Penahanan Keluarga Dugaan Perusak Pipa PDAM Tirta Pakuan Menuai Kontroversi
BERIMBANG.com Bogor – Satu keluarga di Kota Bogor, Jawa Barat ditangkap polisi dan dijadikan tersangka atas kasus dugaan perusakan pipa jaringan PDAM Tirta Pakuan.
Lima tersangka yang merupakan warga Kampung Muara, Kelurahan Pasir Jaya, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor ini terdiri dari nenek, anak, dan cucu. Mereka adalah Ratna Ningsih (77), Teddy Ruhyadi (50), Muhammad Albi Triadi, Fajar Fadila Hanafi, dan Noval Ramdani.
Kapolresta Bogor Kota Kombes Bismo Teguh Santoso mengatakan kelima orang ini sudah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan karena terbukti melakukan pengrusakan pipa ukuran 16 inchi milik PDAM Kota Bogor.
“Penyelidikan kasus semula berdasarkan atas laporan oleh pihak PDAM Tirta Pakuan. Setelah ada bukti cukup kuat dan keterangan saksi, maka kelima orang ini ditetapkan sebagai tersangka,” ujar Bismo Teguh Prakoso, Kapolresta Bogor di Mako Polresta Bogor, Kamis (07/12/2023).
Kelima orang ini memiliki peran masing-masing. Sang nenek yang menyuruh melakukan pengrusakan dan T menyediakan alat potong gerinda. Sedangkan ketiga cucunya ikut serta membantu melakukan perusakan tersebut.
Bismo menerangkan, kasus tersebut berawal dari keluarga Ratna mengklaim bahwa lahan yang dilintasi pipa PDAM adalah miliknya. Pipa tersebut berada di sepanjang garis sepadan Sungai Cisadane, dekat rumah keluarga Ratna.
“Semula pada 29 September 2023, keluarga Ibu Ratna dengan kuasa hukumnya membuat laporan ke SPKT Polresta Bogor Kota atas kasus penyerobotan tanah oleh pihak PDAM, dengan alat bukti kepemilikan lahan letter C,” terangnya.
Terkait laporan tersebut, pihaknya sudah memeriksa 18 saksi, di antaranya ketua RT/RW setempat, direksi PDAM, Badan Pertanahan Nasional (BPN) hingga pihak Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWS).
“BPN menyatakan obyek tanah itu tidak tidak terdaftar adanya sertifikat dan letter C adalah bukti untuk pemanfaatan tanah serta untuk dikenakan pajak. Dari BBWS juga menyatakan berdasarkan undang-undang bahwa obyek tanah yang dilintasi pipa itu merupakan badan Sungai Cisadane,” katanya.
Namun beberapa hari setelah membuat laporan, keluarga Ratna melakukan perusakan pipa. Perusakan terus berulang selama enam kali di hari berbeda. Tindakan ini menyebabkan distribusi air bersih untuk warga terganggu. Tak hanya itu, pihak PDAM juga mengalami kerugian mencapai Rp 2,1 miliar lebih.
“Pihak keluarga Ratna melakukan perusakan dengan memotong pipa jaringan di bulan Oktober yaitu tanggal 3, 4, 5, 6, 7 dan tanggal 15. Pipa yang bocor ini membuat distribusi air ke rumah-rumah warga terganggu dan memicu reaksi dari warga, karena waktu itu musim kemarau,” ucapnya.
Sementara, kuasa hukum pihak keluarga Ratna menyebutkan, bahwa kasus ini merupakan suatu kekeliruan dari kepolisian. Sebab menurutnya, tuduhan yang diberikan kepada kliennya sangat tidak tepat.
“Mereka mengenakan pasal 170 ayat 3 yang tidak ada kaitannya dengan kasus ini, itu sebagai pasal yang diciptakan mereka untuk menahan klien kami,” kata Salestinus A Ola SH, kuasa hukum keluarga Ratna.
“Polisi seharusnya sebagai penegak hukum, dan sebagai polisi seharusnya tidak boleh melanggar hukum, itu prinsipnya. Karena itu mereka juga bisa di penjarakan, dan sudah kita laporkan kasus ini ke meja Presiden,” imbuhnya.
Ola juga bersikukuh, bahwa untuk kasus ini tidak akan berdamai dengan Polresta Kota Bogor, karena menurutnya, kasus ini sudah melanggar dan merampas kemerdekaan salah satu warga negara Indonesia.
“Ya ini sudah melanggar aturan dan KUHP pasal 333 KUHP yang menyebutkan merampas kemerdekaan seseorang. Dan kasus ini akan memenjarakan Kapolresta Bogor, karena telah memaksakan dengan menahan klien kami,” tegasnya.
“Maka itu kami minta klien kami dibebaskan, dan bila klien kami tidak dikeluarkan, maka akan kami kejar sampai Kapolresta Bogor Kota dipenjara juga,” pungkasnya.
(Yosep)