Kaca Buram Kekuasaan di Rel Cepat Whoosh: Ketika Proyek Sosial Jadi Ladang Kapital
BERIMBANG.COM — Kolom Editorial
KPK akhirnya turun tangan menyelidiki dugaan mark-up proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung atau Whoosh — proyek kebanggaan pemerintahan Joko Widodo yang sejak awal diselimuti gegap gempita pencitraan dan janji modernitas. Tapi di balik kilau rel baja dan deru kecepatan 350 km/jam itu, tersimpan pertanyaan lama yang belum terjawab: siapa sebenarnya yang menikmati “kecepatan” proyek ini — rakyat, atau segelintir penguasa dan kroninya?
Dari “Simbol Kemajuan” ke Simbol Pemborosan
Proyek Whoosh pernah dijual ke publik sebagai simbol lompatan peradaban. Namun, data yang diungkap Mahfud MD justru membongkar sisi gelapnya.
Biaya pembangunan mencapai 52 juta dolar AS per kilometer, tiga kali lipat dari biaya di Tiongkok yang hanya 17–18 juta dolar AS.
Perbedaan yang begitu mencolok tentu bukan sekadar “biaya sosial”, melainkan alarm keras adanya praktik pemborosan — bahkan dugaan korupsi — yang dikamuflase dengan narasi “pembangunan”.
Mahfud menolak melapor resmi ke KPK, tapi menyebut lembaga itu sudah tahu. Dan kini, KPK akhirnya mengonfirmasi penyelidikan telah dimulai.
Lambat? Ya. Tapi setidaknya, roda hukum mulai bergerak di antara rel kecepatan dan tumpukan utang yang ditinggalkan proyek ini.
Jokowi dan Ilusi “Investasi Sosial”
Presiden Joko Widodo kembali membela proyek ini dengan alasan klasik: bukan untuk cari untung, melainkan investasi sosial.
Pernyataan itu mungkin benar di atas kertas. Tapi di lapangan, utang menumpuk, beban fiskal meningkat, dan masyarakat tetap membayar ongkosnya — lewat pajak, subsidi, dan inflasi tak langsung yang merembes dari setiap proyek raksasa yang tak efisien.
Jika proyek sosial seharusnya meringankan beban rakyat, mengapa justru rakyat yang menanggung beban sosialnya?
KPK di Persimpangan Integritas
Kini, sorotan beralih ke KPK. Apakah lembaga ini akan sekadar “menyelidiki” tanpa hasil, atau berani membuka siapa yang bermain di balik angka-angka fantastis proyek Whoosh?
Publik tahu, proyek ini bukan sekadar soal infrastruktur, tapi soal integritas kekuasaan. Bila KPK sungguh ingin membuktikan diri kembali tajam, inilah ujian paling nyata — membongkar rel kecurangan yang selama ini melaju di bawah nama kemajuan.
Rel Cepat, Akuntabilitas Lambat
Ironi besar pembangunan Indonesia ada di sini: relnya cepat, tapi akuntabilitasnya tertinggal jauh di belakang.
Dan bila benar proyek sosial ini hanya menjadi ladang baru bagi kapital dan kroni politik, maka sejarah akan mencatat Whoosh bukan sebagai kebanggaan bangsa — melainkan monumen keserakahan yang dibangun atas nama kemajuan.
Penulis: Redaksi Berimbang.com
