Berimbang.com – Jakarta. Wacana besar tentang “grand design” politik keluarga Presiden ke-7 RI, Joko Widodo, yang sebelumnya diyakini akan langgeng pasca dirinya lengser, kini justru dinilai tengah berada di ambang kehancuran. Pengamat politik senior Ray Rangkuti menyebut proyek ambisius ini telah berubah menjadi serpihan-serpihan rencana yang gagal terkonsolidasi.
“Tidak ada lagi grand design yang utuh untuk keluarga Jokowi, semuanya sudah berkeping-keping,” tegas Ray dalam tayangan Podcast Forum Keadilan TV yang dikutip Berimbang.com, Rabu (23/7).
Menurut Ray, desain kekuasaan jangka panjang yang coba dirancang Jokowi ternyata dibangun di atas fondasi yang sangat rapuh—yakni relasi politik yang bersifat transaksional dan hanya sebatas “pertemanan”.
Pertemanan Bukan Persaudaraan
Ray menilai, kegagalan utama Jokowi adalah keliru dalam membangun jejaring kekuasaan. Selama dua periode menjabat, ia tidak membentuk loyalitas berbasis ideologis atau emosional. Yang dibangun justru hubungan politis yang berakar pada hitung-hitungan pragmatis.
“Kesalahan terbesar Jokowi adalah menganggap semua bisa dikontrol setelah tidak menjabat lagi,” ujar Ray.
“Padahal ia tidak membangun ‘persaudaraan’ politik, melainkan ‘pertemanan’ yang berbasis untung-rugi.”
Kondisi ini, menurutnya, menjadi pemicu utama keretakan dukungan terhadap Jokowi, seiring absennya kekuasaan formal. Para “teman” politik kini mulai menghitung ulang keuntungan politik mereka—dan bukan tak mungkin, akan segera berbalik arah.
Dampak Langsung ke Gibran dan Keluarga
Buntut dari strategi yang rapuh ini mulai terasa bagi keluarga Jokowi, terutama anak dan menantunya yang kini aktif di dunia politik. Ray menilai, beban besar dan berbagai isu yang menyerang keluarga Jokowi menjadi konsekuensi dari minimnya jaringan yang benar-benar solid dan loyal.
“Teman-teman politik Jokowi kini akan mengkalkulasi keuntungan jika terus mendukungnya,” tambah Ray.
Gibran Rakabuming Raka, yang kini menjabat sebagai Wakil Presiden, pun disebut-sebut sebagai pihak yang paling terdampak. Ia harus menghadapi tekanan publik, serangan politik, hingga isu pemakzulan yang terus bergulir.
Meski belum ada pernyataan langsung dari pihak Istana, dinamika yang terjadi menandakan bahwa proyek politik keluarga Jokowi pasca-lengser tidak semudah dibayangkan. Ray menyimpulkan, upaya mempertahankan pengaruh tanpa kekuasaan adalah tantangan nyata yang tak bisa diselesaikan hanya dengan relasi transaksional.***