Aksi tersebut membuat arus lalu lintas di Jalan Gatot Subroto tersendat. Dari empat lajur, hanya satu lajur yang dapat dilintasi kendaraan. Polisi tampak sibuk mengatur arus menuju Slipi dan Grogol agar tidak terjadi kemacetan parah.

Kritik ke Prabowo Soal 17+8

Salah satu isu utama yang diangkat mahasiswa adalah tuntutan 17+8, yang sebelumnya telah dikomentari Presiden Prabowo Subianto.

Prabowo menyebut sebagian dari 17+8 tuntutan rakyat itu masuk akal, sementara sebagian lain masih membutuhkan perundingan lebih lanjut.

Pernyataan tersebut mendapat respons keras dari mahasiswa.

Kepala Departemen Kajian Strategis BEM UI, Diallo Hujanbiru, menyebut komentar Presiden justru menunjukkan kelemahan kepemimpinan.

“Jika tuntutan ini kolektif dari masyarakat, tidak ada kata tidak masuk akal. Saat dia mengatakan ada yang masuk akal, berarti dia mengakui gagal, lalai, dan tidak pantas memimpin negeri ini,” ujar Diallo.

Ia menegaskan, poin-poin dalam 17+8 merupakan realitas yang dihadapi rakyat.

“Banyak teman-teman meninggal karena kelaparan, banyak yang stunting, banyak yang di-PHK, dan banyak yang meninggal saat aksi. Itu semua nyata dan harus segera dituntaskan,” katanya.

 

Nasional

BEM UI Desak Purbaya Dicopot: “Baru Sehari Menjabat, Sudah Sakiti Rakyat”

JAKARTA – Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) mendesak Presiden RI Prabowo Subianto segera mencopot Purbaya Yudhi Sadewa dari kursi Menteri Keuangan. Desakan itu disampaikan dalam aksi orasi di depan Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (9/9).

Kepala Departemen Kajian Strategis BEM UI, Diallo Hujanbiru, menegaskan pernyataan Purbaya terkait tuntutan rakyat 17+8 dinilai sangat kontroversial dan melukai hati masyarakat.

“Baru satu hari dia menjabat sebagai menteri sudah langsung menyampaikan pernyataan yang luar biasa mengecewakan, menyakitkan bagi masyarakat karena mengecilkan suara rakyat,” kata Diallo.

Menurut BEM UI, Presiden Prabowo telah salah memilih pengganti Menkeu. Mereka menilai Purbaya gagal menunjukkan empati terhadap penderitaan rakyat yang menjadi dasar lahirnya gerakan 17+8.

“Dia mengecilkan penindasan yang dialami rakyat. Dia mengecilkan setiap tuntutan, padahal tuntutan ini lahir karena ada pembunuhan, perampasan hak, dan ketidakadilan. Kalau begini, lebih baik mundur saja,” tegasnya.

Meski demikian, BEM UI juga menegaskan aksi mereka bukan sekadar menolak figur, melainkan memperjuangkan kepekaan pemerintah terhadap aspirasi rakyat.***