Dedi Mulyadi Pulangkan 641 Kepala Sekolah ke Kampung Halaman, Format Baru Pendidikan Jabar Dimulai
BANDUNG — Sebanyak 641 kepala sekolah di Jawa Barat resmi dilantik dan sebagian besar di antaranya dipulangkan ke kampung halaman masing-masing. Kebijakan ini menjadi langkah baru Pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam menata sistem pendidikan berbasis kedekatan wilayah dan budaya lokal.
Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Jawa Barat, Purwanto, menjelaskan bahwa rotasi dan promosi kepala sekolah kali ini diarahkan agar para pendidik dapat bertugas lebih dekat dengan domisilinya.
“Total ada 641 kepala sekolah yang baru dilantik, gabungan antara rotasi dan promosi. Yang promosi ada 215 orang,” ujar Purwanto, dikutip Rabu (29/10).
Menurutnya, pendekatan ini diambil untuk memperkuat koneksi emosional antara kepala sekolah dengan lingkungan sosial tempat mereka mengajar. Meski sebagian besar telah ditempatkan sesuai kabupaten asal, masih ada sejumlah kecil kepala sekolah yang belum bisa kembali karena keterbatasan formasi.
“Beberapa daerah seperti Sukabumi sudah penuh, jadi ada yang sementara ditempatkan di kabupaten tetangga,” jelas Purwanto.
Kebijakan ini disebut sebagai implementasi langsung visi Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi, yang ingin memastikan setiap kepala sekolah memahami karakter wilayah dan masyarakatnya.
“Pak Gubernur ingin kepala sekolah lebih dekat dengan daerahnya, agar keputusan pendidikan lebih berpihak pada kebutuhan lokal,” tambahnya.
Sementara itu, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menegaskan bahwa rotasi kali ini merupakan langkah konkret reformasi tata kelola pendidikan. Ia menyebut pola lama—yang menempatkan kepala sekolah jauh dari tempat tinggalnya—tidak lagi relevan.
“Kepala sekolah harus mengabdi di wilayahnya sendiri. Kalau tinggalnya di kabupaten itu, ya mengajar di situ. Jangan sampai ada kepala sekolah lintas kabupaten,” tegas Dedi.
Menurut Dedi, efisiensi dan kedekatan sosial menjadi dua kunci utama peningkatan mutu pendidikan di Jawa Barat. Ia berharap kebijakan ini dapat menciptakan iklim pendidikan yang lebih manusiawi dan berbasis kearifan lokal.***
