Daerah

Daerah

Study Tour Di Jabar Dibuka Lagi, Pelaku Wisata Sumringah: “Enam Bulan Mati Suri!”

Berimbangcom, Sumedang – Setelah sekian lama mati suri akibat larangan study tour di Jawa Barat, pelaku usaha wisata akhirnya bisa sedikit bernapas lega. Bupati Sumedang Dony Ahmad Munir mengambil langkah berbeda dengan membuka kembali izin kegiatan wisata edukatif dalam lingkup provinsi.

Kebijakan ini menuai apresiasi dari berbagai pihak, termasuk Ketua Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata (Asita) Sumedang, Iyan Sofyan Hady.

“Kebijakan Pak Bupati ini menjadi angin segar bagi kami pelaku usaha pariwisata yang sempat mati suri selama berbulan-bulan,” ujar Iyan, Kamis (24/7/2025).

Meski masih mengacu pada Surat Keputusan Gubernur Jawa Barat yang bersifat imbauan, kebijakan daerah ini memperbolehkan pelaksanaan study tour tanpa unsur paksaan dan hanya untuk wilayah Jawa Barat.

Sebelumnya, larangan study tour oleh Pemprov Jabar membuat banyak pelaku wisata kelimpungan. Iyan menilai langkah Bupati Sumedang sebagai bentuk keberpihakan terhadap sektor yang sangat terdampak pandemi dan pembatasan kegiatan pelajar.

“Ini mencerminkan bahwa Pemda masih peduli terhadap kelangsungan hidup pelaku wisata, apalagi saat ini angka pengangguran juga meningkat di Jabar,” tegas Iyan.

Ia berharap agar kegiatan MICE (Meeting, Incentive, Convention, Exhibition) juga kembali dilonggarkan, bukan hanya untuk sekolah, tetapi juga untuk dinas-dinas pemerintah.

Soal polemik study tour yang kerap dianggap membebani orangtua, Iyan menegaskan bahwa pelaku wisata telah menjalankan skema subsidi silang bagi siswa tidak mampu.

“Tinggal pengawasan dan komunikasi saja. Pelarangan bukan solusi,” katanya.

Iyan pun berharap Gubernur Jawa Barat bisa mengevaluasi SK larangan tersebut dan memberi kelonggaran bagi kabupaten/kota yang ingin mengatur kebijakannya sendiri.

“Semoga SK Gubernur bisa dicabut agar pelaku wisata tak terus dirugikan. Kita ini justru bisa jadi penopang ekonomi daerah kalau diberi ruang,” tutup Iyan.***

Daerah

Darah Mengalir di Ceramah Rizieq Shihab: Ormas Islam Bentrok, 5 Luka Akibat Senjata Tajam

PEMALANG, Berimbangcom – Malam pengajian bulan Muharam yang seharusnya berlangsung khusyuk mendadak berubah menjadi arena kekerasan, Rabu (22/7/2025). Acara ceramah yang menghadirkan eks pimpinan Front Pembela Islam (FPI), Habib Muhammad Rizieq Shihab, di Desa Pegundan, Petarukan, Pemalang, Jawa Tengah, pecah bentrok antara dua kelompok ormas Islam.

Dua organisasi massa—Perjuangan Walisongo Indonesia Laskar Sabilillah (PWI-LS) dan Front Persatuan Islam (FPI)—terlibat dalam keributan berdarah yang menyebabkan lima orang terluka, diduga akibat sabetan senjata tajam.

Massa Datang untuk Membubarkan

Ketegangan bermula ketika ratusan massa PWI-LS mendatangi lokasi ceramah. Meski polisi sudah melakukan pengamanan, beberapa orang dari massa penolak acara tersebut berhasil menyusup dan melempari area pengajian dengan batu.

“Saya lihat massa berbaju putih-putih yang disebut FPI mengejar mereka yang baju hitam—katanya dari PWI. Suasananya kacau, bentroknya sekitar 15 menit,” ujar Ahmad (50), warga yang menyaksikan langsung peristiwa itu.

Rizieq: 5 Orang Jadi Korban, Harus Diproses Hukum

Dalam ceramahnya, Rizieq Shihab mengecam keras aksi penyerangan itu dan mendesak aparat menindak tegas pelaku kekerasan.

“Saya sampaikan ke Pak Kapolres dan Pak Dandim, ada lima korban luka akibat senjata tajam, dan saya minta semuanya diproses hukum, tidak boleh ada pembiaran,” tegas Rizieq di atas panggung ceramahnya.

Surat mobilisasi massa sempat beredar luas di kalangan internal PWI-LS. Dalam dokumen itu, Pimpinan Daerah PWI-LS Pemalang meminta seluruh kader dari Jawa Tengah dan Jawa Barat untuk turun dan menghadang kehadiran Rizieq.

Polisi Masih Bungkam, Korban Dirawat Intensif

Hingga berita ini diturunkan, pihak kepolisian belum memberikan keterangan resmi terkait total korban dan identitas pelaku. Seluruh korban luka saat ini dirawat di RS Siaga Medika Pemalang dalam pengawasan ketat tenaga medis.

Kondisi keamanan di lokasi sempat mencekam hingga dini hari. Warga setempat berharap kejadian serupa tidak terulang, apalagi mengingat masih hangatnya gesekan antar kelompok Islam yang berbeda pandangan.


Perkembangan terbaru akan terus kami pantau. Tetap ikuti Berimbangcom untuk informasi akurat dan berani mengungkap fakta.***

 

Daerah

Larang Study Tour, Dedi Mulyadi Dituding Bikin PO Bus di Depok Rugi dan PHK 50% Karyawan

Berimbangcom, Depok – Kebijakan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang melarang kegiatan study tour di lingkungan sekolah menuai polemik. Salah satu dampaknya kini mulai terasa: Perusahaan Otobus (PO) pariwisata di Kota Depok terpaksa melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap separuh karyawannya akibat anjloknya pendapatan.

Rachmat, pemilik PO Smindo Trans, mengungkapkan bahwa omzet perusahaannya turun drastis hingga 50 persen. Sebelum adanya larangan, armadanya bisa melayani perjalanan wisata sekolah hampir setiap hari dalam sebulan. Namun sejak kebijakan diberlakukan, jumlah hari operasional menurun signifikan.

“Biasanya kami bisa jalan 20 sampai 25 hari dalam sebulan. Sekarang maksimal hanya 15 hari, itu pun sebagian dari Jakarta, bukan Jabar,” ujar Rachmat, Kamis (24/7/2025).

Menurutnya, dampak paling berat adalah ancaman PHK massal. Saat ini, perusahaan tengah merencanakan pengurangan karyawan hingga 50 persen, meliputi divisi marketing, operasional, hingga sopir dan teknisi.

“Kami berusaha bertahan, tapi kondisi keuangan tidak bisa menutup biaya operasional. Apalagi modal kami dari pinjaman bank, yang sampai sekarang belum ada keringanan,” jelasnya.

Rachmat menilai, larangan total atas kegiatan study tour bukanlah langkah bijak. Ia menyarankan seharusnya sekolah diberi keleluasaan untuk memilih, bukan dipaksa untuk berhenti total.

“Kebijakan seperti ini tidak ramah terhadap pelaku usaha kecil. Mestinya bukan melarang, tapi memberi pilihan. Study tour, field trip, atau wisata edukasi itu kan juga bagian dari proses belajar,” tegasnya.

Kebijakan Dedi Mulyadi sebelumnya mendapat sorotan karena dinilai berangkat dari semangat efisiensi dan keselamatan siswa. Namun, pelaku usaha dan sebagian orang tua menilai larangan itu terlalu ekstrem dan berdampak domino terhadap sektor ekonomi, khususnya transportasi wisata.

Dampak Ekonomi dan Sosial

Tak hanya di Depok, pengusaha bus di wilayah lain Jawa Barat disebut mengalami penurunan omzet serupa. Kondisi ini mengancam keberlangsungan usaha kecil-menengah yang bergerak di bidang transportasi pariwisata.

Rachmat berharap, pemerintah daerah bersedia membuka ruang dialog untuk mencari solusi win-win.

“Kami tidak ingin menentang, hanya ingin didengar. Kebijakan ini membuat kami terjepit antara aturan dan kebutuhan hidup,” pungkasnya.

Red

Daerah

Dampak Larangan Study Tour Dedi Mulyadi, Pengusaha Bus Menjerit: “Ini Lebih Parah dari Covid-19”

BANDUNG, BERIMBANGCOM — Kebijakan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang melarang kegiatan study tour sekolah mulai Mei 2025, kini menuai protes besar-besaran dari pelaku usaha sektor pariwisata. Dalam aksi yang digelar Senin (21/7/2025) di depan Gedung Sate, puluhan bus diparkir sebagai bentuk perlawanan simbolik terhadap aturan yang dinilai mematikan ekonomi rakyat kecil.

Aksi yang diinisiasi oleh Solidaritas Pekerja Pariwisata Jawa Barat ini diikuti oleh ratusan pengusaha bus, tour leader, agen travel, hingga pelaku UMKM. Mereka menuntut Gubernur mencabut Surat Edaran Nomor 45/PK.03.03/KESRA, khususnya poin yang melarang kegiatan karyawisata sekolah.

“Ini lebih parah dari masa Covid-19. Saat pandemi, masih ada bantuan. Sekarang? Nol order, nol pendapatan,” ujar Herdi Sudarja, koordinator aksi dan pengelola bus pariwisata.


Hidup Rakyat Tergencet, Ekonomi Cibaduyut Kolaps

Bukan hanya pengusaha bus yang terdampak. Mamat Tango (50), pelaku UMKM di kawasan Cibaduyut, menyebut banyak toko sepatu dan cinderamata yang tutup akibat sepinya wisata edukatif pelajar.

“Kalau tidak ada pelajar dari study tour, siapa lagi yang belanja di tempat kami? Sekarang karyawan kami sudah banyak yang dirumahkan, bahkan PHK,” ujar Mamat.


Pemandu Wisata Terpaksa Jadi Pekerja Serabutan

Nasib pahit juga dialami Raden Mochtar (49), pemandu wisata asal Cirebon. Setelah 15 tahun menggantungkan hidup dari pariwisata, kini ia harus mencari kerja serabutan demi menyambung hidup.

“Serabutan ke mana-mana, yang penting bisa makan. Istri kerja setengah hari seminggu cuma tiga kali. Tidak cukup,” keluh Raden.


Minta Gubernur Dedi Tinjau Ulang

Para demonstran mendesak Gubernur Dedi Mulyadi untuk membuka ruang dialog dan meninjau ulang kebijakan tersebut. Menurut mereka, jika alasan larangan adalah keselamatan, maka solusi bukanlah pelarangan total, melainkan pengawasan dan regulasi yang lebih ketat.

“Jangan matikan satu ekosistem ekonomi hanya karena satu kekhawatiran. Kami minta aturan ini dicabut,” tegas Herdi.***

Daerah

LPEM UI Nilai Kebijakan Rombel 50 Siswa di Jabar Tak Tepat Sasaran, Fokus Ideal Justru di SMP

Berimbang.com – Bandung.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat menuai sorotan usai menetapkan batas maksimal jumlah siswa per rombongan belajar (rombel) SMA/SMK negeri menjadi 50 siswa per kelas melalui Keputusan Gubernur Nomor 463.1/Kep.323-Disdik/2025. Kebijakan ini diklaim untuk menekan angka putus sekolah. Namun, Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) menilai kebijakan tersebut tidak tepat sasaran.

Dalam laporan terbarunya, LPEM FEB UI menegaskan bahwa permasalahan utama bukan pada kapasitas total sekolah, melainkan pada ketimpangan spasial dan dominasi sekolah swasta, terutama di jenjang menengah atas. Data mereka menunjukkan sekitar 83 persen SMA dan SMK di Jabar dikelola oleh swasta, sementara proporsi sekolah negeri tergolong rendah di sebagian besar kabupaten/kota.

“Dominasi sekolah swasta ini memengaruhi keadilan akses pendidikan. Siswa dari keluarga kurang mampu berisiko terpinggirkan karena biaya sekolah swasta yang tinggi atau lokasi yang tidak terjangkau,” tulis laporan LPEM FEB UI, Senin (21/7).

Selain itu, kebijakan ini disebut menyimpang dari Permendikbudristek Nomor 47 Tahun 2023, terutama Pasal 8 ayat (2) huruf f, yang mengatur batas ideal jumlah siswa per rombel.

Sekolah Swasta Terancam, Efektivitas SMK Turun

LPEM FEB UI juga mengingatkan bahwa penambahan daya tampung sekolah negeri secara sepihak dapat memperburuk persaingan dengan sekolah swasta yang saat ini saja kesulitan menarik murid. Kondisi ini dikhawatirkan dapat mengancam keberlanjutan banyak sekolah swasta di Jabar.

Dari sisi teknis, LPEM menyebut karakteristik SMA dan SMK berbeda. Jika SMA cenderung homogen dan mampu menampung hingga 34 siswa per kelas, SMK membutuhkan pendekatan berbeda karena banyak mengandalkan pembelajaran praktik.

“Meningkatkan jumlah siswa SMK hingga 50 per kelas berpotensi menurunkan efektivitas pembelajaran, khususnya untuk pelajaran berbasis praktik,” ujar LPEM.

Fokus Seharusnya di Jenjang SMP

LPEM FEB UI menyarankan agar Pemprov Jabar memprioritaskan penambahan kapasitas pada jenjang SMP, bukan langsung di SMA/SMK. Pasalnya, jenjang SMP merupakan titik kritis dalam kesinambungan pendidikan.

“Jika bottleneck terjadi di SMP, maka intervensi di jenjang SMA/SMK akan sia-sia karena banyak siswa sudah tersisih sejak sebelumnya,” tegas laporan tersebut.

Dengan memperkuat akses ke jenjang SMP, pemerintah disebut bisa membangun fondasi pendidikan menengah yang lebih kuat dan inklusif, sehingga dampaknya jauh lebih merata dan berkelanjutan.

Red

Daerah

Wakil Wali Kota Depok Siap Mundur Jika Terbukti Ada Praktik Titip Siswa, Komunitas Arema: Jangan Hanya Gertak Sambal!

Depok, Berimbang.com — Wakil Wali Kota Depok, Chandra Rahmansyah, menyatakan komitmennya untuk mundur dari jabatannya jika terbukti masih ada praktik jual-beli bangku sekolah di wilayah Kota Depok. Pernyataan ini ia sampaikan dalam sebuah video yang kini beredar luas di media sosial.

“Pegang ini janji saya, omongan saya. Kalau nanti setelah kami dilantik, masih ada praktik jual beli bangku sekolah di Kota Depok, maka saya orang pertama yang akan mengundurkan diri sebagai wakil wali kota Depok,” ujar Chandra dalam rekaman video yang diunggah di laman Facebook salah satu warga.

Pernyataan tegas itu sontak menuai perhatian publik, terutama para pemerhati pendidikan. Pasalnya, di tengah musim Sistem Penerimaan Murid Baru ( SPMB), keluhan mengenai praktik “titipan siswa” kembali mencuat. Bahkan, diketahui seorang oknum guru di salah satu Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Depok telah dikenakan sanksi administratif oleh Pemerintah Kota Depok karena terbukti terlibat dalam praktik titip-menitip siswa.

Menanggapi polemik tersebut, Anton Sujarwo, Pembina Komunitas Arek Malang (Arema), turut angkat suara. Ia menilai janji pengunduran diri Chandra Rahmansyah harus dikawal oleh publik dan tidak hanya dijadikan retorika politik semata.

> “Saya mengapresiasi keberanian Chandra Rahmansyah dalam menyatakan sikap. Tapi jangan sampai itu hanya jadi gertak sambal. Kalau memang terbukti ada praktik titip siswa dan jual-beli bangku, ia harus menepati ucapannya,” ujar Anton saat dihubungi Berimbang.com, Rabu (26/6).

Anton menambahkan, praktik titip siswa dan jual-beli bangku adalah bentuk kejahatan pendidikan yang mencederai keadilan bagi siswa lain yang berjuang lewat jalur resmi.

> “Ini bukan hanya soal moral pejabat, tapi soal keadilan sosial. Rakyat kecil yang tidak punya koneksi, jadi korban sistem yang semrawut,” tegasnya.

Pemerintah Kota Depok melalui Dinas Pendidikan menyatakan tengah melakukan evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan SPMB, serta memperkuat pengawasan di tingkat sekolah agar kejadian serupa tidak terulang.

Chandra Rahmansyah belum memberikan keterangan lebih lanjut terkait pernyataan mundur yang ia lontarkan, terutama pasca mencuatnya sanksi terhadap oknum guru yang terlibat praktik titipan siswa. Publik kini menanti, apakah janji itu akan ditepati atau hanya menjadi catatan di dunia maya.

iik

Daerah

33 SMP Swasta di Depok Kini Gratis! Solusi Gagal Masuk Negeri atau Sekadar Tambal Sulam?

BERIMBANG.COM – Depok | Pemerintah Kota Depok akhirnya merilis program Rintisan Sekolah Swasta Gratis (RSSG) sebagai solusi atas problem klasik: daya tampung SMP negeri yang tak kunjung cukup menampung lulusan SD tiap tahunnya.

Sebanyak 33 sekolah swasta resmi bergabung dalam program ini, ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara Pemkot Depok dan yayasan sekolah masing-masing.

“Ini bentuk komitmen kami agar tak ada anak Depok yang putus sekolah karena tidak lolos negeri atau tidak sanggup bayar sekolah swasta,” ujar Wali Kota Depok, Supian Suri, dalam konferensi pers, Selasa 24 Juni 2025.

Tambal Sulam atau Solusi Sistemik?

Meski tampak menjanjikan, program ini memunculkan pertanyaan: apakah ini solusi jangka panjang atau hanya penambal kebocoran sistem pendidikan di tingkat dasar?

Faktanya, masalah daya tampung sekolah negeri di Depok sudah berlangsung selama bertahun-tahun. Setiap tahun, ribuan siswa gagal masuk sekolah negeri akibat kuota terbatas dan sistem zonasi yang menyisakan banyak polemik.

Kini, Pemkot berharap 2.500 siswa kelas VII bisa tertampung di sekolah swasta lewat skema gratis ini. Biaya operasionalnya ditanggung pemerintah, namun kualitas tetap menjadi tanggung jawab sekolah dan yayasan pengelola.

“Monitoring dan evaluasi berkala akan kami lakukan untuk memastikan mutu dan pemerataan,” kata Supian lagi.

Daftar 33 SMP Swasta Gratis di Depok

Berikut daftar lengkap sekolah swasta yang tergabung dalam program RSSG:

1. SMPIT Darul Barokah (Jatimulya)

2. SMP Gelora Depok (Grogol)

3. SMP Pelita Dua Depok (Pancoran Mas)

4. SMPIT Al-Yusufiyah (Pengasinan)

5. SMP Islam Al Hasanah (Pancoran Mas)

6. SMP Tarbiyah Islamiyah (Beji)

7. SMP Tirta Jaya (Tirta Jaya)

8. SMP Islam Nusantara (Pancoran Mas)

9. SMP Bina Adzkia (Serua)

10. SMP Islam Cakra Nusantara (Limo)

11. SMPIT As Shof (Kalimulya)

12. SMP Sholihin (Cilangkap)

13. SMP Islam Nurul Hayat (Bojong Pondok Terong)

14. SMP Islam Darul Quran (Bedahan)

15. SMPIT Al Muawwanah (Cimpaeun)

16. SMP La Royba Islamic School (Grogol)

17. SMPIT Misbaahussuduur (Jatimulya)

18. MTs Yayasan Ponpes Depok

19. SMP Cahaya Bangsa Nurul Huda (Tapos)

20. SMP Permata (Pancoran Mas)

21. SMP Islam Hidayatul Islam (Pasir Putih)

22. SMP 20 Mei Raudlatussaadah (Tugu)

23. SMPIT Maulana Abbasyiah (Bojong Pondok Terong)

24. SMP Fajar Plus (Cipayung)

25. SMP PGRI Depok Jaya

26. SMP Islam Arrihlah (Duren Seribu)

27. SMPIT Darus Sholihin (Bedahan)

28. SMP Tunas Bangsa (Kalibaru)

29. MTs Al Hidayah Arco (Duren Seribu)

30. SMP Musa Bhakti (Pengasinan)

31. SMP Karya Putra Bangsa (Cimpaeun)

32. SMP Said Yusuf (Rangkapan Jaya Baru)

33. SMP Hidayatul Athfal (Cinere)

 

Menjawab Kesenjangan atau Mengandalkan Swasta Lagi?

Program ini disebut sebagai langkah awal pemerataan pendidikan berkualitas, namun tak sedikit yang menilai bahwa pemerintah masih terlalu bergantung pada pihak swasta ketimbang memperluas sekolah negeri.

“Kalau terus-menerus swasta yang disuruh menyerap siswa, kapan sekolah negeri dibangun lagi? Jangan sampai negara lepas tangan hanya karena swasta mau diajak kerja sama,” kata seorang pengamat pendidikan lokal yang enggan disebutkan namanya.

Meski demikian, kehadiran sekolah gratis tetap membawa harapan bagi banyak keluarga yang tak mampu membayar biaya pendidikan.

“Yang penting anak saya sekolah, gratis, dan kualitasnya bagus,” ujar Dian, orang tua siswa asal Cimpaeun.

Harapan pun kini bertumpu pada pelaksanaan dan pengawasan program ini agar tak sekadar jadi proyek populis jelang tahun politik.

iik

Daerah

Koperasi Merah Putih: Membangun Ekonomi Rakyat dari Bawah

DEPOK, BERIMBANGCOM – Di tengah meningkatnya ketimpangan ekonomi dan dominasi pasar oleh korporasi besar, Koperasi Merah Putih hadir sebagai jawaban nyata atas kebutuhan masyarakat untuk membangun kekuatan ekonomi secara kolektif, adil, dan mandiri.

Koperasi ini tidak hanya dimaknai sebagai instrumen ekonomi, tetapi juga sebagai gerakan sosial yang menempatkan manusia sebagai aktor utama pembangunan. Hal ini disampaikan oleh Praktisi Koperasi dan Founder BMT Al Azhari, H. Acep Azhari, saat ditemui pada Kamis (12/06/2025).

“Koperasi Merah Putih mengambil nilai-nilai luhur bangsa: solidaritas, kejujuran, tanggung jawab, dan cinta tanah air sebagai fondasi dalam menggerakkan potensi masyarakat, dari bawah, oleh rakyat, dan untuk rakyat,” ungkapnya.

Dampak Koperasi di Tingkat Lokal

Koperasi Merah Putih yang dibentuk di level kelurahan membawa sejumlah manfaat nyata bagi warga:

Pemberdayaan Ekonomi Warga
Membuka peluang UMKM dan akses permodalan mikro secara lebih adil.

Kemandirian dan Ketahanan Sosial
Mengurangi ketergantungan warga terhadap lembaga eksternal dan memperkuat jaringan sosial.

Pendidikan Ekonomi dan Literasi Keuangan
Melalui pelatihan dan edukasi berkala, koperasi membentuk budaya menabung dan investasi sehat.

Distribusi Kesejahteraan Merata
SHU (Sisa Hasil Usaha) dibagi secara adil, sebagai upaya mengatasi ketimpangan lokal.

Usaha Rakyat yang Relevan di Depok

Sebagai kota penyangga Ibu Kota dengan potensi jasa, perdagangan, dan industri rumahan, Koperasi Merah Putih menawarkan model usaha yang disesuaikan dengan kondisi warga Depok, seperti:

Koperasi Konsumen (toko sembako dan UMKM warga)

Kuliner & Catering Warga (usaha masakan rumahan)

Jasa & Teknologi (servis motor, laundry, digital kreatif)

Pendidikan & Pelatihan (bimbel dan pelatihan wirausaha)

Marketplace Lokal (agen penjualan online produk warga)

Gerakan Ekonomi dari Akar Rumput

Menurut Acep, koperasi bukan hanya alternatif, melainkan harus menjadi arus utama dalam pembangunan ekonomi yang berkeadaban dan inklusif. “Mari bergabung, berkontribusi, dan menjadi bagian dari perubahan. Dari warga, oleh warga, untuk warga,” pungkasnya.

Daerah

Gaji Dicicil Seperti Kredit Panci, Karyawan PT Arga Manik di Karawang Mengeluh

BERIMBANG.com, Karawang — Sejumlah karyawan PT Arga Manik, perusahaan subkontraktor yang beroperasi di wilayah Karawang Jawa Barat, mengeluhkan sistem pembayaran gaji yang tidak normal dalam dua bulan terakhir. Gaji yang seharusnya dibayarkan penuh setiap bulan, justru dicicil hingga empat kali dalam sebulan dengan jumlah yang tidak menentu.

“Gaji pokok saya Rp6 juta, tapi selama dua bulan ini dicicil. Kadang sejuta dua minggu, kadang satu setengah juta. Seperti kredit panci,” ujar salah satu karyawan tetap yang tidak mau disebutkan namanya, telah bekerja selama delapan bulan. Sabtu (31/5/2025) melalui telepon seluler.

Menurutnya, pencicilan gaji ini berlaku untuk seluruh karyawan, baik staf tetap maupun harian lepas. Ia menyebut alasan yang diberikan perusahaan adalah karena tersendatnya pembayaran dari pihak BUMN yang menjadi mitra mereka.

“Kita ini subkon ke BUMN, dan katanya pembayaran dari sana yang macet,” jelasnya.

Kondisi ini membuat para pekerja kesulitan mengatur keuangan untuk kebutuhan rumah tangga, termasuk biaya sekolah anak. Ia berharap pemerintah, khususnya Pemerintah Provinsi Jawa Barat, bisa ikut memperhatikan nasib pekerja seperti dirinya.

“Harapannya ke depan jangan kayak gini lagi. Kita di rumah butuh makan, anak sekolah, bayar cicilan. Kalau gaji dicicil, hidup makin berat,” ujarnya.

PT Arga Manik sendiri belum memberikan keterangan resmi terkait kondisi tersebut. Namun, berdasarkan keterangan pekerja, pembayaran gaji dua bulan sebelumnya dibayar normal tetapi dua bulan setelahnya sampai sekarang pembayaran tidak normal alias macet.

Efendi

Daerah

Camat Sawangan Tanggapi Keluhan Pedagang UMKM di Lebaran Depok: “Ada yang Gratis, Ada yang Berbayar”

BERIMBANG.com, Depok – Camat Sawangan, Anwar Nasihin, yang juga merupakan panitia kegiatan Lebaran Depok di Alun-Alun Grand Depok City (GDC), menanggapi keluhan sejumlah pedagang UMKM terkait biaya sewa tenda dalam kegiatan tersebut. Menurutnya, tidak semua pelaku UMKM dikenai biaya sewa.

Baca Juga : UMKM Depok Merugi di Lebaran Depok 2025, Soroti Sewa Tenda dan Ketimpangan Fasilitas

“Pedagang UMKM di Alun-Alun Depok ada yang gratis dan ada juga yang berbayar,” ujar Anwar melalui sambungan WhatsApp kepada Berimbang.com. Rabu. (21/5/2025).

Ia menjelaskan bahwa tenda-tenda gratis disediakan oleh Dinas Koperasi dan UMKM Kota Depok, sementara tenda berbayar dikelola oleh komunitas UMKM yang ada di wilayah tersebut.

Anwar merinci, harga sewa tenda yang dikelola komunitas berkisar antara Rp700 ribu hingga Rp1,5 juta untuk penggunaan selama empat hari. “Satu tenda yang agak besar bisa digunakan untuk dua sampai tiga pedagang,” jelasnya, menekankan bahwa sistem berbagi tenda tersebut bertujuan untuk meringankan beban biaya.

Lebih lanjut, Anwar juga membantah bahwa semua pedagang merugi selama acara. “Saya ngobrol langsung dengan sejumlah pedagang di sana, dan banyak yang justru meraup keuntungan besar,” katanya.

Anwar juga menyampaikan bahwa kegiatan ini tidak melibatkan pihak event organizer (I.O). “Itu pakai komunitas saja, nggak ada I.O.,” tegasnya.

Sebagai penutup, ia berharap ke depan penyelenggaraan kegiatan serupa bisa lebih memperhatikan kondisi daya beli masyarakat dan kemampuan ekonomi pelaku UMKM. “Agar kegiatan ini bisa terus berjalan dengan inklusif dan berkelanjutan,” pungkasnya.

Efendi