Daerah

Daerah

Bentrok Berdarah FPI vs Laskar Sabilillah di Pemalang, 5 Luka-Luka Termasuk Polisi

Berimbang.com – Pemalang, 24 Juli 2025
Kericuhan mewarnai peringatan bulan Muharam di Desa Pegundan, Kecamatan Petarukan, Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah, Kamis (24/7), saat acara ceramah Habib Rizieq Shihab dibubarkan secara paksa oleh massa dari Laskar Sabilillah (PWI‑LS). Bentrokan antara PWI‑LS dengan massa Front Persaudaraan Islam (FPI) pun pecah, mengakibatkan lima orang mengalami luka-luka, termasuk satu aparat kepolisian.

Bupati Pemalang, Anom Widiyantoro, membenarkan insiden tersebut. “Lima orang dilaporkan luka-luka, termasuk satu polisi yang terkena lemparan benda keras. Seluruh korban sudah dirawat di fasilitas kesehatan terdekat,” ujar Anom dalam keterangannya.

Kronologi Ketegangan

Insiden bermula ketika Habib Rizieq Shihab dijadwalkan mengisi ceramah dalam rangka Muharam. Sekitar pukul 09.00 WIB, ratusan anggota PWI-LS tiba di lokasi dan meminta agar acara dihentikan. Massa yang mengenakan atribut hitam itu kemudian melempari area panggung dengan batu dan botol, memicu situasi panas.

Aparat kepolisian yang sudah siaga sempat membentuk barikade untuk meredam massa, namun upaya itu gagal menghentikan eskalasi. Massa FPI yang mengenakan pakaian putih merespons serangan dengan serbuan balik. Bentrokan tak terhindarkan dan diduga melibatkan senjata tajam.

“Situasi sempat tidak terkendali. Kami berusaha sekuat tenaga untuk mencegah jatuhnya korban lebih banyak,” ujar salah satu petugas keamanan di lokasi.

Habib Rizieq Diamankan

Saat kejadian berlangsung, Habib Rizieq sedang berada di atas panggung. Sejumlah anggota FPI langsung membentuk lingkaran pengamanan untuk melindungi tokoh mereka dari potensi serangan langsung. Ia dilaporkan dalam keadaan selamat dan segera dievakuasi usai insiden memanas.

Upaya Damai dan Investigasi

Pihak kepolisian tengah menyelidiki penyebab pasti bentrokan dan siapa pihak yang memicu kekerasan. Beberapa video amatir yang beredar memperlihatkan saling lempar dan bentrok fisik di area panggung hingga ke jalan raya.

“Kami mengimbau semua pihak untuk menahan diri. Insiden ini sedang kami dalami dan siapa pun yang melanggar hukum akan ditindak,” ujar Kapolres Pemalang.***

Daerah

Heboh Bentrokan di Pemalang, FPI Pertanyakan Arahan Polisi kepada Rizieq: “Mereka Mau Jebak?”

Berimbang.com – Pemalang, 24 Juli 2025 – Insiden bentrokan pecah saat Tabligh Akbar yang menghadirkan Habib Rizieq Shihab di Desa Pegundan, Kecamatan Petarukan, Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah, Rabu (22/7/2025) malam. Peristiwa ini melibatkan massa panitia acara dan kelompok Perjuangan Walisongo Indonesia Laskar Sabilillah (PWI-LS).

Sekretaris Bantuan Hukum Front Persaudaraan Islam (FPI), Aziz Yanuar, mengungkapkan bahwa sebelum bentrokan terjadi, pihak kepolisian mengarahkan rombongan Rizieq agar memasuki area tabligh akbar melalui jalur belakang panggung.

Namun, tim pengamanan Rizieq menolak arahan tersebut dan tetap memilih melewati jalur depan panggung yang telah disterilkan oleh panitia dan warga. Keputusan itu dinilai tepat karena terbukti jalur belakang diduga telah dikuasai massa PWI-LS yang hendak menghadang.

“Alhamdulillah Habib Rizieq bisa ceramah dengan sukses. Tapi ternyata jalur belakang sudah dikuasai kelompok PWI-LS,” ujar Aziz dalam keterangannya, Kamis (24/7/2025).

Ia pun mempertanyakan motif di balik arahan polisi tersebut.

“Ada apa polisi mengarahkan ke jalur itu? Tidak tahu ada kelompok yang menunggu atau memang hendak pasang jebakan?” ucapnya.

Meskipun demikian, Aziz mengapresiasi respons kepolisian yang segera membantu mengamankan lokasi dan membubarkan massa setelah kericuhan terjadi.

Lima Orang Terluka, Situasi Kini Kondusif

Informasi di lapangan menyebutkan bahwa bentrokan menyebabkan sedikitnya lima orang luka-luka dari kedua belah pihak. PWI-LS disebut datang ke lokasi tabligh akbar untuk menolak kehadiran Habib Rizieq, yang kemudian memicu ketegangan dengan panitia dan massa simpatisan FPI.

Pihak kepolisian setempat belum memberikan keterangan resmi terkait kronologi dan dugaan adanya miskomunikasi atau potensi sabotase di balik arahan jalur masuk tersebut.

Kondisi di lokasi acara kini dilaporkan telah kondusif.***

Daerah

Dedi Mulyadi Bongkar Alasan Larang Study Tour dan Perpisahan Sekolah: Antara Keselamatan, Beban Ekonomi, dan Masa Depan Anak

📅 Berimbang.com | Kamis, 24 Juli 2025

BANDUNG – Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, kembali menegaskan alasan di balik kebijakan kontroversial larangan study tour dan perpisahan sekolah. Kebijakan yang menuai pro-kontra itu bukan tanpa dasar. Menurut Dedi, langkah ini diambil demi menyelamatkan masa depan anak-anak dan meringankan beban ekonomi orang tua.

“Ini strategi saya, supaya masyarakat tidak lagi pinjam uang ke bank emok hanya demi kegiatan sekolah,” ujar Dedi dalam pernyataannya, Kamis (24/7/2025).

Titik Balik: Tragedi Ciater

Puncak keresahan publik terjadi usai kecelakaan maut bus study tour SMK Lingga Kencana Depok di Ciater, Subang, pada Mei 2024. Insiden tragis ini merenggut 11 nyawa, termasuk 9 siswa.

Kecelakaan yang disebabkan rem blong itu menjadi momentum evaluasi nasional, khususnya terkait kelayakan bus pariwisata dan urgensi kegiatan di luar kota.

Masalah Ekonomi: Utang Hanya untuk ‘Piknik’

Dedi mengungkap fakta mengejutkan: banyak orang tua terpaksa meminjam uang ke pinjol ilegal hanya demi membiayai study tour atau perpisahan sekolah.

Lebih dari itu, ia juga menyoroti pengeluaran harian anak-anak yang dinilai tinggi. “Uang jajan anak keluarga kurang mampu bisa Rp15 ribu per hari. Kalau ini bisa ditekan lewat program Makan Bergizi Gratis (MBG) atau bekal dari rumah, bisa dialihkan untuk tabungan rumah,” tegasnya.

Alternatif dan Solusi

Sebagai solusi, Dedi tengah menggagas kebijakan penghematan pengeluaran sekolah yang berkelanjutan, mulai dari pola konsumsi siswa hingga kegiatan belajar yang tidak melulu dilakukan di luar kota.

Ia juga mempertanyakan makna asli dari study tour. “Apakah ini masih kegiatan belajar atau hanya jadi ajang piknik semata?” sindirnya.

Respons Publik: Pro dan Kontra

  • Orangtua: Sebagian besar menyambut baik larangan ini karena terbebas dari tekanan finansial dan rasa cemas akan keselamatan anak mereka.
  • Pelaku Pariwisata: Agen perjalanan, PO bus, hingga hotel merasa sangat dirugikan. Mereka meminta adanya revisi kebijakan atau solusi pengganti.

Sebelumnya, kebijakan ini telah dituangkan dalam Surat Edaran No. 64/NK.03/DIKDISDIK, yang menyarankan agar kegiatan dilakukan di dalam kota/kabupaten saja demi efisiensi dan keamanan.*””

Daerah

JPPI Semprot Dedi Mulyadi: Pendidikan Jabar Krisis, 616 Ribu Anak Tak Sekolah!

BERIMBANG.COM – Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menilai Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi gagal total dalam menangani krisis pendidikan di provinsi yang dipimpinnya. Dalam rilis resmi yang diterima redaksi Berimbang, JPPI menyebut kebijakan pendidikan Pemprov Jabar terlalu elitis, tertutup, dan minim kolaborasi publik.

“Ini bukan sekadar angka, ini tragedi pendidikan yang kompleks dan mendalam. Yang makin memperparah adalah ego ‘superman’ Pemprov yang merasa bisa menyelesaikan semua masalah sendiri,” tegas Ubaid Matraji, Koordinator Nasional JPPI, Kamis (24/7/2025).

Lima Krisis Utama Pendidikan Jabar

JPPI memetakan lima anomali pendidikan yang membuat Jawa Barat berada di ambang krisis:

  1. Angka Anak Tidak Sekolah (ATS) Tertinggi Nasional
    Jawa Barat mencatat 616.080 anak tidak bersekolah, jauh melampaui provinsi besar lain seperti Jawa Tengah dan Jawa Timur.
  2. Kekerasan dan Perundungan Merajalela
    Termasuk kekerasan seksual, Jabar berada di posisi tiga besar nasional dalam kasus kekerasan di lingkungan sekolah.
  3. Tawuran Pelajar Tak Terkendali
    Tawuran tercatat terjadi di 41 desa/kelurahan, mencerminkan kegagalan pendidikan karakter.
  4. Intoleransi dan Persekusi Pelajar Minoritas
    Ujaran kebencian dan intimidasi terhadap pelajar beda keyakinan marak di sekolah-sekolah Jabar.
  5. Skandal Penahanan Ijazah
    JPPI menerima 612 pengaduan aktif terkait ijazah yang ditahan pihak sekolah, yang hingga kini belum diselesaikan pemerintah provinsi.

Sikap Tertutup dan Anti-Kritik

Ubaid juga menyoroti sikap birokrasi Dedi Mulyadi yang cenderung eksklusif dan alergi terhadap kritik. JPPI bahkan menyebut adanya upaya pembungkaman suara publik melalui pengerahan buzzer digital.

“Ini bukan kebijakan pribadi gubernur atau kepala dinas. Ini kebijakan publik yang harus partisipatif!” tandasnya.

Empat Rekomendasi Strategis

JPPI mendesak evaluasi total dan menyarankan langkah konkret:

  1. Hentikan pola kepemimpinan tunggal – buka ruang kolaborasi lintas sektor.
  2. Libatkan publik dalam perumusan kebijakan.
  3. Terbuka terhadap kritik konstruktif.
  4. Dorong Kemendikdasmen turun tangan mengoreksi arah kebijakan Jabar.

Nasib Anak-anak Jadi Taruhan

“Kalau terus begini, masa depan anak-anak Jawa Barat yang jadi korban,” tutup Ubaid.***

 

Daerah

Study Tour Di Jabar Dibuka Lagi, Pelaku Wisata Sumringah: “Enam Bulan Mati Suri!”

Berimbangcom, Sumedang – Setelah sekian lama mati suri akibat larangan study tour di Jawa Barat, pelaku usaha wisata akhirnya bisa sedikit bernapas lega. Bupati Sumedang Dony Ahmad Munir mengambil langkah berbeda dengan membuka kembali izin kegiatan wisata edukatif dalam lingkup provinsi.

Kebijakan ini menuai apresiasi dari berbagai pihak, termasuk Ketua Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata (Asita) Sumedang, Iyan Sofyan Hady.

“Kebijakan Pak Bupati ini menjadi angin segar bagi kami pelaku usaha pariwisata yang sempat mati suri selama berbulan-bulan,” ujar Iyan, Kamis (24/7/2025).

Meski masih mengacu pada Surat Keputusan Gubernur Jawa Barat yang bersifat imbauan, kebijakan daerah ini memperbolehkan pelaksanaan study tour tanpa unsur paksaan dan hanya untuk wilayah Jawa Barat.

Sebelumnya, larangan study tour oleh Pemprov Jabar membuat banyak pelaku wisata kelimpungan. Iyan menilai langkah Bupati Sumedang sebagai bentuk keberpihakan terhadap sektor yang sangat terdampak pandemi dan pembatasan kegiatan pelajar.

“Ini mencerminkan bahwa Pemda masih peduli terhadap kelangsungan hidup pelaku wisata, apalagi saat ini angka pengangguran juga meningkat di Jabar,” tegas Iyan.

Ia berharap agar kegiatan MICE (Meeting, Incentive, Convention, Exhibition) juga kembali dilonggarkan, bukan hanya untuk sekolah, tetapi juga untuk dinas-dinas pemerintah.

Soal polemik study tour yang kerap dianggap membebani orangtua, Iyan menegaskan bahwa pelaku wisata telah menjalankan skema subsidi silang bagi siswa tidak mampu.

“Tinggal pengawasan dan komunikasi saja. Pelarangan bukan solusi,” katanya.

Iyan pun berharap Gubernur Jawa Barat bisa mengevaluasi SK larangan tersebut dan memberi kelonggaran bagi kabupaten/kota yang ingin mengatur kebijakannya sendiri.

“Semoga SK Gubernur bisa dicabut agar pelaku wisata tak terus dirugikan. Kita ini justru bisa jadi penopang ekonomi daerah kalau diberi ruang,” tutup Iyan.***

Daerah

Darah Mengalir di Ceramah Rizieq Shihab: Ormas Islam Bentrok, 5 Luka Akibat Senjata Tajam

PEMALANG, Berimbangcom – Malam pengajian bulan Muharam yang seharusnya berlangsung khusyuk mendadak berubah menjadi arena kekerasan, Rabu (22/7/2025). Acara ceramah yang menghadirkan eks pimpinan Front Pembela Islam (FPI), Habib Muhammad Rizieq Shihab, di Desa Pegundan, Petarukan, Pemalang, Jawa Tengah, pecah bentrok antara dua kelompok ormas Islam.

Dua organisasi massa—Perjuangan Walisongo Indonesia Laskar Sabilillah (PWI-LS) dan Front Persatuan Islam (FPI)—terlibat dalam keributan berdarah yang menyebabkan lima orang terluka, diduga akibat sabetan senjata tajam.

Massa Datang untuk Membubarkan

Ketegangan bermula ketika ratusan massa PWI-LS mendatangi lokasi ceramah. Meski polisi sudah melakukan pengamanan, beberapa orang dari massa penolak acara tersebut berhasil menyusup dan melempari area pengajian dengan batu.

“Saya lihat massa berbaju putih-putih yang disebut FPI mengejar mereka yang baju hitam—katanya dari PWI. Suasananya kacau, bentroknya sekitar 15 menit,” ujar Ahmad (50), warga yang menyaksikan langsung peristiwa itu.

Rizieq: 5 Orang Jadi Korban, Harus Diproses Hukum

Dalam ceramahnya, Rizieq Shihab mengecam keras aksi penyerangan itu dan mendesak aparat menindak tegas pelaku kekerasan.

“Saya sampaikan ke Pak Kapolres dan Pak Dandim, ada lima korban luka akibat senjata tajam, dan saya minta semuanya diproses hukum, tidak boleh ada pembiaran,” tegas Rizieq di atas panggung ceramahnya.

Surat mobilisasi massa sempat beredar luas di kalangan internal PWI-LS. Dalam dokumen itu, Pimpinan Daerah PWI-LS Pemalang meminta seluruh kader dari Jawa Tengah dan Jawa Barat untuk turun dan menghadang kehadiran Rizieq.

Polisi Masih Bungkam, Korban Dirawat Intensif

Hingga berita ini diturunkan, pihak kepolisian belum memberikan keterangan resmi terkait total korban dan identitas pelaku. Seluruh korban luka saat ini dirawat di RS Siaga Medika Pemalang dalam pengawasan ketat tenaga medis.

Kondisi keamanan di lokasi sempat mencekam hingga dini hari. Warga setempat berharap kejadian serupa tidak terulang, apalagi mengingat masih hangatnya gesekan antar kelompok Islam yang berbeda pandangan.


Perkembangan terbaru akan terus kami pantau. Tetap ikuti Berimbangcom untuk informasi akurat dan berani mengungkap fakta.***

 

Daerah

Larang Study Tour, Dedi Mulyadi Dituding Bikin PO Bus di Depok Rugi dan PHK 50% Karyawan

Berimbangcom, Depok – Kebijakan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang melarang kegiatan study tour di lingkungan sekolah menuai polemik. Salah satu dampaknya kini mulai terasa: Perusahaan Otobus (PO) pariwisata di Kota Depok terpaksa melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap separuh karyawannya akibat anjloknya pendapatan.

Rachmat, pemilik PO Smindo Trans, mengungkapkan bahwa omzet perusahaannya turun drastis hingga 50 persen. Sebelum adanya larangan, armadanya bisa melayani perjalanan wisata sekolah hampir setiap hari dalam sebulan. Namun sejak kebijakan diberlakukan, jumlah hari operasional menurun signifikan.

“Biasanya kami bisa jalan 20 sampai 25 hari dalam sebulan. Sekarang maksimal hanya 15 hari, itu pun sebagian dari Jakarta, bukan Jabar,” ujar Rachmat, Kamis (24/7/2025).

Menurutnya, dampak paling berat adalah ancaman PHK massal. Saat ini, perusahaan tengah merencanakan pengurangan karyawan hingga 50 persen, meliputi divisi marketing, operasional, hingga sopir dan teknisi.

“Kami berusaha bertahan, tapi kondisi keuangan tidak bisa menutup biaya operasional. Apalagi modal kami dari pinjaman bank, yang sampai sekarang belum ada keringanan,” jelasnya.

Rachmat menilai, larangan total atas kegiatan study tour bukanlah langkah bijak. Ia menyarankan seharusnya sekolah diberi keleluasaan untuk memilih, bukan dipaksa untuk berhenti total.

“Kebijakan seperti ini tidak ramah terhadap pelaku usaha kecil. Mestinya bukan melarang, tapi memberi pilihan. Study tour, field trip, atau wisata edukasi itu kan juga bagian dari proses belajar,” tegasnya.

Kebijakan Dedi Mulyadi sebelumnya mendapat sorotan karena dinilai berangkat dari semangat efisiensi dan keselamatan siswa. Namun, pelaku usaha dan sebagian orang tua menilai larangan itu terlalu ekstrem dan berdampak domino terhadap sektor ekonomi, khususnya transportasi wisata.

Dampak Ekonomi dan Sosial

Tak hanya di Depok, pengusaha bus di wilayah lain Jawa Barat disebut mengalami penurunan omzet serupa. Kondisi ini mengancam keberlangsungan usaha kecil-menengah yang bergerak di bidang transportasi pariwisata.

Rachmat berharap, pemerintah daerah bersedia membuka ruang dialog untuk mencari solusi win-win.

“Kami tidak ingin menentang, hanya ingin didengar. Kebijakan ini membuat kami terjepit antara aturan dan kebutuhan hidup,” pungkasnya.

Red

Daerah

Dampak Larangan Study Tour Dedi Mulyadi, Pengusaha Bus Menjerit: “Ini Lebih Parah dari Covid-19”

BANDUNG, BERIMBANGCOM — Kebijakan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang melarang kegiatan study tour sekolah mulai Mei 2025, kini menuai protes besar-besaran dari pelaku usaha sektor pariwisata. Dalam aksi yang digelar Senin (21/7/2025) di depan Gedung Sate, puluhan bus diparkir sebagai bentuk perlawanan simbolik terhadap aturan yang dinilai mematikan ekonomi rakyat kecil.

Aksi yang diinisiasi oleh Solidaritas Pekerja Pariwisata Jawa Barat ini diikuti oleh ratusan pengusaha bus, tour leader, agen travel, hingga pelaku UMKM. Mereka menuntut Gubernur mencabut Surat Edaran Nomor 45/PK.03.03/KESRA, khususnya poin yang melarang kegiatan karyawisata sekolah.

“Ini lebih parah dari masa Covid-19. Saat pandemi, masih ada bantuan. Sekarang? Nol order, nol pendapatan,” ujar Herdi Sudarja, koordinator aksi dan pengelola bus pariwisata.


Hidup Rakyat Tergencet, Ekonomi Cibaduyut Kolaps

Bukan hanya pengusaha bus yang terdampak. Mamat Tango (50), pelaku UMKM di kawasan Cibaduyut, menyebut banyak toko sepatu dan cinderamata yang tutup akibat sepinya wisata edukatif pelajar.

“Kalau tidak ada pelajar dari study tour, siapa lagi yang belanja di tempat kami? Sekarang karyawan kami sudah banyak yang dirumahkan, bahkan PHK,” ujar Mamat.


Pemandu Wisata Terpaksa Jadi Pekerja Serabutan

Nasib pahit juga dialami Raden Mochtar (49), pemandu wisata asal Cirebon. Setelah 15 tahun menggantungkan hidup dari pariwisata, kini ia harus mencari kerja serabutan demi menyambung hidup.

“Serabutan ke mana-mana, yang penting bisa makan. Istri kerja setengah hari seminggu cuma tiga kali. Tidak cukup,” keluh Raden.


Minta Gubernur Dedi Tinjau Ulang

Para demonstran mendesak Gubernur Dedi Mulyadi untuk membuka ruang dialog dan meninjau ulang kebijakan tersebut. Menurut mereka, jika alasan larangan adalah keselamatan, maka solusi bukanlah pelarangan total, melainkan pengawasan dan regulasi yang lebih ketat.

“Jangan matikan satu ekosistem ekonomi hanya karena satu kekhawatiran. Kami minta aturan ini dicabut,” tegas Herdi.***

Daerah

LPEM UI Nilai Kebijakan Rombel 50 Siswa di Jabar Tak Tepat Sasaran, Fokus Ideal Justru di SMP

Berimbang.com – Bandung.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat menuai sorotan usai menetapkan batas maksimal jumlah siswa per rombongan belajar (rombel) SMA/SMK negeri menjadi 50 siswa per kelas melalui Keputusan Gubernur Nomor 463.1/Kep.323-Disdik/2025. Kebijakan ini diklaim untuk menekan angka putus sekolah. Namun, Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) menilai kebijakan tersebut tidak tepat sasaran.

Dalam laporan terbarunya, LPEM FEB UI menegaskan bahwa permasalahan utama bukan pada kapasitas total sekolah, melainkan pada ketimpangan spasial dan dominasi sekolah swasta, terutama di jenjang menengah atas. Data mereka menunjukkan sekitar 83 persen SMA dan SMK di Jabar dikelola oleh swasta, sementara proporsi sekolah negeri tergolong rendah di sebagian besar kabupaten/kota.

“Dominasi sekolah swasta ini memengaruhi keadilan akses pendidikan. Siswa dari keluarga kurang mampu berisiko terpinggirkan karena biaya sekolah swasta yang tinggi atau lokasi yang tidak terjangkau,” tulis laporan LPEM FEB UI, Senin (21/7).

Selain itu, kebijakan ini disebut menyimpang dari Permendikbudristek Nomor 47 Tahun 2023, terutama Pasal 8 ayat (2) huruf f, yang mengatur batas ideal jumlah siswa per rombel.

Sekolah Swasta Terancam, Efektivitas SMK Turun

LPEM FEB UI juga mengingatkan bahwa penambahan daya tampung sekolah negeri secara sepihak dapat memperburuk persaingan dengan sekolah swasta yang saat ini saja kesulitan menarik murid. Kondisi ini dikhawatirkan dapat mengancam keberlanjutan banyak sekolah swasta di Jabar.

Dari sisi teknis, LPEM menyebut karakteristik SMA dan SMK berbeda. Jika SMA cenderung homogen dan mampu menampung hingga 34 siswa per kelas, SMK membutuhkan pendekatan berbeda karena banyak mengandalkan pembelajaran praktik.

“Meningkatkan jumlah siswa SMK hingga 50 per kelas berpotensi menurunkan efektivitas pembelajaran, khususnya untuk pelajaran berbasis praktik,” ujar LPEM.

Fokus Seharusnya di Jenjang SMP

LPEM FEB UI menyarankan agar Pemprov Jabar memprioritaskan penambahan kapasitas pada jenjang SMP, bukan langsung di SMA/SMK. Pasalnya, jenjang SMP merupakan titik kritis dalam kesinambungan pendidikan.

“Jika bottleneck terjadi di SMP, maka intervensi di jenjang SMA/SMK akan sia-sia karena banyak siswa sudah tersisih sejak sebelumnya,” tegas laporan tersebut.

Dengan memperkuat akses ke jenjang SMP, pemerintah disebut bisa membangun fondasi pendidikan menengah yang lebih kuat dan inklusif, sehingga dampaknya jauh lebih merata dan berkelanjutan.

Red

Daerah

Wakil Wali Kota Depok Siap Mundur Jika Terbukti Ada Praktik Titip Siswa, Komunitas Arema: Jangan Hanya Gertak Sambal!

Depok, Berimbang.com — Wakil Wali Kota Depok, Chandra Rahmansyah, menyatakan komitmennya untuk mundur dari jabatannya jika terbukti masih ada praktik jual-beli bangku sekolah di wilayah Kota Depok. Pernyataan ini ia sampaikan dalam sebuah video yang kini beredar luas di media sosial.

“Pegang ini janji saya, omongan saya. Kalau nanti setelah kami dilantik, masih ada praktik jual beli bangku sekolah di Kota Depok, maka saya orang pertama yang akan mengundurkan diri sebagai wakil wali kota Depok,” ujar Chandra dalam rekaman video yang diunggah di laman Facebook salah satu warga.

Pernyataan tegas itu sontak menuai perhatian publik, terutama para pemerhati pendidikan. Pasalnya, di tengah musim Sistem Penerimaan Murid Baru ( SPMB), keluhan mengenai praktik “titipan siswa” kembali mencuat. Bahkan, diketahui seorang oknum guru di salah satu Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Depok telah dikenakan sanksi administratif oleh Pemerintah Kota Depok karena terbukti terlibat dalam praktik titip-menitip siswa.

Menanggapi polemik tersebut, Anton Sujarwo, Pembina Komunitas Arek Malang (Arema), turut angkat suara. Ia menilai janji pengunduran diri Chandra Rahmansyah harus dikawal oleh publik dan tidak hanya dijadikan retorika politik semata.

> “Saya mengapresiasi keberanian Chandra Rahmansyah dalam menyatakan sikap. Tapi jangan sampai itu hanya jadi gertak sambal. Kalau memang terbukti ada praktik titip siswa dan jual-beli bangku, ia harus menepati ucapannya,” ujar Anton saat dihubungi Berimbang.com, Rabu (26/6).

Anton menambahkan, praktik titip siswa dan jual-beli bangku adalah bentuk kejahatan pendidikan yang mencederai keadilan bagi siswa lain yang berjuang lewat jalur resmi.

> “Ini bukan hanya soal moral pejabat, tapi soal keadilan sosial. Rakyat kecil yang tidak punya koneksi, jadi korban sistem yang semrawut,” tegasnya.

Pemerintah Kota Depok melalui Dinas Pendidikan menyatakan tengah melakukan evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan SPMB, serta memperkuat pengawasan di tingkat sekolah agar kejadian serupa tidak terulang.

Chandra Rahmansyah belum memberikan keterangan lebih lanjut terkait pernyataan mundur yang ia lontarkan, terutama pasca mencuatnya sanksi terhadap oknum guru yang terlibat praktik titipan siswa. Publik kini menanti, apakah janji itu akan ditepati atau hanya menjadi catatan di dunia maya.

iik