Penulis: admin berimbang

Depok

Aspal Jalan Menuju Jatijajar Estate Diduga Dikerjakan Asal-asalan, Warga Desak PUPR Depok Kaji Ulang

DEPOK – Proyek pengaspalan jalan dari depan Jalan Raya Bogor menuju Perumahan Jatijajar Estate menuai sorotan tajam masyarakat. Pekerjaan yang didanai anggaran sekitar Rp1,7 miliar tersebut diduga dikerjakan tidak sesuai spesifikasi teknis dan terkesan asal-asalan.

Sejumlah warga menilai ketebalan aspal yang diklaim 4 sentimeter tidak sesuai dengan fakta di lapangan. Selain itu, proses pemadatan aspal disebut hanya menggunakan mesin gilas berukuran kecil, yang dinilai tidak layak untuk jalan utama dengan lalu lintas kendaraan roda dua dan roda empat yang cukup padat.

Tokoh Masyarakat Depok, TB Toto, menyampaikan kekhawatirannya terhadap mutu dan daya tahan hasil pekerjaan tersebut. Menurutnya, metode kerja yang diterapkan berpotensi mengurangi kekuatan lekat aspal dan mempercepat kerusakan jalan.

“Dari pengamatan kami di lapangan, ketebalan aspal yang disebut 4 cm itu patut dipertanyakan. Proses gilasannya pun hanya memakai mesin kecil. Ini kan jalan raya, bukan jalan gang yang hanya dilalui motor,” ujar TB Toto kepada wartawan belum lama ini di lokasi proyek.

Ia menegaskan, dengan nilai proyek mencapai miliaran rupiah, seharusnya pekerjaan dilakukan sesuai standar teknis, baik dari sisi ketebalan lapisan, jenis material, maupun alat berat yang digunakan.

“Kalau mutu pekerjaan seperti ini, tidak ada jaminan ketahanan jalan. Dalam waktu singkat bisa rusak, dan yang dirugikan tentu masyarakat,” tambahnya.

Atas kondisi tersebut, TB Toto bersama masyarakat setempat mengimbau Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Depok untuk segera melakukan pengkajian ulang dan evaluasi menyeluruh terhadap proyek pengaspalan tersebut, termasuk memeriksa kesesuaian spesifikasi dan pelaksanaan di lapangan.

Ia juga memperingatkan, apabila tidak ada pembenahan dari pihak kontraktor maupun Dinas PUPR Depok, masyarakat tidak akan tinggal diam.

“Jika tidak ada tindakan tegas dan perbaikan, kami akan melaporkan persoalan ini ke pihak penegak hukum. Ini uang negara, harus dikerjakan secara bertanggung jawab,” tegasnya.

Iik

Nasional

Endang Kusumawaty Mengadu ke Tim Reformasi Polri: Diduga Jadi Korban Kriminalisasi Berulang dan Intimidasi Oknum Aparat

Berimbang.com – Kuasa hukum Endang Kusumawaty resmi mengajukan pengaduan dan permohonan perlindungan hukum kepada Tim Reformasi Polri. Langkah ini ditempuh setelah Endang, yang kini ditahan di Lapas Sukamiskin, disebut terus mengalami kriminalisasi dan intimidasi berulang oleh pihak-pihak tertentu yang diduga melibatkan oknum aparat penegak hukum.

Pengaduan tersebut disampaikan melalui surat tertanggal 4 Desember 2025 yang ditandatangani oleh tim hukum Ronny Perdana Manullang dan Rifmi Ramdhani.

Dalam surat itu, tim hukum menegaskan bahwa intimidasi terhadap Endang diduga dilakukan oleh Stelly Gandawidjaja, melalui oknum anggota Polri atau pejabat yang disebut “tidak benar”.

Dualisme Putusan PK yang Janggal

Kasus ini berawal dari laporan Stelly Gandawidjaja soal dugaan penipuan dan penggelapan yang menyeret Endang dan suaminya, Irfan Suryanegara—mantan Ketua DPRD Jawa Barat.

Di tingkat Pengadilan Negeri, keduanya sempat divonis bebas, namun perkara tetap dipaksakan naik hingga Peninjauan Kembali (PK).

Justru pada tingkat PK inilah muncul dua putusan yang bertolak belakang:

  • Putusan PK No. 97:
    • Irfan dihukum 3 tahun penjara.
    • MA menegaskan Irfan tidak terbukti TPPU.
    • Seluruh barang bukti (1–146) diperintahkan dikembalikan kepada pihak yang berhak.
  • Putusan PK No. 113:
    • Endang dihukum 6 tahun penjara.
    • MA menyatakan Endang terbukti TPPU.
    • Barang bukti 1–110 justru diserahkan kepada pelapor.

Perbedaan inilah yang memicu polemik karena menimbulkan ketidakpastian dan diduga membuka celah bagi tindakan sewenang-wenang.

Eksekusi Diduga Melanggar Prosedur

Kuasa hukum menilai jaksa telah melakukan eksekusi sebelum keseluruhan proses PK tuntas. Bahkan, tujuh aset disebut sudah diserahkan kepada pelapor, padahal dalam Putusan PK Irfan, MA memerintahkan seluruh barang bukti dikembalikan kepada pihak yang berhak.

Pelapor kemudian melayangkan somasi terkait sertifikat tanah, yang sesungguhnya:

  • masih bersengketa di tingkat kasasi, dan
  • berdasarkan PK Irfan, harus kembali kepada Endang sebagai nama yang tercantum dalam alas hak.

Namun pelapor kembali membuat laporan polisi terhadap Endang di Bareskrim dengan dugaan penggelapan dan pencucian uang terkait sertifikat tersebut.

Tim hukum menilai laporan ini tidak layak diterima karena permintaan penyerahan sertifikat adalah ranah eksekusi pengadilan atau kejaksaan, bukan perkara pidana.

Dugaan Intimidasi & Pelanggaran KUHAP

Dalam laporannya, kuasa hukum membeberkan dugaan pelanggaran prosedur:

  • Panggilan pemeriksaan tidak disampaikan langsung.
  • Jarak panggilan kurang dari 3 hari, melanggar Pasal 227 KUHAP.
  • SPDP diterbitkan tanpa panggilan kedua atau kesempatan bagi Endang untuk memberi keterangan dengan kuasa hukum.

Desakan SP3 dan Penyelidikan Internal

Untuk melindungi kliennya, kuasa hukum meminta Tim Reformasi Polri untuk:

  • membentuk tim khusus mengusut dugaan pelanggaran,
  • menghentikan penyidikan melalui SP3,
  • serta menindak oknum yang diduga menyalahgunakan kewenangan.

Pengaduan ini juga ditembuskan ke Presiden RI, Komisi III DPR, Kapolri, Propam Polri, Kompolnas, Komnas HAM, hingga Komnas Perempuan sebagai bentuk permintaan pengawasan atas proses hukum yang dinilai sarat kejanggalan.***

Bogor

Ucapan “Warga Tak Bisa Gugat Fasum” Dinilai Menyesatkan, Ahli: Kewenangan Ada di Pemda dan Developer

Bogor – Polemik bangunan konveksi di atas fasilitas umum (fasum) Perumahan Gemilang Lido, Kecamatan Caringin, kembali memanas. Hal ini terjadi setelah muncul pernyataan bahwa warga “tidak akan bisa menggugat fasum”, yang dianggap menyesatkan dan membuat isu makin keruh.

Fasum Belum Diserahterima, Gugatan Memang Bukan Kewenangan Warga

Ahli hukum tata ruang menyebut fasum di perumahan tersebut belum diserahterimakan developer kepada Pemerintah Kabupaten Bogor. Karena itu, secara hukum:

Developer masih bertanggung jawab menjaga fasum sesuai site plan.

Pemkab memiliki kewenangan penuh menertibkan bangunan ilegal.

Pihak yang bisa melakukan gugatan formal hanyalah:

1. Developer, dan
2. Pemerintah Daerah.

“Tapi bukan berarti warga tidak boleh apa-apa. Yang benar, gugatan formal memang kewenangan Pemda dan developer. Warga tetap bisa melapor dan mendesak penindakan,” kata ahli tata ruang.

Warga Tetap Bisa Laporkan Penyerobotan Fasum

Meski tidak dapat menggugat sendiri, warga tetap punya hak penuh untuk:

-Melaporkan penyerobotan fasum
-Mendesak developer menjalankan kewajiban
-Meminta Satpol PP menindak bangunan tanpa izin
-Melapor ke Ombudsman jika ada pembiaran aparat

Warga disebut sebagai pihak yang dirugikan karena fasum merupakan ruang publik.

Konveksi Dianggap Ilegal: Tak Ada IMB, Tak Ada Izin Usaha

Bangunan dua lantai yang digunakan sebagai konveksi dinilai ilegal karena tidak memiliki dokumen wajib, di antaranya:

-Tanpa IMB/PBG
-Tanpa izin usaha konveksi
-Tanpa persetujuan lingkungan

Berdiri di atas lahan yang tercatat sebagai fasum

Pengelola hanya memiliki surat desa, padahal desa tidak berwenang memberikan izin pemanfaatan fasum.

Developer bahkan sudah mengeluarkan Surat Peringatan pada 11 Januari 2016 yang melarang pembangunan di lokasi tersebut.

Pernyataan “Warga Tak Kuat Menggugat” Dinilai Arogan

Beberapa warga menilai narasi bahwa “warga tidak akan mampu menggugat” adalah bentuk arogansi dan upaya mengecilkan suara masyarakat.

“Ini bukan soal kuat atau tidak kuat. Ini soal bangunan ilegal di fasum. Secara hukum, yang menggugat itu developer dan Pemda. Tapi warga tetap berhak melapor dan minta penertiban,” kata salah satu warga.

Warga Minta Pemkab Bertindak Tegas

Warga mendesak pemerintah daerah segera turun tangan. Mereka meminta:

-Satpol PP Kabupaten Bogor melakukan penyegelan
-Camat dan desa memberi laporan resmi
-Developer mengamankan fasum sesuai site plan
-Pemkab menindak bangunan tanpa izin

“Kalau dibiarkan, nanti makin banyak yang merasa bebas membangun di fasum,” ujar warga lainnya.

Kesimpulan

Meski warga tidak bisa menggugat fasum secara formal, mereka tetap memiliki hak untuk melapor, mengawal, dan menuntut penertiban. Isu utama tetap sama: bangunan konveksi berdiri ilegal di atas fasum yang belum diserahterimakan dan seharusnya jadi fasilitas publik.

Yosep Bonang

Jelajah Desa

CSR Bidang Kesehatan, TFJ Muarajaya Gelar Pengobatan Gratis untuk Ratusan Warga

Bogor — Ratusan warga Kampung Nyenang, Desa Muarajaya, Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor, mendapatkan layanan pengobatan gratis dari PT Tirta Fresindo Jaya (TFJ) Plant Muarajaya, bagian dari Mayora Group. Program ini merupakan agenda rutin perusahaan dalam menjalankan tanggung jawab sosial (CSR) di bidang kesehatan.

DH IRGA PT TFJ Plant Muarajaya, Maria Ditriani, mengatakan kegiatan tersebut diikuti sekitar 200 warga dari dua wilayah Rukun Warga (RW). Warga datang dengan beragam keluhan, mulai dari demam, infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), diabetes, kolesterol, hingga penyakit akibat perubahan cuaca.

“Menurut tim medis yang kami libatkan, sebagian penyakit muncul karena cuaca yang tidak menentu. Untuk penyakit seperti diabetes dan hipertensi lebih banyak dipicu pola hidup yang kurang sehat,” ujar Maria, Jumat (5/12).

Factory Manager PT TFJ Muarajaya, Surya Karunia Bhakti, mengingatkan warga untuk menerapkan pola hidup bersih dan sehat (PHBS), terutama memasuki musim hujan yang rawan penyakit.

“Saat musim hujan, risiko DBD meningkat. Karena itu penting menjaga kebersihan lingkungan dan menerapkan PHBS agar terhindar dari wabah,” ujarnya.

Surya menambahkan, selain pengobatan massal, TFJ Muarajaya juga menjalankan sejumlah program CSR lain seperti bedah rumah, bantuan sarana ibadah, fogging, serta program sosial yang telah lama berjalan.

“Manfaat program ini sudah dirasakan warga. Kami berkomitmen terus memberi kontribusi positif bagi masyarakat sekitar,” kata Surya.

Kepala Desa Muarajaya, Awan Hermawan, mengapresiasi konsistensi PT TFJ dalam menjalankan program CSR. Ia menyebut keberadaan program tersebut memberi dampak besar bagi warganya.

“Apresiasi kepada tim CSR perusahaan yang tetap konsisten memberikan perhatian bagi masyarakat kami. Semoga kontribusi ini dapat terus berlanjut,” ucap Awan, yang kini memasuki periode ketiga kepemimpinannya.

Awan juga mengimbau warga meningkatkan kewaspadaan menghadapi musim hujan yang berpotensi menimbulkan bencana seperti banjir dan longsor.

“Tetap waspada dan siaga bencana. Semoga kita semua selalu diberi keselamatan,” pungkasnya.

 

Yosep Bonang

Depok

UPT Pasar Bantah Pungli Sampah, Warga Tetap Bayar? Fakta di Balik Semrawutnya TPS Kemiri Muka

DEPOK — Dugaan pungutan liar (pungli) retribusi sampah di TPS Pasar Kemiri Muka terus bergulir. Namun, UPT Pasar Kemiri Muka dengan tegas membantah terlibat dalam pungli yang disebut-sebut membebani warga Kelurahan Kemiri Muka.

Kepala UPT Pasar Kemiri Muka, Budi Setianto, menegaskan bahwa pihaknya tidak pernah menarik retribusi pengangkutan sampah dari warga, apalagi menerima uang di luar ketentuan.

“Enggak ada. Bisa dipastikan 100 persen kami tidak berurusan dengan itu,” ujarnya dikutip Kompas di kantor UPT, Kamis (4/12/2025).

Retribusi Resmi Hanya untuk Pedagang

Budi menjelaskan bahwa UPT hanya menarik retribusi kebersihan kepada 245 pedagang di dalam area pasar, sebesar Rp 3.500 per hari, sesuai Peraturan Daerah.
Nilainya diperkirakan mencapai Rp 820.000–850.000 per hari, dan langsung disetor ke kas daerah.

“Yang di luar pasar itu PKL, bukan kewenangan kami,” tambahnya.

Iuran Warga Mengalir ke Paguyuban, Bukan UPT

Meski membantah pungli, Budi mengakui bahwa sejumlah RW sempat mengeluarkan iuran Rp 150.000–Rp 200.000 untuk memperbaiki TPS yang rusak.
Namun, uang itu diserahkan ke Paguyuban Pedagang Pasar, bukan ke UPT.

Ia bahkan menunggu arahan Pemkot bila iuran itu dianggap menyalahi aturan.

TPS Pasar Jadi Tampungan Sampah Warga Sejak 2023

Situasi makin rumit karena TPS Pasar Kemiri Muka kini juga menampung limpahan sampah dari warga Kelurahan Kemiri Muka. Kelurahan ini memang tidak memiliki TPS sendiri, sehingga Pemkot Depok meminta UPT menampung sementara.

“Katanya DLHK yang akan bantu angkut. Itu yang pernah disampaikan dulu,” jelas Budi.

Ia menegaskan kembali bahwa retribusi pengangkutan sampah adalah ranah DLHK, bukan UPT pasar.

Pemkot Depok Telusuri Dugaan Pungli

Dugaan pungli pertama kali mencuat setelah Wakil Wali Kota Depok, Chandra Rahmansyah, menerima laporan adanya pungutan dari warga saat meninjau TPS pada 17 November 2025.
Pemkot kini tengah melakukan penelusuran untuk memastikan apakah ada oknum yang memanfaatkan kekosongan TPS warga.**”

Bogor

Begini Penjelasan Kapolsek Bogor Tengah Mengenai Adanya Dugaan Arogansi Saat Pengamanan Aksi KPP Bogor Raya

BERIMBAN.COM, Bogor – Kapolsek Bogor Tengah, Kompol Waluyo, memberikan penjelasan atas opini yang berkembang mengenai dugaan sikap arogan aparat saat melakukan pengamanan aksi Komunitas Pemuda Peduli (KPP) Bogor Raya di Balai Kota Bogor, Selasa (2/12/2025).

Menurutnya, adanya dugaan arogan tersebut tidak benar dan sangat bertolak belakang dengan fakta di lapangan. Aparat Polri justru hadir untuk mengawal aksi agar berjalan aman dan kondusif.

“Semua prosedur kami lakukan sesuai dengan SOP. Kami berdiri membentuk barikade untuk pengamanan, tidak ada kontak fisik, tidak ada ucapan yang menyinggung. Tapi kok tiba-tiba ada narasi kami arogan,” tegas Waluyo.

“Kami berdiri di dalam area gerbang untuk melakukan pengamanan. Massa aksi telah masuk semua dan kami hanya membentuk barikade sebagai langkah SOP. Tidak ada sentuhan fisik, tidak ada perkataan yang menyinggung,” ujar Waluyo.

Ia mengakui bahwa ada suara provokatif dari massa aksi yang terdengar memerintahkan untuk “menabrak” barikade polisi. Namun aparat memilih bersikap profesional dan tidak terpancing.

“Kami hadir bukan untuk membuat tegang situasi, melainkan untuk memastikan aksi dapat dilaksanakan secara damai. Kalau kami diam tidak berarti kami salah,” tutur Waluyo.

Lebih jauh, Waluyo meminta publik memahami bahwa tugas kepolisian dalam aksi demonstrasi bukan hanya menjaga peserta aksi, tetapi juga melindungi fasilitas negara dan keamanan umum.

“Kami menghormati hak berekspresi dan berpendapat. Tapi itu harus dilakukan dengan tertib dan saling menghargai. Jangan sampai kebebasan satu pihak merugikan masyarakat lainnya,” imbuhnya.

Ia menegaskan bahwa Polri akan tetap konsisten dalam menjalankan mandat sebagai pengayom masyarakat, dan tidak ingin adanya upaya membenturkan polisi dengan rakyat.

“Kami berharap, sama-sama menjaga suasana nyaman. Unjuk rasa berjalan lancar, dan pengamanan juga berjalan baik,” tutupnya.

(NA)

Bogor

Bukan Soal Meja Jahit: Warga Bongkar Dugaan Pelanggaran Berat Konveksi di Fasum Gemilang Lido

Bogor — Polemik keberadaan bangunan konveksi di atas lahan fasilitas umum (fasum) Perumahan Gemilang Lido terus menghangat. Di tengah mengemukanya narasi bahwa konflik dipicu isu seorang pekerja perempuan “digebrak meja jahit” karena bermain ponsel, warga menyatakan bahwa cerita tersebut hanya pengalihan dari persoalan utama: dugaan pendirian bangunan ilegal di area fasum tanpa izin apa pun.

Warga menegaskan bahwa inti masalah bukanlah drama internal pekerja seperti yang beredar.

“Ini bukan perkara julid atau soal istri digebrak meja. Ini soal pelanggaran tata ruang dan pendirian bangunan ilegal di fasum,” ujar salah satu warga, Selasa (2/12/2026).

Isu HP Dinilai Pengalihan: Pekerja Pria Justru Sering Main Judi Online

Beberapa warga bahkan mengungkap bahwa di lokasi konveksi, pekerja pria sering bermain judi online melalui ponsel saat jam istirahat.

“Yang main judi online dari HP juga banyak. Jadi narasi soal istri pekerja itu hanya pengalihan saja,” tambah warga lain.

Masalah Bukan Baru: Catatan Pelanggaran Muncul Sejak 2016

Dokumen yang dihimpun menunjukkan bahwa polemik ini jauh mendahului isu yang viral belakangan. Warga memiliki bukti bahwa:

  • Site plan perumahan menetapkan lahan tersebut sebagai fasum.
  • Surat Peringatan Developer tertanggal 11 Januari 2016 menegaskan larangan pembangunan di lokasi itu.
  • Bangunan konveksi berdiri tanpa IMB/PBG, tanpa izin usaha, dan tanpa izin lingkungan.

Catatan-catatan tersebut terjadi bertahun-tahun sebelum isu “meja jahit” ramai di media sosial.

SPPT 33 m² Tidak Sahkan Pendirian Bangunan di Fasum

Pihak pengelola konveksi diketahui hanya memiliki SPPT seluas 33 meter persegi. Namun warga menegaskan bahwa SPPT bukan bukti kepemilikan tanah dan tidak memberikan legitimasi pendirian bangunan.

“SPPT itu hanya bukti pembayaran pajak, bukan sertifikat. Bangunannya hampir dua lantai dan jelas melebihi luasan itu,” kata seorang perwakilan warga.

Desakan Penertiban: “Fokus Pada Fakta, Bukan Drama”

Warga mendesak pemerintah kecamatan, pemerintah desa, dan Satpol PP untuk segera melakukan penertiban. Mereka menilai isu-isu pribadi pekerja sengaja diciptakan untuk mengaburkan pokok persoalan.

“Ini fasum. Bangunannya tidak punya izin. Pemerintah jangan ikut terbawa drama. Fokus pada aturan,” tegas seorang tokoh warga.

Warga menyatakan siap membawa persoalan ini ke tingkat kabupaten hingga Ombudsman jika tidak ada tindakan tegas dari pihak terkait.

Yosep Bonang
Bogor

Pengguna Fasum Hanya Pegang Surat HGP Tak Sah, Ahli Tegaskan Bangunan Bisa Dibongkar dan Berpotensi Pidana

Bogor — Sengkarut pemanfaatan tanah fasilitas umum (fasum) kembali menyeruak di kawasan permukiman Perumahan gemilang property lido.
Temuan terbaru memperlihatkan sebuah bangunan berdiri di atas fasum hanya berbekal surat hak guna pakai (HGP) yang diduga tidak sah dan tidak diterbitkan oleh pemerintah daerah. Sejumlah ahli pertanahan menyebut praktik ini sebagai bentuk penguasaan ilegal yang membuka peluang penertiban hingga pidana.

Fasum Tidak Boleh Dialihkan atau Dibangun untuk Kepentingan Pribadi

Dalam regulasi perumahan, fasum merupakan aset publik yang wajib diserahkan pengembang kepada pemerintah daerah sebagai prasarana lingkungan. Statusnya tidak dapat dialihkan menjadi hak perseorangan.

Fasum tidak boleh:
Dijual.
Dipindahtangankan.
Dibangun untuk kepentingan pribadi atau komersial.
Diterbitkan hak HGB, HGU, atau HGP atas nama perorangan.

“Tanah fasum tidak mungkin diterbitkan menjadi HGP untuk pribadi, apalagi jika tidak melalui pemerintah daerah. Jika ada yang mengaku memilikinya, dokumennya patut dipertanyakan,” ujar seorang pemerhati hukum pertanahan, Minggu lalu.

HGP Pribadi Dinilai Tidak Sah: Termasuk Perbuatan Melawan Hukum

Berbagai kasus menunjukkan pola yang sama: warga membangun di atas fasum hanya dengan membawa:

Surat keterangan jual beli,
Surat penguasaan fisik,
Surat HGP yang tidak diterbitkan pemerintah,

Izin dari oknum atau kelompok swadaya.

Dokumen-dokumen itu tidak memiliki kekuatan hukum sebagai alas hak. Penguasaan fasum dengan dasar tersebut dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum (PMH) dalam konteks hukum perdata maupun pidana.

Sanksi Administratif: Penyegelan hingga Pembongkaran

Pemerintah daerah memiliki kewenangan menjatuhkan sanksi administratif berdasarkan Perda Tata Ruang dan Perda Bangunan. Satpol PP dapat melakukan:

1. Penghentian total aktivitas
2. Penyegelan bangunan
3. Pembongkaran fisik
4. Denda administratif
5. Pencabutan izin usaha

Sanksi biasanya dijatuhkan jika bangunan berada di fasum, tidak berizin, serta digunakan untuk kepentingan komersial.

Berpotensi Pidana Penyerobotan Tanah dan Penipuan

Selain sanksi administratif, pelaku juga berpotensi terjerat pidana:

1. Penyerobotan Tanah Pasal 385 KUHP

Ancaman: 4 tahun penjara.
Dikenakan jika pelaku mengetahui lahannya merupakan fasum tetapi tetap menguasainya.

2. Penipuan Transaksi Pasal 378 KUHP

Ancaman: 4 tahun penjara.
Dapat digunakan jika terdapat pihak yang menjual fasum seolah tanah tersebut milik pribadi.

Surat Peringatan Developer Jadi Dokumen Kunci

Dalam beberapa perumahan, termasuk kasus yang tengah disorot, terdapat Surat Peringatan (SP) 2016 dari pengembang yang menegaskan larangan membangun di atas fasum. Dokumen itu menjadi bukti bahwa pelanggaran telah diketahui dan ditegur sejak lama.

SP tersebut dapat menjadi dasar kuat bagi kecamatan, Satpol PP, dan pemerintah kabupaten untuk melakukan penertiban.

Kesimpulan: Pengguna Fasum Berstatus Ilegal

Secara hukum, pengguna fasum yang hanya memegang dokumen HGP pribadi dinyatakan:

– Tidak sah
– Tidak memiliki hak atas tanah
– Menguasai fasum secara ilegal
– Bangunannya dapat dibongkar
– Berpotensi dijerat pidana penyerobotan atau penipuan

Pakar menilai pemerintah daerah mesti bergerak cepat agar penyalahgunaan fasum tidak semakin melebar dan merugikan kepentingan publik.

Yosep Bonang

Depok

Roadshow Pengajian Wartawan Depok: Majelis Taklim Balai Wartawan Kian Menguat, Kian Didengar Publik

GROGOL, DEPOK – Demi memperluas syiar kegiatan keagamaan sekaligus memperkuat eksistensi di tengah masyarakat, Majelis Taklim (MT) Balai Wartawan Kota Depok menggelar Roadshow Pengajian Bulanan di Kantor Travel Adeem Tours Kota Depok, Kamis (27/11/2025).

Kegiatan yang dihadiri para pengurus, jamaah, serta jajaran manajemen Adeem Tours ini menghadirkan pembimbing ibadah sekaligus Penasehat Travel Adeem Tours, KH. Fatkhuri Wahmad, MA, sebagai penceramah. Hadir pula Kepala Cabang Adeem Tours Depok, H. Acep Azhari, serta Direktur Operasional, H. Erik Saputra.

Acara dimulai dengan pembacaan sholawat, disusul tahlil dan tahmid yang dipimpin Ustadz Salwani, dan pembacaan doa oleh Ustadz Syahruddin El Fikri.

Ketua MT Balai Wartawan Kota Depok, Adie Rakasiwi, menegaskan bahwa roadshow ini menjadi bagian dari upaya memperkuat silaturahmi antarwartawan dan masyarakat.

“Kami ingin majelis taklim ini menjadi wadah memperkaya spiritualitas dan menjaga kebersamaan dalam meningkatkan keimanan serta ukhuwah,” ujar Adie.

Adie menambahkan, di usia ke-4 tahun, MT Balai Wartawan sudah dikenal di kalangan wartawan dan instansi pemerintahan. Namun melalui roadshow ini, ia berharap keberadaan majelis semakin dekat dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat luas.

“Pengajian wartawan harus lebih dikenal publik, bukan hanya di lingkungan pers dan pemerintahan,” tegasnya.

Sementara itu, H. Acep Azhari mengapresiasi kehadiran MT Balai Wartawan.

“Saya apresiasi kiprah MT Balai Wartawan yang konsisten mengajak wartawan untuk ngaji tiap bulan. Majelis taklim membentuk pribadi yang cerdas dan bertakwa,” ujarnya.

Dalam tausyiah, KH. Fatkhuri Wahmad menekankan pentingnya keseimbangan hidup.

“Manusia menjadi pribadi utuh ketika seimbang antara akal, hati, dan ruhani. Jika hanya condong pada salah satunya, kehidupan akan timpang,” jelasnya.

Ia juga mengingatkan para wartawan untuk tidak menunda ibadah di tengah kesibukan liputan.

“Saat adzan berkumandang, segeralah ambil wudhu dan tunaikan salat. Itu penyeimbang hidup dan pekerjaan,” tutupnya.

(**)

Depok

APBD Depok 2026 Anjlok Rp 342 Miliar: Sektor Layanan Publik Terimbas Pemangkasan

BERIMBANG.COM – Depok.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Depok resmi mengesahkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2026 senilai Rp 4,39 triliun pada rapat paripurna, Kamis (27/11/2025). Angka tersebut menurun tajam dibandingkan APBD 2025 yang mencapai Rp 4,64 triliun, atau berkurang sekitar Rp 342 miliar.

Ketua DPRD Depok, Ade Supriatna, mengungkapkan bahwa penurunan anggaran ini memaksa pemerintah daerah melakukan pemangkasan pada banyak pos belanja.

“Pertama makan minum dipangkas, disederhanakan standar harga. Kemudian perjalanan dinas dikurangi, ATK, hingga kegiatan narasumber BIMTEK juga ikut dipotong,” jelas Ade.

Namun pemangkasan tidak hanya menyasar pos-pos operasional. Program strategis pemerintah seperti Universal Health Coverage (UHC)—yang sebelumnya dijanjikan menyentuh seluruh warga Depok—turut terkena imbas.

Ade menjelaskan, idealnya UHC membutuhkan alokasi Rp 152 miliar. Namun dalam APBD 2026, anggaran yang disiapkan untuk Penerima Bantuan Iuran (PBI) hanya Rp 102 miliar.

“Sehingga level UHC-nya masih cut off. Kita masih harus intervensi lewat anggaran Belanja Tidak Terduga (BTT),” ujar Ade.

Program UHC Depok sendiri dimaksudkan agar seluruh warga—baik peserta BPJS aktif maupun tidak—dapat memperoleh layanan kesehatan gratis. Dengan adanya pemangkasan anggaran, layanan tersebut belum bisa berjalan penuh sesuai rencana.

Keputusan ini membuka pertanyaan publik mengenai efektivitas penataan prioritas anggaran daerah di tengah meningkatnya kebutuhan layanan dasar seperti kesehatan.***