Penulis: admin berimbang

Jelajah Desa

KANNI dan YLBH Pendekar Bersatu, Siap Gugat Desa yang Tutup Data APBDes

BERIMBANG.com, Bogor — Sejumlah desa di Kabupaten Bogor dalam waktu dekat akan menghadapi gugatan hukum terkait dugaan pelanggaran keterbukaan informasi publik. Gugatan itu bakal diajukan oleh dua lembaga advokasi hukum, Komite Advokasi Hukum Nasional Indonesia (KANNI) Kabupaten Bogor dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBH) Pendekar.

Ketua KANNI Kabupaten Bogor, Haidy Arsyad, dan Ketua YLBH Pendekar, Hendra Sudrajat, menyatakan tekadnya untuk membawa kasus tersebut ke Komisi Informasi Provinsi Jawa Barat. “Kami tidak tinggal diam melihat ketertutupan pengelolaan APBDes. Ini uang rakyat, dan rakyat berhak tahu,” kata Haidy kepada Tempo, Jumat, 20 Juni 2025.

Pernyataan itu ia sampaikan usai bertemu Hendra Sudrajat di kantor YLBH Pendekar, Cigombong. Pertemuan berlangsung santai namun penuh tekanan moral terhadap praktik birokrasi desa yang dinilai tertutup dan tidak akuntabel.

Resisten Terhadap Permintaan Data

Menurut Haidar sapaan akrab Hendra banyak pemerintah desa di wilayah Cigombong yang enggan merespons permintaan informasi, khususnya dokumen pertanggungjawaban APBDes tahun anggaran 2022 hingga 2024.

“Kami sudah mengirimkan surat permintaan informasi sesuai prosedur. Tapi tidak ada jawaban. Ini pelanggaran terhadap Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik,” ujar Haidar.

Haidy menambahkan, selain menggugat ke Komisi Informasi, pihaknya tengah menyiapkan laporan hukum lanjutan bila ditemukan indikasi penyalahgunaan anggaran.

Edukasi Hukum sebagai Langkah Awal

KANNI dan YLBH Pendekar tak hanya berencana menggugat. Keduanya juga sepakat meningkatkan kesadaran hukum masyarakat desa. Mereka akan menyelenggarakan penyuluhan hukum dan literasi publik tentang hak warga dalam mengakses informasi pemerintah.

“Kita tidak hanya bergerak secara represif, tapi juga preventif. Masyarakat harus tahu, dana desa bukan milik pribadi kepala desa,” kata Haidar.

Pertemuan kedua lembaga ini dinilai sebagai momentum penting dalam mengawal transparansi desa, terutama di tengah maraknya sorotan publik terhadap pengelolaan anggaran daerah.***

“Kami ingin tata kelola desa berjalan bersih dan terbuka. Bukan hanya slogan, tapi gerakan nyata,” pungkas Haidy.

Berita Utama

Kemacetan Sawangan Kian Brutal, Pemerintah Daerah Dinilai Lamban Tangani Ledakan Mobilitas

Depok, Berimbang.com — Kemacetan di Jalan Raya Sawangan, Kota Depok, kian menggila terutama saat akhir pekan. Warga menyebut kondisi ini bukan sekadar macet rutin, tetapi telah berubah menjadi mimpi buruk berkepanjangan yang tak kunjung disentuh solusi nyata oleh pemerintah.

Barbot (48), seorang warga sekaligus pengendara motor, menggambarkan kemacetan Sawangan sebagai “siksaan panjang yang dimulai sejak Jumat sore hingga malam Minggu”. Menurutnya, arus kendaraan meningkat tajam setiap akhir pekan karena tingginya mobilitas warga menuju kawasan wisata dan pusat perbelanjaan.

“Kalau hari kerja, masih bisa terurai. Tapi Sabtu-Minggu dari jam 9 pagi sampai 10 malam jalanan padat terus. Rasanya kayak terjebak di kota mati,” keluh Barbot saat ditemui di lokasi, Senin (16/6/2025).

Keluhan senada datang dari Jafar (42), pengemudi asal Bojongsari, yang harus menghabiskan hingga dua jam hanya untuk mencapai Simpang Parung Bingung.

“Antrean ke tol Depok-Antasari jadi biang macet. Begitu masuk tol, lancar. Tapi sebelum itu, semua kendaraan tersendat parah,” ujarnya.

Infrastruktur Tak Berkutik di Tengah Ledakan Hunian

Para warga menyoroti ketimpangan antara pertumbuhan kawasan hunian dengan pelebaran jalan yang stagnan selama lebih dari satu dekade. Dengan makin banyaknya perumahan baru dan akses menuju tol, volume kendaraan tumbuh liar sementara lebar jalan tetap sempit dan tidak manusiawi.

“Bayangkan saja, hunian terus dibangun tiap tahun, tapi lebar jalan tetap kayak 2010. Gimana enggak meledak macetnya?” kata Barbot geram.

Di Mana Pemerintah?

Warga mempertanyakan peran Pemerintah Kota Depok maupun Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang seolah abai terhadap perencanaan transportasi jangka panjang. Tidak tampak upaya serius dalam bentuk pelebaran jalan, pembuatan jalur alternatif, atau pembatasan pembangunan kawasan hunian yang sudah jenuh.

“Pemerintah terkesan sibuk menjual izin proyek perumahan, tapi melupakan dampaknya ke lalu lintas. Kami yang jadi korban setiap akhir pekan,” kritik Jafar.

Kemacetan yang terus memburuk ini juga membawa dampak ekonomi dan sosial, dari bahan bakar yang terbuang, hingga stres dan penurunan produktivitas masyarakat.

Solusi Masih di Atas Kertas

Hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi dari Dinas Perhubungan Kota Depok maupun pemerintah provinsi terkait rencana penanganan konkret di kawasan Sawangan. Warga berharap masalah ini tidak lagi dianggap sebagai “konsekuensi urbanisasi” belaka, melainkan sebagai krisis infrastruktur yang harus segera ditangani.

iik

Opini

Lowongan Sekda Depok dan Ilusi Transparansi Birokrasi”

Oleh : Juli Efendi

BERIMBANG.com, Depok – Pemerintah Kota Depok baru saja membuka seleksi terbuka untuk jabatan strategis Sekretaris Daerah (Sekda). Di atas kertas, ini adalah bagian dari komitmen terhadap reformasi birokrasi dan profesionalisme aparatur sipil negara. Namun, jika dicermati lebih dalam, pengumuman ini justru mengundang banyak tanda tanya: benarkah seleksi ini murni terbuka dan kompetitif, atau hanya menjadi ajang formalitas untuk melegitimasi calon tertentu yang telah “disiapkan” sejak awal?

Pada hari pertama pembukaan seleksi, tak satu pun pendaftar yang masuk. Ini bukan sekadar masalah waktu atau kesiapan dokumen para kandidat. Ini gejala yang bisa dibaca sebagai sinyal kuat ketidakpercayaan terhadap proses itu sendiri. Jika benar proses ini terbuka dan adil, mengapa tak ada antusiasme? Apakah karena para ASN senior sudah mafhum siapa yang akan dipilih? Ataukah karena syarat-syarat yang ditetapkan begitu eksklusif sehingga menutup peluang bagi banyak ASN kompeten dari luar lingkaran kekuasaan?

Syarat seperti pangkat minimal IV/b, pengalaman dua tahun di jabatan Eselon IIb, serta sederet dokumen teknis yang harus dipenuhi—dari LHKPN hingga surat rekomendasi PPK—seolah menjadi benteng administratif yang sulit ditembus. Ini menciptakan kesan bahwa hanya segelintir orang yang bisa masuk dalam radar seleksi. Bahkan beberapa pihak bisa menilai, persyaratan ini sengaja disusun agar sesuai dengan profil calon tertentu yang sudah “dipesan”.

Lebih ironis lagi, proses seleksi ini dilakukan di tengah publik yang semakin skeptis terhadap birokrasi daerah yang cenderung elitis dan eksklusif. Di banyak tempat, termasuk Depok, jabatan Sekda bukan hanya posisi administratif, tetapi juga posisi strategis yang menentukan arah kebijakan pemerintah kota. Jika yang terpilih hanyalah “orang dalam” atau mereka yang sekadar loyal pada wali kota, maka yang dikorbankan adalah profesionalisme, integritas, dan yang paling penting: kepentingan publik.

Harus diakui, proses seleksi jabatan tinggi kerap hanya menjadi formalitas hukum belaka. Digelar terbuka, diumumkan di media, disertai syarat teknis yang lengkap, namun pada akhirnya hanya menjadi dekorasi demokrasi di atas panggung kekuasaan yang sudah ditentukan arahnya. Tidak sedikit kasus di mana panitia seleksi hanyalah stempel legalitas, bukan penjaga objektivitas.

Kita tidak sedang menuduh, tetapi publik berhak curiga. Karena kepercayaan pada proses pemerintahan tidak dibangun dengan kata-kata, melainkan dengan transparansi dan integritas nyata. Jika Pemerintah Kota Depok benar-benar ingin membangun tata kelola yang bersih dan meritokratis, maka sudah saatnya membuktikan bahwa jabatan Sekda ini memang diperebutkan secara sehat, bukan dibagikan secara diam-diam.

Tanpa itu, pengumuman ini hanya akan menjadi bagian dari rutinitas birokrasi yang kehilangan makna. Reformasi birokrasi hanyalah ilusi, dan publik hanya akan menjadi penonton dari panggung yang naskahnya sudah ditulis jauh sebelum audisi dimulai.

Bogor

Perumda Tirta Pakuan Belum Bentuk PPID, Laporan Penggunaan Anggaran Dipertanyakan

BERIMBANG.com, Depok  – Sidang perdana sengketa informasi publik di Komisi Informasi Provinsi Jawa Barat antara dua warga Bogor, Billy Adhiyaksa dan Haidy Arsyad, melawan Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Tirta Pakuan Kota Bogor mengungkap fakta mengejutkan.

Hingga kini, badan usaha milik daerah tersebut belum membentuk Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID).

Sidang yang digelar Rabu (20/5/2025) ini menjadi bagian dari proses penyelesaian sengketa informasi publik sebagaimana diatur dalam Peraturan Komisi Informasi (Perki) Nomor 1 Tahun 2021 tentang Standar Layanan Informasi Publik, khususnya Pasal 50 hingga 54.

Majelis Komisioner membuka sidang dengan agenda pemeriksaan legal standing. Hasilnya, Majelis menyatakan Billy dan Haidy sah sebagai Pemohon karena memenuhi syarat formil dan materiil sesuai Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP).

Setelah menetapkan keabsahan para pihak, Majelis mulai menghitung tenggat penyelesaian sengketa sebagaimana ketentuan Pasal 50 Perki 1/2021.

Kuasa hukum Termohon, Arafat Nasrullah, S.H., M.H., menolak memberikan informasi yang diminta Pemohon. Ia berdalih, dokumen yang diminta menyangkut strategi internal dan teknis perusahaan, sehingga termasuk kategori informasi yang dikecualikan.

“Informasi ini masuk dalam pengecualian sesuai Pasal 17 UU KIP,” kata Arafat di hadapan Majelis Komisioner.

Namun, Haidy Arsyad menegaskan bahwa informasi yang mereka minta berkaitan langsung dengan pelayanan publik dan pengelolaan dana APBD di lingkungan BUMD.

“Ini dana publik. Sudah seharusnya dibuka kepada masyarakat,” tegas Haidy usai sidang.

Billy Adhiyaksa menambahkan bahwa badan publik tidak boleh menutup akses informasi tanpa melalui mekanisme yang sah.

“Jika informasi itu memang dikecualikan, lakukan uji konsekuensi sebagaimana diatur Pasal 19 ayat (2) UU KIP,” tandasnya.

Dalam sidang terungkap bahwa Perumda Tirta Pakuan belum memiliki PPID. Fakta ini muncul saat Majelis menanyakan langsung kepada Termohon, dan kuasa hukum mengakui bahwa belum ada penunjukan resmi.

Padahal, Pasal 6 ayat (1) Perki 1/2021 mewajibkan setiap badan publik membentuk dan menetapkan PPID untuk menyelenggarakan layanan informasi publik.

Ketiadaan PPID menunjukkan lemahnya kepatuhan badan publik terhadap ketentuan dasar UU KIP.

Komisioner Husni Mubarok sempat memimpin proses mediasi. Namun, mediasi gagal karena kedua pihak tetap bersikukuh pada pendiriannya.

“Karena tidak tercapai kesepakatan, perkara ini kami lanjutkan ke tahap ajudikasi non litigasi,” ujar Husni dalam sidang.

Sebelum masuk tahap pembuktian, Majelis memerintahkan Termohon untuk menyampaikan hasil uji konsekuensi secara tertulis.

Perintah ini sesuai ketentuan Pasal 21 Perki Nomor 1 Tahun 2021 dan wajib dipenuhi jika badan publik mengklaim suatu informasi sebagai dikecualikan.

Sengketa ini membuka tabir lemahnya implementasi keterbukaan informasi di tubuh BUMD. Ketiadaan PPID dan tidak adanya uji konsekuensi menjadi indikator minimnya komitmen Perumda Tirta Pakuan terhadap prinsip transparansi dan akuntabilitas publik.

Komisi Informasi Provinsi Jawa Barat dijadwalkan menetapkan waktu sidang ajudikasi dalam waktu dekat.

Gugatan Billy dan Haidy sekaligus menjadi pengingat bagi masyarakat untuk terus mengawasi kinerja badan publik, khususnya dalam penggunaan dana negara, serta mendorong penerapan regulasi keterbukaan informasi secara konsisten dan menyeluruh.**

Jelajah Desa

6 Tahun Diduga Edarkan Obat Ilegal, Warga Curiga Ada Pembiaran Sistematis

BERIMBANG.com, Sukabumi – Sebuah warung di kawasan Griya Benda Asri, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, bikin heboh. Diduga keras menjual obat ilegal jenis Tramadol, warung ini tetap leluasa beroperasi meski sudah enam tahun berjalan.

Ironisnya, lokasi warung hanya sepelemparan batu dari Kantor Desa Benda. Warga pun mulai bertanya-tanya: ada apa dengan aparat dan pemerintah desa?

“Ini warung sudah lama jualan Tramadol, semua orang tahu. Tapi nggak pernah ditindak. Polisi ke mana aja?” ujar seorang warga, Kamis (12/6/2025).

Warung tersebut juga tercatat sering berpindah tempat, namun selalu kembali buka dengan aktivitas yang sama. Dugaan pembiaran pun menyeruak, mulai dari level Polsek hingga ke Mabes Polri.

“Semua seolah tutup mata. Jangan-jangan memang ada yang main mata,” ucap warga lain dengan nada kecewa.

Warga juga menyoroti sikap Kepala Desa yang dinilai pasif meski lokasi warung begitu dekat. Mereka mencurigai ada unsur kelalaian atau bahkan keterlibatan.

Padahal, penjualan Tramadol tanpa izin merupakan pelanggaran berat yang diatur dalam Undang-Undang Kesehatan. Pelaku bisa dipidana hingga bertahun-tahun.

Namun hingga berita ini ditulis, belum ada tindakan nyata dari aparat terkait. Masyarakat mendesak penegak hukum turun tangan dan menindak tegas praktik ilegal ini.

“Kalau dibiarkan, ini bisa jadi preseden buruk. Jangan sampai hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas,” pungkas warga.

(Nurma)

Daerah

Koperasi Merah Putih: Membangun Ekonomi Rakyat dari Bawah

DEPOK, BERIMBANGCOM – Di tengah meningkatnya ketimpangan ekonomi dan dominasi pasar oleh korporasi besar, Koperasi Merah Putih hadir sebagai jawaban nyata atas kebutuhan masyarakat untuk membangun kekuatan ekonomi secara kolektif, adil, dan mandiri.

Koperasi ini tidak hanya dimaknai sebagai instrumen ekonomi, tetapi juga sebagai gerakan sosial yang menempatkan manusia sebagai aktor utama pembangunan. Hal ini disampaikan oleh Praktisi Koperasi dan Founder BMT Al Azhari, H. Acep Azhari, saat ditemui pada Kamis (12/06/2025).

“Koperasi Merah Putih mengambil nilai-nilai luhur bangsa: solidaritas, kejujuran, tanggung jawab, dan cinta tanah air sebagai fondasi dalam menggerakkan potensi masyarakat, dari bawah, oleh rakyat, dan untuk rakyat,” ungkapnya.

Dampak Koperasi di Tingkat Lokal

Koperasi Merah Putih yang dibentuk di level kelurahan membawa sejumlah manfaat nyata bagi warga:

Pemberdayaan Ekonomi Warga
Membuka peluang UMKM dan akses permodalan mikro secara lebih adil.

Kemandirian dan Ketahanan Sosial
Mengurangi ketergantungan warga terhadap lembaga eksternal dan memperkuat jaringan sosial.

Pendidikan Ekonomi dan Literasi Keuangan
Melalui pelatihan dan edukasi berkala, koperasi membentuk budaya menabung dan investasi sehat.

Distribusi Kesejahteraan Merata
SHU (Sisa Hasil Usaha) dibagi secara adil, sebagai upaya mengatasi ketimpangan lokal.

Usaha Rakyat yang Relevan di Depok

Sebagai kota penyangga Ibu Kota dengan potensi jasa, perdagangan, dan industri rumahan, Koperasi Merah Putih menawarkan model usaha yang disesuaikan dengan kondisi warga Depok, seperti:

Koperasi Konsumen (toko sembako dan UMKM warga)

Kuliner & Catering Warga (usaha masakan rumahan)

Jasa & Teknologi (servis motor, laundry, digital kreatif)

Pendidikan & Pelatihan (bimbel dan pelatihan wirausaha)

Marketplace Lokal (agen penjualan online produk warga)

Gerakan Ekonomi dari Akar Rumput

Menurut Acep, koperasi bukan hanya alternatif, melainkan harus menjadi arus utama dalam pembangunan ekonomi yang berkeadaban dan inklusif. “Mari bergabung, berkontribusi, dan menjadi bagian dari perubahan. Dari warga, oleh warga, untuk warga,” pungkasnya.

Jelajah Desa

Memperingati Hari Jadi Bogor ke-543, Kecamatan Jonggol Gelar “Kecamatan Expo” Meriah dan Inklusif

BERIMBANG.com, Bogor  — Dalam rangka memperingati Hari Jadi Bogor (HJB) ke-543, Kecamatan Jonggol menyelenggarakan “Kecamatan Expo Jonggol” yang melibatkan partisipasi aktif dari seluruh desa, termasuk Desa Bendungan. Acara yang berlangsung meriah ini menjadi ajang promosi potensi lokal, pelibatan UMKM, hingga pelayanan publik langsung kepada masyarakat.

Baca juga: Apdesi Jonggol Teken MoU dengan Posbakumdes, Dorong Penguatan Bantuan Hukum Untuk Desa

Kepala Desa Bendungan , Hj Nemi Nuraeni, mengungkapkan bahwa keterlibatan desa dalam kegiatan ini tidak hanya sebagai bentuk partisipasi simbolik, namun juga menjadi ruang aktualisasi ekonomi kerakyatan. 

“Ada 14 desa yang menampilkan UMKM unggulan masing-masing. Selain itu, kami juga menghadirkan layanan kesehatan kreatif seperti cek darah dari RSUD Cileungsi dan pelayanan administrasi seperti perpanjangan dokumen,” ungkapnya di sela-sela acara. Kamis (12/6/2025).

Baca juga: DPC APDESI Kabupaten Bogor Peduli Bencana Dan Berbagi Bersama

Menurut Hj Nemi, kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan ekonomi masyarakat serta memperkenalkan kuliner khas desa. 

“Harapannya, masyarakat tidak hanya mendapat hiburan, tapi juga bisa lebih mengenal kekayaan kuliner lokal dari tiap desa,” tambahnya.

Expo ini juga dimeriahkan dengan berbagai penampilan seni budaya serta bazar produk lokal. Setelah seremoni pembukaan, pengunjung tampak antusias mengikuti berbagai stan layanan maupun pertunjukan yang disiapkan panitia.

Pemerintah Kecamatan Jonggol menyatakan bahwa kegiatan ini akan menjadi agenda tahunan yang diharapkan mampu menjadi penggerak ekonomi mikro sekaligus mempererat kebersamaan antarwarga desa.

iik

Berita Utama

Kinerja 100 Hari Supian-Chandra Disorot, Warga Depok Tagih Janji Kampanye: “Bebas Banjir, Bebas Macet, Mana Buktinya?”

BERIMBANG.com, Depok – Genap 100 hari Wali Kota Supian Suri dan Wakil Wali Kota Chandra Rahmansyah menjabat, publik mulai angkat suara. Survei terbaru dari Lembaga Studi Visi Nusantara menunjukkan bahwa tingkat kepuasan masyarakat Depok terhadap kepemimpinan keduanya hanya berada di angka 39,05 persen. Artinya, mayoritas warga—sebesar 60,95 persen—masih belum puas dengan arah pemerintahan saat ini.

Sorotan paling tajam datang dari sektor ketenagakerjaan. Sebanyak 91 persen responden menilai tidak ada perubahan berarti dalam penyediaan lapangan kerja. Janji-janji kampanye tentang penciptaan pekerjaan dinilai belum nyata di lapangan.

Tak hanya itu, tata kelola pemerintahan dan keterbukaan informasi turut dikritik. 72,62 persen warga merasa pemerintahan belum bersih dan akuntabel, sementara 64,62 persen menilai akses terhadap informasi publik masih minim.

Ketua DPD Golkar Depok: Warga Tak Mau Lagi Dibodohi dengan Janji

Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat sekaligus Ketua DPD Golkar Kota Depok, Farabi El Fouz Arafiq, angkat bicara tegas. Ia menilai janji kampanye bukan hanya slogan politis, tetapi kontrak moral antara pemimpin dan rakyat.

“Bisa kita lihat, warga menginginkan bebas banjir, bebas macet, dan bebas biaya sekolah, baik di SD negeri maupun swasta. Itu semua adalah janji wali kota dan wakilnya. Tapi realisasinya? Apakah ini 50 persen bebas atau 100 persen bebas?” ujar Farabi saat ditemui dalam acara Idul Adha di Kantor DPD Golkar Depok.

Farabi juga mengingatkan bahwa masyarakat kini tak hanya menilai proses, tapi juga menuntut hasil. Pelayanan publik yang nyata dan menyentuh kehidupan sehari-hari adalah ukuran keberhasilan, bukan sekadar narasi pembangunan.

“Kewenangan hukum dan wawasan harus dijalankan. Semuanya harus bergerak demi kepentingan masyarakat. Silakan semua program dijalankan, tapi pengawasan DPRD wajib diperkuat agar arah pembangunan tak melenceng,” tegasnya.

Kini, bola panas ada di tangan Supian-Chandra. Dalam situasi kepercayaan publik yang mulai goyah, mampukah mereka bergerak cepat dan mengembalikan harapan warga? Ataukah 100 hari pertama ini hanya menjadi awal dari kekecewaan panjang?

iik

Berita Utama

DPRD Depok Desak Tindakan Tegas atas Pungli Bangunan Liar di Jalan Juanda

BERIMBANG.com, Depok — Anggota DPRD Kota Depok dari Fraksi PKS, Bambang Sutopo, menegaskan bahwa praktik pungutan liar (pungli) terkait bangunan liar di sepanjang Jalan Juanda merupakan bentuk korupsi yang harus dihentikan dan diusut tuntas.

Baca juga: Fakta Mengejutkan Terungkap: Dugaan Pungli di Lahan Pertagas dan Tol Cijago, Kwitansi Berstempel K3D Jadi Sorotan

Ia menyatakan bahwa pungli merusak tata ruang kota dan mencederai kepercayaan publik. “Pungli bukan sekadar pelanggaran administrasi, tapi tindakan koruptif yang merugikan masyarakat,” ujar Bambang, Senin (9/6).

Bambang mendorong:

Pembentukan tim pengawasan terpadu dari Satpol PP, Dinas PUPR, DLH, dan aparat kepolisian.

Audit menyeluruh terhadap dana dan retribusi di kawasan Juanda.

Pelaporan publik yang aman melalui hotline dan sistem daring.

Kampanye publik seperti #StopPungliJuanda dan edukasi di forum warga.

Sebagai langkah jangka panjang, DPRD mengusulkan penataan ulang kawasan Juanda, termasuk trotoar, ruang publik, dan bangunan, dengan pengawasan legislatif yang lebih ketat.

“Kami ingin penegakan perda bersifat proaktif demi tata kota yang berkelanjutan dan bersih dari pungli,” pungkas HBS, sapaan akrabnya.**

Berita Utama

Fakta Mengejutkan Terungkap: Dugaan Pungli di Lahan Pertagas dan Tol Cijago, Kwitansi Berstempel K3D Jadi Sorotan

Keterangan Foto : Suasana Audensi pedagang jalan Juanda raya di Markas KODIM Depok. 3/6/25. ( Foto : Ist).

BERIMBANG.com, Depok – Fakta mengejutkan mencuat dalam audiensi antara para pedagang dan pelaku usaha yang memanfaatkan lahan di Jalan Juanda Raya dan lahan Pertagas, dengan sejumlah instansi pemerintah dan aparat penegak hukum. Pertemuan yang digelar oleh Kodim 0508/Depok di Makodim Depok, Selasa (3/6), memunculkan dugaan praktik pungutan liar (pungli) berkedok sewa lahan yang melibatkan oknum pengurus Komunitas Kampung Kita Depok (K3D).

Baca juga: Puluhan Bangunan Liar di Lahan Pertamina Depok Disewakan Oknum K3D, Pemkot Dinilai Tutup Mata

Dalam audiensi yang turut dihadiri pemilik usaha kambing, bengkel mobil, rumah makan, hingga kafe live musik, terungkap bahwa sejumlah pelaku usaha diminta membayar uang sewa kepada oknum K3D, dengan nominal mencapai Rp80 juta. Bukti berupa kwitansi berstempel K3D dan ditandatangani Ketua K3D berinisial HF pun ditunjukkan.

Salah seorang pengusaha bengkel, Aris, mengaku menyetor Rp80 juta kepada seseorang bernama Haris yang mengaku sebagai bagian dari K3D. Uang tersebut disebut berasal dari atasannya, Nugroho, pemilik Bengkel Auto Raja. Tujuannya agar usaha mereka tidak digusur dari lahan milik negara yang mereka tempati.

“Iya, saya bayar Rp80 juta ke Pak Haris dari K3D,” ujar Aris dalam rekaman video yang diputar saat audiensi.

Menanggapi hal ini, perwakilan dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Depok, Richard, menyatakan bahwa dari sisi hukum, kasus ini telah memenuhi unsur tindak pidana. “Kalau kita lihat secara kasat mata, sudah ada peristiwa hukumnya. Tinggal apakah korbannya bersedia melapor atau tidak,” jelasnya.

Sementara itu, Ketua K3D berinisial HF saat dikonfirmasi wartawan, tak membantah peranannya. Namun ia mengklaim hanya menjalankan perintah dari pihak tertentu. “Saya hanya menjalankan tugas, disuruh menagih saja. Uangnya saya setorkan. Kalau nanti saya dipanggil Pertamina Gas, Kodim, dan Pj Sekda, akan saya ungkap siapa yang menyuruh saya,” tegasnya.

Audiensi ini turut dihadiri perwakilan dari Polres Metro Depok, Satpol PP, dan sejumlah instansi lainnya. Dugaan praktik pungli yang terorganisir ini kini menunggu tindak lanjut aparat penegak hukum dan menjadi sorotan masyarakat Kota Depok.**