Kasus Blokir SHM Kliennya, Adzan Laporkan PPAT ke MPPD: Klarifikasi Tak Sesuai Fakta
BERIMBANG.com – Advokat Mohammad Adzan SH, MH, MKn, selaku kuasa hukum pemilik lahan sertipikat di Cijayanti menolak pernyataan pengantar Notulen klarifikasi yang dibuat Badan Pertanahan Nasional, Kantor Pertanahan (BPN Kantah) Kabupaten Bogor.
Adzan sapaannya, menerima surat pengantar notulen klarifikasi, pada kamis 20 Januari 2022, ia menunjukan surat itu, sedangkan dalam surat pengantar notulen ditulis tertanggal 14 Januari 2022.
Dia mengaku pada (17/1) mendatangi Kantah, notulen tersebut belum usai dibuat. “Aneh ini, saya kesini (Kantah Kabupaten Bogor) kamis (20/1), karena saya ditelpon kemarin (rabu 19/1), tapi biarlah saya ikut prosedurnya,” katanya. kepada berimbang.com Kamis (20/1/2022).
Keterangan notulen tertulis, menurut Adzan tidak sesuai dengan ungkapan pada fakta pertemuan klarifikasi, pada Kamis 13 Januari 2022, “Salah satunya point pengakuan pihak Desa (Cijayanti) yang diundang BPN berbeda dengan yang tertulis,” ujarnya.
Tidak puas dengan hal itu, Adzan berada di Kantah meminta rekaman pertemuan klarifikasi pada (13/1) di ruang rapat BPN Kantah Kabupaten Bogor, namun tidak membuahkan hasil alias ditolak pihak BPN, “Ada apa, ini menjadi sebuah pertanyaan besar buat saya, selaku Lawyer,” ucapnya.
“Rekaman itu bukti dukung bagi saya, ketika saya minta copian rekaman itu gak dikasih, malah disuruh bersurat untuk meminta rekaman itu, alasannya itu dokumen BPN,” kata Adzan. Lalu ia bergegas berangkat mengajak wartawan menemui Sekretaris Desa (Sekdes) dikantor Desa Cijayanti, (20/1).
Keterangan Sekdes Cijayanti, Komarudin membantah bahwa dirinya mengatakan eks Kepala Desa telah meninggal dunia, “Saya bilang (eks) Endang Sekdesnya yang meninggal,” terang Komarudin yang akrab disapa Omay, Kamis (20/1/2022).
“Saya ungkap ni pernyataan Sekdes tertulis disurat, ‘kepala desa lama sudah meninggal,’ saya klarifikasi ulang ke Sekdes pernyataan itu dan saya rekam, Sekdes tidak mengatakan itu dalam fakta klarifikasi, mantan Kades itu masih hidup kok,” terang Adzan.
Selanjutnya cerita Adzan, dua sumber keterangan yang tertulis di notulen yang meminta membuat AJB (Akta Jual Beli) 2014 dan kliennya, kata dia, salah persepsi menurut logika hukum, “Bisa membuat notulen gak itu orang BPN (Kabupaten Bogor),” ujarnya.
“Keterangan klien saya tidak lengkap ditulis dalam notulen,” terang Adzan, “Pernyataan klien saya yang tidak mengetahui adanya AJB 2014, kok tidak ditulis dalam notulen,” katanya, “Saya sangat keberatan, dan saya diminta membuat surat keberatan oleh pihak BPN,” katanya, “Akan saya buat,”
“Saya mempertanyakan dengan cara apa AJB 2012 berpindah tangan ke Saudari (inisial In), sedangkan klien saya tidak pernah melakukan jual beli apalagi menandatangan AJB 2014,” ungkap Adzan, “Harusnya BPN menanyakan itu ke pihak PPAT yang membuat AJB 2014,”
Adzan menyimpulkan akar masalah sebenarnya sederhana, “Dalam pembuatan AJB itu menurut peraturan wajib hadir penjual dan pembeli yang disaksikan dihadapan PPAT. Lah ini klien saya gak tau,” ujarnya,
“Poin benang merahnya, itu AJB 2014 kok ada, atas dasar apa? Sesuai aturan hukum atau akal-akalan,” tegas Adzan.
Melengkapi ketidakpuasan, Adzan menduga ada pelanggaran kode etik Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), ia melayangkan surat melaporkan ke Majelis Pembina dan Pengawas Daerah (MPPD) PPAT, agar memeriksa pejabat yang membuat AJB tahun 2014 itu sesuai Peraturan menteri nomor 2 tahun 2018 tentang pembinaan dan pengawasan PPAT
Kasus bermula, lahan SHM klien Adzan diklaim oleh dasar AJB tahun 2014, kemudian pihak BPN Kantah Kabupaten Bogor memblokir lahan SHM klien Adzan, atas dasar itu.
(Tengku Yusrizal)