Peraturan tertibkan Tanah Terlantar Mangkrak
BERIMBANG.COM, Depok – Pada prinsipnya tanah yang ada untuk kesejahteraan masyarakat, tentunya Negara bertanggung jawab bagaimana mengatur hak-hak rakyat dan pengelolaannya serta hak-hak Negara untuk mendapatkan pajak dari retribusi tanah sebagai timbal – balik tanggung jawab warga kepada Negara.
“Kondisi konflik agraria dikota Depok semakin tinggi akibat tidak rendahnya kinerja lurah yang bertugas dilahan tanah terlantar, yang seharusnya berkoordinasi dengan pihak BPN kota Depok dan itu menyebabkan kerugian baik secara pendapatan daerah,juga merusak tatanan kemanusian,dan sosial, demikian Wakil Ketua Ikatan Penulis dan Jurnalis Indonesia (IPJI) kota Depok Agus Sutarman menuturkan dikantor DPC IPJI kota Depok.
Karena itu Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Depok harus berani menertibkan persoalan tanah dan Hak Guna Bagunan (HGB) yang tidak sesuai peruntukannya dengan sengaja membiarkan tanah terlantar,demikian. Pasalnya, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2010, sebagai dasar penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar, tidak berjalan maksimal. Demikian dikatakan Agus Sutaman saat dimintai komentarnya terkait adanya konflik lahan antara PT Karabha dengan warga di RT 05 RW 08 Kelurahan Jatijajar yang dihuni 16 Kepala Keluarga.
Kata dia, hal itu perlu dilakukan BPN, sebab, eskalasi konflik pertanahan makin beragam. Menurutnya, apabila tidak dilakukan, maka dikhawatirkan jenis persoalan pertanahan semakin banyak.
Sebagai contoh, sambung Agus, persoalan sengketa lahan seluas 500 m2 yang berlokasi di RT 05 RW 08 Kelurahan Jatijajar yang dihuni 16 Kepala Keluarga muncul setelah pihak PT Karabha mengklaim lahan tersebut merupakan miliknya, namun PT Karabha tidak bisa menunjukan bukti kepemilikan HGB serta tidak didukung bukti fisik lainnya seperti, pagar atau patok.
Bahkan ungkap dia, beberapa oknum PT Karabha telah menjual lahan tersebut kepada spekulan tanah untuk kepentingan pribadi.
“Bila persoalan itu terus meningkat, maka PR (Pekerjaan Rumah) BPN makin menumpuk,” ujar Wakil Ketua IPJI Kota Depok.
Dalam kasus seperti ini maka korbannya adalah masyarakat yang kerap dihadapkan dengan pemilik HGB.
Dia menegaskan, BPN kota Depok harus berani bersikap, pasalnya, pelaksanaan PP No.11/2010 mangkrak hingga saat ini. Padahal, turunan dari peraturan pemerintah melahirkan payung hukum untuk BPN dengan terbitnya BPN RI nomor 4 tahun 2010. Karena pada dasarnya, PP tanah terlantar ini menjadi jalan untuk menyaring mana pengusaha spekulan tanah dan mana pengusaha yang bersungguh-sungguh memanfaatkan tanah.
“Sudah jelas di peraturan BPN nomor 4 / 2010, BPN berhak memberikan sanksi terhadap pemiliki HGB dengan menghapuskan haknya yang telah menelantarkan tanah. Dipasal 15 juga dijelaskan, tanah yang terlantar untuk kepentingan masyarakat dan kepentingan Negara untuk dikelola secara strategis,” tandasnya.
Oleh karena itu BPN kota Depok jangan menutup mata dengan persoalan itu, sebab kata dia lagi, sama saja BPN kota Depok melakukan pembiaran dan berpihak kepada pengusaha yang tidak becus mengelola haknya,” ujar Agus.
“Apabila tidak berani, maka BPN tak ubahnya seperti melanggengkan kebijakan orde baru. Tidak mau melakukan perubahan-perubahan yang mengedepankan kepentingan masyarakat,“ pungkasnya. (iik)