Penulis: admin berimbang

Daerah

Dedi Mulyadi Pulangkan 641 Kepala Sekolah ke Kampung Halaman, Format Baru Pendidikan Jabar Dimulai

BANDUNG — Sebanyak 641 kepala sekolah di Jawa Barat resmi dilantik dan sebagian besar di antaranya dipulangkan ke kampung halaman masing-masing. Kebijakan ini menjadi langkah baru Pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam menata sistem pendidikan berbasis kedekatan wilayah dan budaya lokal.

Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Jawa Barat, Purwanto, menjelaskan bahwa rotasi dan promosi kepala sekolah kali ini diarahkan agar para pendidik dapat bertugas lebih dekat dengan domisilinya.

“Total ada 641 kepala sekolah yang baru dilantik, gabungan antara rotasi dan promosi. Yang promosi ada 215 orang,” ujar Purwanto, dikutip Rabu (29/10).

Menurutnya, pendekatan ini diambil untuk memperkuat koneksi emosional antara kepala sekolah dengan lingkungan sosial tempat mereka mengajar. Meski sebagian besar telah ditempatkan sesuai kabupaten asal, masih ada sejumlah kecil kepala sekolah yang belum bisa kembali karena keterbatasan formasi.

“Beberapa daerah seperti Sukabumi sudah penuh, jadi ada yang sementara ditempatkan di kabupaten tetangga,” jelas Purwanto.

Kebijakan ini disebut sebagai implementasi langsung visi Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi, yang ingin memastikan setiap kepala sekolah memahami karakter wilayah dan masyarakatnya.

“Pak Gubernur ingin kepala sekolah lebih dekat dengan daerahnya, agar keputusan pendidikan lebih berpihak pada kebutuhan lokal,” tambahnya.

Sementara itu, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menegaskan bahwa rotasi kali ini merupakan langkah konkret reformasi tata kelola pendidikan. Ia menyebut pola lama—yang menempatkan kepala sekolah jauh dari tempat tinggalnya—tidak lagi relevan.

“Kepala sekolah harus mengabdi di wilayahnya sendiri. Kalau tinggalnya di kabupaten itu, ya mengajar di situ. Jangan sampai ada kepala sekolah lintas kabupaten,” tegas Dedi.

Menurut Dedi, efisiensi dan kedekatan sosial menjadi dua kunci utama peningkatan mutu pendidikan di Jawa Barat. Ia berharap kebijakan ini dapat menciptakan iklim pendidikan yang lebih manusiawi dan berbasis kearifan lokal.***

Depok

Farabi A Rafiq Ingatkan Wali Kota Depok Jalankan Janji Kampanye: Bebas Macet, Bebas Banjir, Sekolah dan Kuliah Gratis

DEPOK – Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat, Farabi A Rafiq, mengingatkan Wali Kota Depok untuk menepati seluruh janji kampanye yang pernah disampaikan kepada masyarakat, seiring genap setahun masa kepemimpinannya.

Menurut Farabi, penilaian terhadap kinerja Wali Kota saat ini belum bisa diberikan secara menyeluruh karena sejumlah program masih dalam tahap penganggaran untuk tahun berikutnya. Namun demikian, ia menegaskan pentingnya komitmen menjalankan visi dan janji kampanye yang sudah disampaikan kepada publik.

“Saya rasa penilaian belum bisa diberikan karena masih berjalan. Saya hanya titipkan saja visi-misi dan janji-janji yang dulu diberikan: bebas macet, bebas banjir, bebas sekolah, bebas kuliah. Itu dilaksanakan saja dengan baik supaya masyarakat mendapatkan apa yang pernah dijanjikan,” ujar Farabi di Depok saat silaturahmi ke PWI. Kamis (30/10).

Politikus Partai Golkar ini juga menyinggung salah satu isu yang sempat menjadi sorotan, yakni rencana pemindahan lokasi masjid di Jalan Raya Margonda. Farabi menegaskan, jika proyek tersebut sudah melalui proses perencanaan dan penganggaran, maka sebaiknya tetap dijalankan sesuai kesepakatan awal.

“Itu kan sudah dilakukan rapat dari berbagai tingkat hingga akhirnya ada penentuan. Jadi ya, dilaksanakan saja. Kalau sudah dianggarkan, jangan dipindah-pindah,” tegasnya.

Selain itu, Farabi mendorong pemerintah kota agar memperbanyak pembangunan Sekolah Luar Biasa (SLB) dan fasilitas pendidikan lain yang bekerja sama dengan pemerintah provinsi maupun instansi terkait.

“Kita harus membangun sekolah-sekolah seperti SLB, SMA, SMP, sesuai kemampuan keuangan daerah. Bikin sebanyak-banyaknya agar layanan pendidikan makin merata,” tambahnya.

Farabi juga berharap Wali Kota Depok beserta jajarannya dapat menjadi pemimpin bagi seluruh warga, tanpa membeda-bedakan kelompok atau kubu politik.

“Saya berharap Pak Wali Kota menjadi wali kota untuk seluruh rakyat. Tidak ada pecah kanan dan kiri lagi, semua bersatu menuju Depok yang lebih maju,” tuturnya.

Sebagai wakil rakyat, Farabi memastikan Fraksi Partai Golkar akan terus mengawal dan mengawasi jalannya pemerintahan agar visi pembangunan Kota Depok berjalan sesuai arah yang telah dijanjikan.

Iik

Daerah

SMPN 1 Depok Harumkan Nama Kota, Raih Juara 3 Pasanggiri Rampak Sekar 2025 di Pesona Square Mall

DEPOK | BERIMBANG.com – Siswa-siswi SMP Negeri 1 Depok kembali mengukir prestasi gemilang. Dalam ajang Pasanggiri Rampak Sekar Piala Wali Kota Depok 2025 yang digelar di Pesona Square Mall, Selasa (28/10/2025), tim paduan suara Sunda sekolah tersebut sukses meraih Juara 3.

Kompetisi bergengsi yang diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan Kota Depok itu diikuti ratusan pelajar dari berbagai jenjang pendidikan — mulai dari SD/MI, SMP/MTs hingga SMA/SMK/MA se-Jabodetabek. Suasana acara berlangsung meriah dengan suguhan penampilan penuh harmoni dan semangat pelestarian budaya Sunda.

Salah satu wali murid, Anna Aprilia, yang turut mendampingi peserta selama lomba, mengaku haru sekaligus bangga atas capaian tersebut.

“Alhamdulillah, anak-anak dari SMPN 1 Depok meraih juara 3. Saya ikut mendampingi dari awal lomba sampai pengumuman. Senang sekali melihat mereka tampil percaya diri dan kompak di atas panggung,” ujar Anna, penuh haru.

Sementara itu, Kepala Sekolah SMPN 1 Depok, Iip Saripah, M.Pd., memberikan apresiasi tinggi kepada seluruh peserta didik, guru pembimbing, serta orang tua yang telah berperan besar dalam keberhasilan ini.

“Prestasi ini hasil kerja keras bersama. Kami ingin terus menumbuhkan semangat cinta budaya lokal di tengah arus modernisasi. SMPN 1 Depok akan terus berkomitmen menjadi sekolah yang berdaya saing tinggi dan berkarakter,” tuturnya.

Ajang Pasanggiri Rampak Sekar 2025 bukan sekadar perlombaan seni suara, tetapi juga menjadi wadah pelestarian budaya daerah di kalangan generasi muda. Capaian SMPN 1 Depok menjadi bukti nyata bahwa pelajar Depok mampu berprestasi tanpa melupakan akar budaya Sunda yang luhur.***

Jabodetabek

Proyek Rehabilitasi SDN Mekarjaya 13 Depok Rp1,3 Miliar Diduga Abaikan K3, Pekerja Naik Atap Tanpa Helm!

Depok – Berimbang.com
Proyek rehabilitasi dan penataan lingkungan SDN Mekarjaya 13 Kota Depok senilai Rp1.343.050.000 diduga mengabaikan penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).

Pantauan di lapangan, sejumlah pekerja terlihat bekerja di ketinggian tanpa alat pelindung diri (APD) seperti helm, rompi, sepatu safety, dan sarung tangan. Padahal, pekerjaan konstruksi memiliki risiko tinggi yang bisa memicu kecelakaan fatal.

Proyek ini dikerjakan oleh PT Adianko Jaya Abadi dengan jangka waktu pelaksanaan 90 hari kalender.

Seorang warga Mekarjaya berinisial Rc mengaku khawatir melihat para pekerja di atas atap tanpa perlengkapan keselamatan.

“Saya sempat lihat sendiri, mereka naik ke atap tanpa helm atau sabuk pengaman. Ngeri, bisa celaka. Kok seperti tidak ada pengawasan,” ujar Rc saat ditemui di lokasi, Senin (27/10/2025).

Menanggapi hal itu, pelaksana proyek bernama Darwin dari PT Adianko Jaya Abadi mengatakan pihaknya sebenarnya sudah mengingatkan para pekerja agar menggunakan APD.

“Kami sudah instruksikan semua pakai APD. Tapi setelah hujan, mereka kadang lepas karena gerah,” kilahnya.

Padahal, penerapan K3 merupakan kewajiban hukum yang diatur dalam:

  • UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
  • Permenaker No. 5 Tahun 1996 tentang Sistem Manajemen K3
  • Permenaker No. 4 Tahun 1987 tentang Panitia Pembina K3 (P2K3)
  • SKB Menaker dan Men PU No. 174/MEN/1986 & 104/KPTS/1986

Para ahli keselamatan kerja menegaskan, proyek konstruksi wajib memiliki pengawas K3 bersertifikat serta memastikan seluruh pekerja mematuhi standar keselamatan demi mencegah korban jiwa.

Kasus di Depok ini memperlihatkan lemahnya pengawasan lapangan dari pihak kontraktor dan dinas terkait. Jika dibiarkan, hal serupa dapat terulang di proyek pemerintah lainnya.


📍 Fakta Singkat Proyek:

  • Nama Proyek: Rehabilitasi dan Penataan Lingkungan SDN Mekarjaya 13
  • Lokasi: Kota Depok
  • Nilai Anggaran: Rp 1.343.050.000
  • Pelaksana: PT Adianko Jaya Abadi
  • Durasi: 90 Hari Kalender
  • Sumber Dana: APBD Kota Depok (kemungkinan, belum dikonfirmasi)

***

Nasional

Kaca Buram Kekuasaan di Rel Cepat Whoosh: Ketika Proyek Sosial Jadi Ladang Kapital

BERIMBANG.COM — Kolom Editorial

KPK akhirnya turun tangan menyelidiki dugaan mark-up proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung atau Whoosh — proyek kebanggaan pemerintahan Joko Widodo yang sejak awal diselimuti gegap gempita pencitraan dan janji modernitas. Tapi di balik kilau rel baja dan deru kecepatan 350 km/jam itu, tersimpan pertanyaan lama yang belum terjawab: siapa sebenarnya yang menikmati “kecepatan” proyek ini — rakyat, atau segelintir penguasa dan kroninya?


Dari “Simbol Kemajuan” ke Simbol Pemborosan

Proyek Whoosh pernah dijual ke publik sebagai simbol lompatan peradaban. Namun, data yang diungkap Mahfud MD justru membongkar sisi gelapnya.
Biaya pembangunan mencapai 52 juta dolar AS per kilometer, tiga kali lipat dari biaya di Tiongkok yang hanya 17–18 juta dolar AS.

Perbedaan yang begitu mencolok tentu bukan sekadar “biaya sosial”, melainkan alarm keras adanya praktik pemborosan — bahkan dugaan korupsi — yang dikamuflase dengan narasi “pembangunan”.

Mahfud menolak melapor resmi ke KPK, tapi menyebut lembaga itu sudah tahu. Dan kini, KPK akhirnya mengonfirmasi penyelidikan telah dimulai.
Lambat? Ya. Tapi setidaknya, roda hukum mulai bergerak di antara rel kecepatan dan tumpukan utang yang ditinggalkan proyek ini.


Jokowi dan Ilusi “Investasi Sosial”

Presiden Joko Widodo kembali membela proyek ini dengan alasan klasik: bukan untuk cari untung, melainkan investasi sosial.
Pernyataan itu mungkin benar di atas kertas. Tapi di lapangan, utang menumpuk, beban fiskal meningkat, dan masyarakat tetap membayar ongkosnya — lewat pajak, subsidi, dan inflasi tak langsung yang merembes dari setiap proyek raksasa yang tak efisien.

Jika proyek sosial seharusnya meringankan beban rakyat, mengapa justru rakyat yang menanggung beban sosialnya?


KPK di Persimpangan Integritas

Kini, sorotan beralih ke KPK. Apakah lembaga ini akan sekadar “menyelidiki” tanpa hasil, atau berani membuka siapa yang bermain di balik angka-angka fantastis proyek Whoosh?

Publik tahu, proyek ini bukan sekadar soal infrastruktur, tapi soal integritas kekuasaan. Bila KPK sungguh ingin membuktikan diri kembali tajam, inilah ujian paling nyata — membongkar rel kecurangan yang selama ini melaju di bawah nama kemajuan.


Rel Cepat, Akuntabilitas Lambat

Ironi besar pembangunan Indonesia ada di sini: relnya cepat, tapi akuntabilitasnya tertinggal jauh di belakang.
Dan bila benar proyek sosial ini hanya menjadi ladang baru bagi kapital dan kroni politik, maka sejarah akan mencatat Whoosh bukan sebagai kebanggaan bangsa — melainkan monumen keserakahan yang dibangun atas nama kemajuan.


Penulis: Redaksi Berimbang.com

Jakarta

KANNI Gerak Cepat Bangun Kesadaran Hukum Kepala Desa, Dapat Dukungan Langsung Wamendes

JAKARTA — Komite Advokasi Hukum Nasional Indonesia (KANNI) terus menunjukkan komitmennya dalam memperkuat kesadaran hukum di tingkat akar rumput. Pada Kamis (23/10/2025), organisasi ini mendapat kesempatan khusus memaparkan program advokasi hukum bagi kepala desa di hadapan Wakil Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Wamendes PDTT), Ahmad Reza Patria, di Jakarta.

Dalam pertemuan tersebut, Ketua Umum KANNI, Ruswan Efendi Ar, S.H., M.H., bersama Haidy Arsyad, S.H., Nofaldi, dan Yosep Bonang, S.T., menjabarkan program bertajuk “Bina Konsultasi dan Pemberian Bantuan Hukum bagi Kepala Desa.”

Program ini mencakup pelatihan hukum desa, workshop Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), hingga bantuan hukum gratis bagi perangkat pemerintahan desa seperti kepala desa, sekretaris, dan bendahara.

“Kegiatan ini bagian dari upaya kami membina konsultasi dan memberikan bantuan hukum kepada perangkat desa. Hukum harus dipahami agar tata kelola desa berjalan sesuai aturan,”
Ruswan Efendi Ar, Ketua Umum KANNI

Ruswan menegaskan, pemahaman hukum merupakan pondasi penting penyelenggaraan pemerintahan desa, terutama dalam pengelolaan anggaran dan penggunaan dana desa yang rawan persoalan hukum.

“Kami ingin kepala desa memahami hukum agar terhindar dari jeratan pidana korupsi. KANNI hadir sebagai solusi dan pelindung hukum bagi mereka,” ujarnya.

Sejak 2018, KANNI telah menjalankan program serupa di berbagai daerah, termasuk Kabupaten Bogor, dengan respon positif dari para kepala desa yang merasa terbantu dalam memahami aspek hukum pemerintahan.

Wamendes Ahmad Reza Patria menyambut baik inisiatif tersebut dan menilai langkah KANNI sejalan dengan misi pemerintah memperkuat kapasitas aparatur desa.

“Kami mendukung penuh inisiatif KANNI. Selama ini belum ada regulasi yang secara langsung melindungi kepala desa dalam konteks hukum. Maka, upaya ini sangat strategis,”
Ahmad Reza Patria, Wakil Menteri Desa PDTT

Ia menambahkan, pemerintah akan memberikan dukungan moral secara tertulis agar program advokasi hukum tersebut terus berlanjut.

“Kepala desa harus mendapatkan perlindungan dan pemahaman hukum yang memadai. Ini bagian dari membangun tata kelola desa yang bersih dan transparan,” kata Reza menutup pertemuan itu.

Yoaef Bonang

Depok

Pablo Benua dan Rey Utami Terjerat Dugaan Ijazah Palsu, Kampus Bongkar Fakta Mencengangkan

DEPOK — Drama baru menyeret nama Pablo Putra Benua dan istrinya Rey Utami. Sekolah Tinggi Ilmu Hukum dan Politik (STIHP) Pelopor Bangsa resmi melaporkan keduanya bersama Christopher Anggasastra ke Polres Metro Depok atas dugaan penggunaan ijazah palsu untuk sumpah advokat di Pengadilan Tinggi Bandung.

Kasus ini mencuat setelah Badan Pimpinan Pusat Perkumpulan Advocaten Indonesia (BPP PAI) melayangkan surat bernomor 006/DPP/PAI/VIII/2025 tertanggal 14 Agustus 2025, meminta verifikasi ijazah S1 Hukum atas nama ketiga orang tersebut. Surat itu dilampiri salinan ijazah, KTP, dan berita acara sumpah advokat.

Menindaklanjuti surat itu, pihak rektorat STIHP Pelopor Bangsa melakukan pemeriksaan internal dan menemukan kejanggalan besar. Kampus menegaskan tidak pernah menerbitkan ijazah atas nama Pablo Putra Benua, Rey Utami, maupun Christopher Anggasastra.

“Ketiganya memang pernah terdaftar sebagai mahasiswa pada 2023, namun tidak pernah aktif mengikuti perkuliahan atau memenuhi kewajiban akademik. Nama mereka sudah dicoret dari daftar mahasiswa aktif,” ungkap pihak rektorat.

Pihak kampus pun menerbitkan surat resmi Nomor 073/Akd/STIHP-PB/IX/2025 tertanggal 16 September 2025, yang menegaskan ketiga nama tersebut tidak pernah menerima ijazah dari Pelopor Bangsa. Fakta ini memperkuat dugaan bahwa dokumen yang digunakan untuk mendaftar sumpah advokat adalah palsu.

Merasa dirugikan, kampus melaporkan kasus tersebut ke polisi dengan Laporan Polisi Nomor: LP/B/1584/VIII/2025/SPKT/POLRES METRO DEPOK/POLDA METRO JAYA pada 29 Agustus 2025. Laporan itu menjerat Pablo dkk dengan Pasal 263, 264, dan 266 KUHP tentang pemalsuan dokumen.

Pasca pelaporan, pihak kampus menyebut Pablo beberapa kali mencoba “musyawarah” untuk menyelesaikan masalah. Namun, bukannya klarifikasi, Pablo justru mengaku lulusan Sekolah Tinggi Ilmu Syariah (STIS) Darul Ulum Lampung Timur tahun 2018 — klaim yang justru memunculkan pertanyaan baru.

Jika benar lulusan STIS Darul Ulum, mengapa Pablo dan Rey mendaftar sumpah advokat menggunakan ijazah Pelopor Bangsa?

Lebih janggal lagi, menurut Ketua Umum PAI, Pablo sempat mendaftar menggunakan ijazah Universitas Azzahra, namun ditolak karena ijazah itu tidak terdaftar di sistem Dikti. Tak lama setelah laporan polisi terbit, data kelulusan Pablo dan Rey di STIS Darul Ulum yang sebelumnya tidak ada di Dikti tiba-tiba muncul.

Fakta ini memunculkan dugaan kuat adanya rekayasa data dan jaringan mafia pendidikan di balik kasus ini.

Rektorat Pelopor Bangsa menyebut ada pihak-pihak yang sengaja membentuk opini di media sosial untuk menutupi dugaan pemalsuan ijazah. Pihak kampus berkomitmen mengawal proses hukum hingga tuntas agar kasus serupa tidak mencederai dunia pendidikan.

Kasus ini kini tengah dalam penyelidikan Polres Metro Depok. Publik menunggu langkah tegas aparat penegak hukum terhadap dugaan pemalsuan ijazah dan manipulasi data kampus yang menyeret nama publik figur tersebut.

Yosef Bonang

Bogor

Pemdes Palasari Mendapatkan Penghargaan Desa Terbaik Dari BPKP Provinsi Jawa Barat, Sebagai Capaian Pengelolaan Aset Terbaik 1 Tahun 2024

BERIMBANG.COM, Bogor – Pemerintah Desa (Pemdes) Palasari, kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor, mendapat penghargaan dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Jawa Barat, sebagai capaian pengelolaan aset l terbaik 1 Tahun 2024. Penghargaan tersebut diterima langsung oleh Kepala Desa Palasari , Aip Syaripudin,S.Kom, di Cibinong pada 14 Oktober 2025.

Kepala Desa Palasari ,Aip Syaripudin,S.Kom mengatakan, penghargaan tersebut merupakan kerja keras yang dilakukan oleh para Peranagkat Desa yang telah bekerja dengan baik. Dengan proses kerja keras Perangkat Desa sehingga mendapat Penghargaan, dalam hal ini juga sebagai bentuk komitmen Pemdes Palasari untuk terus melayani masyarakat dengan baik.

” Penghargaan ini tentunya merupakan suatu kebanggan bagi saya, dan juga hasil kerja keras semua pihak terutam Perangkat Desa dan Lembaga Desa yang turut membantu dan mendukung penuh kinerja Pemerintah Desa,” ungkapnya

Dengan raihan ini maka Pemdes Palasari akan terus berkomitmen untuk memberikan pelayana yang terbaik, terbuka, dan bekerja untuk membangun Desa Palasari yang maju dan sejahtra.

” Sebagai Kepala Desa kami akan memberikan yang terbaik untuk masyarkat, dan seluruh aset dan pembangunan yang kami kerjakan selalu melibatkan Warga sehingga lebih terbuka kepada masyarakat. Dengan penghargaan ini kami akan lebih memotivasi kami untuk terus memberikan pelayanan terbaik buat masyarakat Desa Palasari,” Ucapnya.

Sementara itu, Camat Cijeruk M.Sobar Mansoer mengucapkan selamat kepada Pemerintah Desa Palasari yang telah menerima penghargaan dari BPKP Provinsi Jawa Barat, dan penghargaan ini akan memacu Desa lain untuk menikatkan kinerja dalam melayani Masyarakat.

” Saya ucapkan selamat kepada Pemdes Palasari, yang telah menerima pengahargaan sebabai Desa dalam pengelolaan aset Desa, dan ini menjadi contoh kepada Desa yang lain di Kabupaten Bogor, dan semoga penghargaan ini akan meningkatkan pula untuk mengelola dalam pendapatan asli Desa,” ucapnya.

(NA)

Opini

Depok Dan Sindrom Loyalitas Ketika Birokrasi Jadi Alat Politik Kekuasaan

 

“Dalam birokrasi yang dikendalikan loyalitas, profesionalisme hanyalah jargon, dan jabatan berubah jadi upeti politik.”
Juli Efendi

Anatomi Kekuasaan Lokal yang Melukai Akal Sehat

Dugaan maladministrasi dalam pengangkatan pejabat di Pemerintah Kota Depok bukan sekadar kesalahan prosedural. Ia adalah gejala penyakit lama yang terus menular dari satu pemerintahan ke pemerintahan berikutnya: jabatan dijadikan alat balas budi politik.

Laporan Lembaga Peduli Hukum Indonesia (LPHI) Jawa Barat ke Ombudsman RI menyingkap pola klasik: pejabat naik jabatan bukan karena kompetensi, melainkan kedekatan.
Fenomena ini menegaskan betapa jauh kita telah bergeser dari semangat reformasi birokrasi menuju budaya “asal loyal, asal naik.”


Pemimpin yang Tak Tega, Tapi Juga Tak Tegas

Wali Kota Depok, Dr. Supian Suri, M.Si., kini berada di titik ujian integritas. Ia bisa memilih menjadi pemimpin yang tegas menegakkan aturan, atau pemimpin yang lemah menghadapi tekanan politik di sekitarnya.

Banyak kepala daerah di Indonesia jatuh ke dalam perangkap serupa — lebih takut kehilangan dukungan politik daripada kehilangan kepercayaan rakyat.
Dan ketika ketegasan digantikan oleh kompromi, maka birokrasi pun kehilangan arah.

“Ketidaktegasan seorang pemimpin melahirkan budaya impunitas dalam birokrasi.”


Birokrasi Tanpa Integritas, Pelayanan Publik Tersandera

Ketika pejabat diangkat tanpa dasar kompetensi, jangan berharap pelayanan publik berjalan baik.
Birokrasi akan macet, keputusan publik tersandera, dan warga menjadi korban.

Depok seharusnya menjadi model kota modern yang mengutamakan meritokrasi. Namun, praktik pengangkatan pejabat tanpa memenuhi syarat justru mengembalikan kota ini ke era lama: birokrasi yang disetir oleh koneksi, bukan prestasi.


Ombudsman dan Tanggung Jawab Moral Negara

Kini giliran Ombudsman Republik Indonesia untuk membuktikan keberpihakannya kepada publik.
Lembaga itu tak boleh sekadar memeriksa administrasi — ia harus menelusuri akar kekuasaan yang melahirkan penyimpangan ini.

Kasus Depok bisa menjadi cermin nasional: apakah kita sungguh menegakkan meritokrasi, atau hanya memeliharanya di atas kertas?


Jabatan Adalah Amanah, Bukan Milik

Jabatan publik bukanlah milik pribadi, melainkan amanah konstitusi.
Ketika jabatan dijadikan hadiah untuk loyalitas politik, maka sesungguhnya kita sedang menjual kepercayaan rakyat dengan harga murah.

Depok bisa berubah — tapi hanya jika pemimpinnya berani menegakkan keadilan administratif tanpa pandang bulu.
Reformasi birokrasi tidak akan lahir dari seminar dan slogan, melainkan dari keberanian seorang kepala daerah menolak loyalitas yang buta.


“Birokrasi yang sehat tidak lahir dari orang-orang dekat, tapi dari orang-orang tepat.”
Juli Efendi

Penulis : Juli Efendi

Daerah

“Seribu Sehari Ala Dedi Mulyadi: Gotong Royong atau Gagal Paham Negara?”

Berimbang.com – Jakarta.
Program Gerakan Rereongan Sapoe Sarebu (Poe Ibu) yang digagas Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi (KDM) menuai reaksi keras dari publik, termasuk dari kalangan jurnalis nasional.

Melalui surat edaran bernomor 149/PMD.03.04/KESRA tertanggal 1 Oktober 2025, Dedi mengimbau aparatur sipil negara (ASN) serta masyarakat Jawa Barat untuk berdonasi Rp1.000 per hari guna mendukung sektor pendidikan dan kesehatan.

Namun, langkah yang disebut sebagai bentuk gotong royong modern itu justru dinilai sejumlah pihak sebagai bentuk kegagalan negara memenuhi kewajibannya terhadap rakyat.

Salah satu suara lantang datang dari Valentinus Resa, presenter Metro TV, yang mengkritik keras kebijakan tersebut dalam salah satu program siaran nasional.

“Negara sudah punya anggaran dari pajak rakyat. Jadi kenapa urusan pendidikan dan kesehatan, yang seharusnya tanggung jawab negara, malah diserahkan lagi ke rakyat?” ujar Resa dalam tayangannya, dikutip Minggu (12/10/2025).

Dengan gaya satirnya, Resa bahkan menyindir kebijakan itu dengan analogi yang menohok.

“Ini ibarat kita pesan nasi goreng, sudah bayar tapi disuruh bawa piring sendiri, telur sendiri, masak sendiri,” katanya.

Resa menilai, meski nilai Rp1.000 terdengar kecil, bagi sebagian masyarakat angka itu tetap signifikan.

“Seribu rupiah mungkin receh bagi sebagian orang, tapi buat sebagian lainnya itu bisa buat beli beras. Jadi wajar kalau banyak warga keberatan,” tambahnya.

Lebih jauh, ia menyoroti potensi penyimpangan dalam pelaksanaan program tersebut di lapangan.

“Mereka bilang sukarela, tapi publik khawatir nanti berubah jadi kewajiban,” ujarnya.

Ia bahkan menggambarkan bagaimana beban itu bisa terasa berat jika dikalikan kebutuhan keluarga sehari-hari.

“Satu keluarga empat orang, sehari 4 ribu rupiah. Sebulan jadi 120 ribu. Listrik sebulan aja kadang masih nunggak. Belum beli beras, minyak, cabai, kuota internet. Belum lagi kalau harus subscribe konten KDM,” sindirnya.

Selain nominal, Resa juga menilai program Gerakan Rereongan Sapoe Sarebu berpotensi tumpang tindih dengan gerakan sosial yang sudah berjalan di masyarakat.

“Contohnya di Kelurahan Tuguraja, Tasikmalaya, warga sudah lama punya gerakan serupa. Jadi ketika ada program baru dari provinsi, mereka merasa redundant,” ujarnya.

Sementara itu, pihak Pemprov Jawa Barat belum memberikan tanggapan resmi terkait kritik tersebut. Dedi Mulyadi sendiri sebelumnya menyebut program ini sebagai upaya menghidupkan kembali semangat gotong royong di tengah menurunnya solidaritas sosial masyarakat.***