Jakarta

Jakarta

Anies : Tingkat Penularan Covid 19 Di Jakarta Semakin Meningkat

BERIMBANG.com, Jakarta – Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyebutkan, kondisi Ibu Kota tengah mengkhawatirkan karena tingkat penularan Covid-19 semakin meningkat.

Menurut Anies, peningkatan angka penularan Covid-19 berbanding lurus dengan jumlah testing yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta.

Anies mengeklaim, Pemprov DKI Jakarta telah melakukan testing lima kali lebih tinggi dari batas ideal yang ditentukan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Dari testing yang dilakukan itu, maka penambahan kasus harian juga semakin meningkat.

“Di Indonesia hanya ada dua provinsi yang (jumlah testing) melampaui angka WHO, yakni Jakarta dan Sumatera Barat. Jakarta sekarang mengkhawatirkan, kenapa? Dalam tiga minggu terakhir, angka (penambahan kasus positif harian) naik terus, artinya apa? Kita mendeteksi banyak, penularan juga terjadi angkanya banyak,” kata Anies dikutip dari video KompasTV, Kamis (3/9/2020).

Oleh karena itu, Anies mengimbau warga disiplin menjalankan protokol kesehatan 3M, yakni memakai masker, menjaga jarak, dan rutin mencuci tangan.

Sementara itu, Pemprov DKI sebagai pemangku kebijakan akan mengerjakan 3T, yakni testing (pemeriksaan), tracing (pelacakan), dan treatment (perawatan).

“Maka, PR kita adalah menggalakkan yang 3M, karena yang 3T sudah dikerjakan ini. Jakarta sudah mengerjakan 3T, sekarang mari kita pastikan masyarakat mengerjakan 3M,” ucap Anies.

Ah/red

Jakarta

Pengusaha Tidak Lapor Pajak Pribadi, Alumni Lemhannas: Rasa Nasionalismenya Nol

BERIMBANG.com Maraknya para pengusaha yang tidak melaporkan pajak pribadi menjadi salah satu penyebab kebangkrutan sebuah negara.

Perilaku tidak peduli terhadap kebutuhan negara atas partisipasi mereka melaporkan pajak, para pengusaha itu dapat dikategorikan sebagai warga yang tidak memiliki rasa nasionalisme sama sekali.

Hal itu disampaikan seorang alumni PPRA-48 Lemhannas RI, Wilson Lalengke, menanggapi sinyalemen adanya pengusaha papan atas berinisial MM di Serang, Banten, yang selama ini diduga tidak menyampaikan laporan pajak tahunan (SPT) ke kantor pajak setempat.

“Orang-orang seperti mereka ini merupakan warga negara yang tidak memiliki rasa nasionalisme sama sekali, Mereka tidak peduli dengan negaranya, mau maju atau tidak, mereka masa bodoh.”

“Mereka itu kelompok warga dengan rasa nasionalisme nol koma nol,” kata Wilson Lalengke kepada redaksi, melalui jaringan WhatsApp-nya, Kamis, 6 Agustus 2020.

Dari informasi yang diterimanya, Wilson meyakini bahwa praktek tidak lapor pajak pribadi, yang diduga kuat berarti tidak bayar pajak itu, dilakukan banyak pengusaha di banyak tempat di negeri ini.

Umumnya mereka, dia menguraikan, berlindung dari adanya pembayaran pajak yang sudah dilakukan oleh perusahaannya setiap tahun.

Padahal, menurut peraturan perpajakan, laporan pajak pribadi para pengusaha merupakan kewajiban, yang terpisah dari laporan pajak perusahaannya.

Dari laporan pajak pribadi itu, dapat diketahui jumlah kekayaan sang pengusaha dari hasil operasional perusahaannya.

Besaran jumlah kekayaan pribadi itulah yang akan menjadi dasar perhitungan pajak pribadi yang harus disetorkan pengusaha kepada negara.

Oleh sebab itu, setiap pengusaha, terutama para komisaris dan pemilik saham di perusahaan-perusahaan, mesti menunjukkan itikad baiknya sebagai warga negara yang baik.

Hal itu penting sebagai wujud nasionalisme dan kebanggaan mereka terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

“Jika tidak mau lapor pajak pribadi, yang artinya juga tidak mau bayar pajak kepada negara ini, lebih baik Anda minggat saja dari NKRI,” tegas jebolan pasca sarjana Global Ethics dari Universitas Birmingham, Inggris ini.

Menurut Wilson, adalah tidak adil bagi para pengusaha kaya itu ketika mereka menikmati berbagai kemudahan berusaha, situasi aman, nyaman, kondusif, infrastruktur tersedia dengan baik, dan potensi sumber daya alam untuk kemajuan usahanya tersedia melimpah di negeri ini, tapi di sisi lain mereka enggan berpartisipasi membantu pembangunan bangsa dan negara ini.

“Sangat tidak adil itu, mereka enak mendirikan dan mengembangkan usahanya di negara ini, tapi giliran bayar pajak mereka lalaikan,” ujar Wilson menyesalkan perilaku para pengusaha model demikian.

Untuk itu, saran Wilson yang juga menjabat sebagai Direktur Polhumed Center Indonesia itu, agar para pihak terkait harus bekerja lebih giat dan maksimal dalam meneliti keberadaan usaha para konglomerat tersebut.

“Para petugas pajak harus bekerja, jangan tinggal diam menunggu di kantor saja. Kejar itu para pengusaha yang disinyalir tidak melaporkan pajak pribadinya, itu dapat dikategorikan tindakan pidana penggelapan pajak,” desak Wilson serius.

Kepada setiap warga masyarakat, Wilson menghimbau, agar mengawasi lingkungan masing-masing, termasuk melihat keberadaan para pengusaha di lingkungannya.

Jika perlu, kata dia, kenali secara detil para pengusaha kelas menengah ke atas yang ada di wilayahnya. Selanjutnya mencari informasi ke kantor pajak setempat terkait pembayaran pajak yang sudah dilakukan oleh pengusaha-pengusaha yang dikenalnya tersebut.

“Langkah dan strategi seperti ini mesti berani kita lakukan agar terjadi keadilan di negara ini. Jangan sampai jurang pemisah antara si kaya dan si miskin makin terbuka lebar akibat ketiadaan nasionalisme dari orang-orang kaya itu,” tegas Wilson.

Wilson membeberkan, Sebagai informasi, seorang pengusaha dengan jabatan komisaris pada sebuah perusahaan yang bergerak di bidang produksi bata ringan di Serang, Banten, berinisial MM, diduga tidak melakukan pelaporan pajak pribadi selama bertahun-tahun.

Padahal, lanjut ia, secara sekilas diperhatikan perusahaanya cukup maju. Tentu saja si komisaris ini mendapatkan tambahan kekayaan yang besar dari perusahaannya itu. Selayaknya, negara mendapatkan bagian berupa pajak penghasilan dari yang bersangkutan.

Sosok pengusaha seperti ini, kata Wilson, kemungkinan sangat banyak, tidak hanya di Banten tapi juga di berbagai daerah lainnya di Indonesia.

“Kuncinya menurut saya, harus ada kerjasama antara masyarakat sebagai pemberi informasi dengan pihak terkait di bidang perpajakan sebagai petugas penagih pajak atas nama negara,”

“Jika tidak, negara ini bakal bangkrut oleh ulah warganya yang hanya mau enaknya sendiri tanpa peduli dengan keselamatan dan kemajuan negaranya,” beber Wilson.

ia menambahkan, Pada akhirnya, menjelang peringatan Hari Ulang Tahun Ke-75 Kemerdekaan Indonesia sebentar lagi, “setiap kita seharusnya bertanya: apa yang sudah kita berikan kepada bangsa dan negara sebagai wujud nasionalisme kita dalam mengisi kemerdekaan ini?” tambahnya.

(APL/Red)

JakartaOpini

Mewaspadai Perampasan Hak Asasi Manusia di Tengah Pandemi Covid-19

BERIMBANG.com Oleh: Dolfie Rompas

Di tengah upaya Pemerintah menangani pandemi Covid-19, beredar juga isu tentang ketidakpuasan masyarakat terhadap penanganan yang dilakukan oleh beberapa oknum tim medis dalam menangani pandemik ini di berbagai rumah sakit yang ada.

Banyak warga masyarakat yang merasa tidak puas dan keberatan karena mengalami semacam tindakan pemaksaan, antara lain saat akan diisolasi di rumah sakit hanya berdasarkan hasil dugaan atau kekuatiran kemungkinan akan terpapar Virus Covid-19.

Pada kasus lain, juga terjadi pemaksaan oleh pihak oknum tim medis terhadap jenazah orang yang wafat karena penyakit non Covid-19 untuk dikuburkan mengikuti protokol pemakaman jenazah Covid-19.

Masyarakat tidak bisa menguburkan keluarganya yang meninggal, hanya karena dugaan-dugaan si mayat terinfeksi Virus Covid-19.

Padahal, mereka (pasien dan jenazah – red) belum memiliki rekam medis yang secara pasti menyatakan bahwa mereka telah terinfeksi Covid-19.

Ada juga warga yang ingin melakukan isolasi mandiri di rumah sendiri, namun mengalami kesulitan. Pihak oknum rumah sakit tetap memaksakan yang bersangkutan untuk diisolasi di rumah sakit tersebut.

Sangat jelas diatur di dalam UU Republik Indonesia No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, khususnya Bab 1 pasal 1 ayat (7) mengatakan bahwa yang dimaksud isolasi adalah pemisahan orang sakit dari orang sehat.

Jadi, seseorang yang diisolasi harus benar-benar sakit, bukan baru diduga akan sakit, atau yang sudah memiliki rekam medis bahwa orang tersebut benar-benar telah terinfeksi penyakit Virus Covid-19.

Masyarakat juga bisa melakukan karantina di rumah sendiri jika diduga terinfeksi suatu penyakit sebagaimana yang diatur pada pasal 1 ayat (8).

Jadi, tidak harus di rumah sakit untuk melakukan karantina, di rumah sendiri juga bisa.

Pada pasal 2 huruf (a) ditegaskan bahwa kekarantinaan kesehatan diselenggarakan dengan berasaskan perikemanusiaan.

Oleh karena itu, tidak boleh siapapun melakukan kebijakan kekarantinaan secara semena-mena.

Pemaksaan terhadap seseorang, termasuk dalam konteks pemaksaan masuk ruang isolasi di rumah sakit, merupakan pelanggaran aturan hukum. Pemaksaan semacam ini masuk dalam kategori melanggar hak asasi manusia.

Hak Asasi Manusia merupakan hak yang diberikan Tuhan kepada setiap pribadi manusia sejak lahir.

Menurut pengertian di dalam Undang-Undang RI Nomor 39 tahun 1999, bahwa Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai Mahluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.

Hak Asasi Manusia juga diatur pada pasal 28 Undang-Undang Dasar Tahun 1945, khususnya pasal 28 huruf G ayat (1) dan (2).

Pemerintah harus mengambil tindakan tegas terhadap oknum tim medis rumah sakit dimanapun di seluruh Indonesia yang melakukan pelanggaran hukum atau yang melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) terhadap warga masyarakat dalam melaksanakan tugas penanganan pandemi Covid-19.

Saat ini sebagian masyarakat sedang menghadapi suatu kondisi yang kurang baik karena merosotnya perekonomian, khususnya mereka yang kehilangan pekerjaan dan/atau karena usahanya tutup.

Oleh karena itu, jangan lagi masyarakat mengalami perlakuan yang tidak wajar di masa pandemi ini, khususnya di dalam penanganan pandemi Covid-19.

Kiranya Pemerintah dapat memberikan kelonggaran terhadap masyarakat yang belum memiliki rekam medis pasti terinfeksi virus Covid-19 untuk melakukan isolasi mandiri di rumah sendiri, dan tidak harus diisolasi di rumah sakit.

Faktanya, ada juga beberapa pasien yang sudah memiliki rekam medis terinfeksi Virus Covid-19, namun mereka diperbolehkan melakukan isolasi mandiri di rumah sendiri dan akhirnya sembuh.

Semoga pandemi Covid-19 segera berakhir dan Indonesia kembali ke keadaan normal seperti sediakala.

Oleh karenanya, mari kita segenap bangsa Indonesia mendukung Pemerintah untuk mengatasi persoalan pandemi Covid-19 agar cepat berakhir dan hilang dari bumi pertiwi yang kita cintai ini.

(DolfieR)

Jakarta

Adanya Dugaan Korupsi, KPK Bidik Kabupaten Merauke

BERIMBANG.com Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai membidik dugaan korupsi senilai Rp280 milyar lebih di Kabupaten Merauke, Papua.

Dugaan korupsi tersebut terkuak dari adanya fakta penggelontoran keuangan APBD Kabupaten Merauke sejak Tahun Anggaran 2017, 2018 dan 2019 kepada Manajemen RSUD Kabupaten Merauke yang berstatus Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) hingga mencapai Rp 280 milyar lebih, yang tidak dikembalikan lagi ke Kas Daerah Kab. Merauke pada setiap per 31 Desember tahun berjalan.

Demikian disampaikan Jonny Sirait, salah satu Ketua lembaga swadaya anti rasuah Gerakan Masyarakat Perangi Korupsi (GMPK) di depan Gedung Merah Putih Jakarta, kemarin Rabu (29/07/2020).

Namun, Jonny selaku Ketua DPD GMPK Kabupaten Bogor tersebut tak menguraikan lebih jauh terkait dugaan korupsi senilai Rp280 milyar lebih di Kabupaten Merauke yang mulai dibidik KPK.

“Silahkan tanyakan kepada KPK sebagai lembaga anti rasuah yang saat ini tengah menangani dugaan perkara itu,” kilah Jonny.

Menurut ia, GMPK yang Ketua Umumnya dijabat Bibit Samad Rianto (mantan Pimpinan KPK Bidang Penindakan) akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas.

“Adanya tindakan ‘memblunderkan’ peraturan perundang-undangan yang menjadi pedoman untuk penggunaan keuangan negara atau daerah yang dilakukan para koruptor, adalah perilaku yang sangat nge-trend dilakukan, sehingga kami sebagai salah satu LSM anti-rasuah tidak akan tinggal diam,” ujar Jonny.

“Tindakan mengacaukan penafsiran terhadap pasal-pasal tertentu dalam peraturan perundang-undangan tentang pengelolaan keuangan negara atau daerah itu memang rentan bisa dilakukan oleh para koruptor. Sebab pasal-pasal tertentu yang dikacaukan penafsirannya itu berpotensi multi tafsir alias tidak saklek kalo istilah orang jawanya,” pungkasnya.

Senada, Bembeng selaku pengamat perilaku koruptor, ia mendampingi GMPK di depan Gedung Merah Putih Jakarta, mengatakan, perilaku Koruptor yang mengacaukan penafsiran pasal-pasal peraturan perundang-undangan tersebut pasti akan diketahui oleh Aparat Penegak Hukum (APH).

“Itu merupakan perbuatan melawan hukum (wederrechtelijk) dalam konsep delik formil, yaitu perbuatan melawan hukum terhadap hukum tertulis, yaitu peraturan perundang-undangan. Bukankah untuk bisa membuktikan korupsi, buktikan dulu perbuatan melawan hukumnya?” ucap pria yang karib disapa Pak Beng itu.

Sementara itu, saat dikonfirmasi pihak KPK mulai membidik dugaan korupsi di Kabupaten Merauke ini, melalui Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri membenarkan bahwa adanya laporan tentang dugaan perkara tersebut, dan saat ini KPK tengah bekerja untuk itu.

“Kami sedang membidiknya. Kita juga menerima adanya laporan. Kita sedang bekerja,” ucapnya singkat.

(red)

JakartaNasional

SPRI Surati Kepala Daerah dan Menteri Terkait UKW dan Verifikasi Media

BERIMBANG.com Menyusul terbitnya Surat Keputusan Dirjen Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas Kementrian Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor: KEP.2/152/LP.000.000/III/2020 tentang Registrasi Standar Kompetensi Kerja Khusus Wartawan Serikat Pers Republik Indonesia, maka secara resmi profesi wartawan di Indonesia sudah memiliki standar kompetensi kerja khusus.

Serikat Pers Republik Indonesia atau SPRI adalah organisasi pertama dan satu-satunya yang memiliki registrasi standar kompetensi khusus wartawan yang teregistrasi di Kementrian Ketenagakerjaan RI. Ada 15 unit kompetensi yang resmi diregistrasi Dirjen Binalatas Kemenaker dengan nomor: Reg.24/SKPK-DG/2020.

“Pada tahun 2019 lalu Dewan Pimpinan Pusat SPRI juga sudah mendirikan Lembaga Sertifikasi Profesi Pers Indonesia dan saat ini sedang mengurus lisensinya di Badan Nasional Sertifikasi Profesi atau BNSP,” beber Ketua Umum DPP SPRI Hence Mandagi melalui siaran pers yang dikirim ke redaksi, kamis, (16/07/2020).

Dikatakan dia, pelaksanaan UKW yang dilakukan Dewan Pers melalui Lembaga Sertifikasi Profesi yang lisensinya ditetapkan sendiri secara sepihak oleh Dewan Pers adalah bertentangan dengan Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279), Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2006 tentang Sistem Pelatihan Kerja Nasional, dan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2016 tentang Sistem Standardisasi Kompetensi Kerja Nasional (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 257).

“UKW yang dilaksanakan oleh Dewan Pers adalah cacat hukum karena pelaksananya adalah LSP yang lisensinya bukan dikeluarkan oleh Badan Nasional Sertifikasi Profesi atau BNSP,” tandas Mandagi.

Selain persoalan UKW, DPP SPRI juga menyoroti polemik Verifikasi Perusahaan Pers yang terjadi di berbagai daerah.

Menurut Mandagi, pernyataan Dewan Pers yang menyebutkan bahwa kerja sama Pemerintah Daerah dengan media atau Perusahaan Pers yang belum terverifikasi Dewan Pers akan berpotensi menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan adalah informasi sesat yang berpotensi menghilangkan hak ekonomi perusahaan pers yang berbadan hukum resmi.

Mandagi secara gamblang menyampaikan bahwa Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia telah dua kali mengirim surat ke DPP SPRI dengan surat nomor: 438/S/X.2/11/2019 Perihal: Tangapan BPK atas Permohonan klarifikasi terkait kerja sama antara Pemerintah Daerah dengan Perusahaan Pers yang belum terverifikasi Dewan Pers dan surat nomor: 105/S/X.2/03/2020 Perihal: Tanggapan BPK atas permohonan klarifikasi dan konfirmasi dari Dewan Pimpinan Pusat Serikat Pers Republik Indonesia.

Dijelaskan juga, dalam isi suratnya disebutkan bahwa BPK yang di antaranya memiliki tugas pemeriksaan pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan pada Kementrian Komunikasi dan Informatika, termasuk Dewan Pers di dalamnya, tidak pernah menyampaikan pernyataan dan memberikan pendapat kepada Dewan Pers bahwa kontrak kerja sama Pemerintah Daerah dengan Perusahaan Pers yang belum terverifikasi oleh Dewan Pers dapat/akan menjadi temuan pemeriksaan BPK.

“Dengan adanya penegasan dari BPK tersebut maka tidak ada alasan lagi bagi Pemerintah Daerah untuk takut bekerja sama dengan Perusahaan Pers yang belum terverifikasi Dewan Pers,” pungkasnya.

Mandagi juga menambahkan, DPP SPRI tidak lagi menjadi konstituen Dewan Pers dan saat ini sudah menjadi konstituen dari Dewan Pers Indonesia atau DPI.

Lebih lanjut dikatakan, DPI yang ikut didirikan SPRI melalui proses panjang lewat Musyawarah Besar Pers Indonesia 2018 dan Kongres Pers Indonesia 2019 adalah lembaga independen yang didirikan sesuai Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers oleh 12 Organisasi Pers berbadan hukum.

Dan saat ini, menurut  Mandagi yang juga menjabat Ketua Dewan Pers Indonesia hasil Kongres Pers Indonesia 2019, DPP SPRI sedang melaksanakan program Sertifikasi Media bagi Perusahaan Pers yang belum terverifikasi Dewan Pers untuk menjadi bagian di Dewan Pers Indonesia melalui Sertifikasi Media di SPRI.

Atas beberapa pertimbangan itu, DPP SPRI, tertanggal (15/07/2020) secara resmi menyurati seluruh Kementrian, pimpinan Lebaga Negara, para Gubernur, Walikota, dan Bupati.

“Kami menghimbau agar kiranya pemerintah dapat memahami maksud dan tujuan penjelasan di atas dan semoga dengan iklas tetap melayani wartawan non UKW dalam menjalankan tugas peliputan dan tidak ragu lagi bekerja sama dengan Perusahan Pers non verifikasi Dewan Pers yang sudah menjadi bagian dari Jaringan Media Dewan Pers Indonesia,” pungkasnya.

(HM/Red)

Jakarta

PWI Jaya Minta Polisi Secepatnya Ungkap Peristiwa Pembunuhan Editor Metro TV

BERIMBANG.com Jakarta – ersatuan Wartawan Indonesia (PWI) Provinsi DKI Jakarta meminta kepada aparat kepolisian untuk mengusut tuntas peristiwa pembunuhan Yodi Prabowo, editor stasiun televisi Metro TV, yang ditemukan tewas di pinggir jalan tol Pesanggrahan, Jakarta Selatan, Jumat (10/07/2020).

PWI Jaya menyampaikan duka cita yang sedalam-dalamnya kepada keluarga besar Metro TV yang kehilangan salah satu editor andalannya.

“PWI Jaya meminta kepada pihak kepolisian Metro Jaya untuk mengusut tuntas sekaligus mengungkap motif pembunuhan terhadap Yodi Prabowo,”

“Ini sangat penting agar peristiwa ini menjadi terang benderang, sehingga tidak menimbulkan dugaan-dugaan lain, terutama yang terkait dengan profesinya sebagai wartawan televisi,” kata Ketua PWI Jaya Sayid Iskandarsyah dalam siaran persnya, Sabtu (11/07/2020).

PWI Jaya prihatin dengan peristiwa tragis yang dialami Yodi Prabowo sekaligus menyampaikan ucapan duka cita yang mendalam kepada keluarga almarhum serta keluarga besar Metro TV.

“Semoga polisi bisa secepatnya mengungkap kasus yang menjadi perhatian masyarakat dan pers ini,” kata Sayid.

PWI Jaya juga mengutuk keras pembunuhan ini apapun alasan dan latar belakang peristiwa itu. PWI Jaya mengimbau kepada para wartawan untuk lebih berhati-hati baik sedang atau tidak sedang menjalankan tugasnya.

“Apa yang dialami Yodi bisa menimpa siapa saja. Karena itu PWI Jaya mengimbau agar rekan-rekan sesaama wartawan bisa lebih berhati-hati dan waspada di manapun berada. Baik saat bertugas maupun sedang tidak bertugas,” ucap Sayid.

Sebagaimana diketahui, Yodi Prabowo ditemukan tewas pada Jumat (10/07/2020), di pinggir Tol JORR Pesanggrahan, Jalan Ulujami Raya, Ulujami, Pesanggrahan, Jakarta Selatan,

Menurut Kasat Reskrim Polsek Pesanggrahan Fajhrul Choir mengatakan, mayat Yodi ditemukan pada pukul 11.45 WIB. Berdasarkan data yang dikumpulkan, mayat Yodi ditemukan tiga anak kecil yang bermain layangan di pinggir Tol JORR.

(Red)

Jakarta

Polsek Kalideres Sita Ratusan KJP dari Renternir, Wilson Lalengke: Harus Diusut Tuntas

BERIMBANG.com Kepolisian Sektor (Polsek) Kalideres, Jakarta Barat, telah menyita ratusan Kartu Jakarta Pintar (KJP) yang diduga selama ini digadaikan oleh para orang tua/wali siswa penerima bantuan KJP dari Pemerintah ke rentenir.

Hal itu terungkap pada temu silahturahmi team PPWI dengan Kapolsek Kalideres, Kompol Slamet, R, SH, MM di Mapolsek Kalideres, Rabu, 24 Juni 2020.

Dalam pertemuan yang berlangsung akrab di lantai 2 Mapolsek Kalideres, Jl. Daan Mogot Km 16 Jakarta Barat itu, hadir dari team PPWI yakni Ketua Umum PPWI, Wilson Lalengke, Robiansyah dari Media KPK, dan beberapa rekan lainnya. Terlihat juga hadir penasehat hukum PPWI, Dolfie Rompas, S.Sos, SH, MH.

Selain untuk bersilahturami dengan pihak Polsek Kalideres, kunjungan PPWI yang diterima langsung oleh Kapolsek Kompol Slamet juga dimaksudkan untuk mengkonfirmasi informasi terkait isu praktek illegal pegadaian KJP oleh oknum orang tua/wali murid di wilayah hukum Polsek Kalideres.

Sebagaimana diketahui, pada 11 Juni 2020, beberapa anggota PPWI pengelola media online Bidikfakta.Com melakukan silahturahmi lebaran ke Ketum PPWI di Sekretariat Nasional PPWI, di bilangan Slipi-29, Kemanggisan, Palmerah, Jakarta Barat.

Pada pertemuan silahturahmi lebaran ini, rekan-rekan PPWI tersebut menyampaikan informasi terkait dugaan praktek penyalahgunaan KJP yang digadaikan ke oknum rentenir yang beralamat di Jl. Manyar, RT 002 RW 015 Kelurahan Tegal Alur, Kecamatan Kalideres, Jakarta Barat.

Tidak kurang dari 200 buah KJP dipegang sebagai barang bukti praktek illegal tersebut yang didapatkan dari oknum rentenir, berinisial TA. Barang bukti tersebut sedianya akan segera disampaikan atau dilaporkan ke Kejaksaan sebagai temuan media di lapangan.

Kini ke-200 KJP dimaksud telah disita oleh aparat di Polsek Kalideres. Dari informasi yang dihimpun, polisi juga sudah menyita barang bukti fisik KJP lainnya dari TA sejumlah lebih-kurang 300 buah. Jadi total KJP yang digadaikan warga ke rentenir tersebut adalah 500 buah.

Penyitaan barang bukti KJP yang digadaikan ini dibenarkan oleh Kompol Slamet. “Barang buktinya ada di penyidik,” katanya singkat kepada Wilson dan kawan-kawan.

Merespon fenomena penggadaian KJP tersebut, Wilson Lalengke mengaku sangat prihatin dan menyayangkan hal ini terjadi.

“KJP itu merupakan instrument yang digunakan Pemerintah dalam mendorong percepatan pencerdasan bangsa. Melalui bantuan biaya pendidikan, termasuk dana pembelian ransum untuk peningkatan gizi anak didik, kita berharap setiap anak Indonesia tidak terkendala dalam menempuh pendidikannya,”

“Namun, ketika dana KJP bulanan justru dialihkan kepada orang lain, maka maksud Pemerintah memberikan KJP akan sangat sulit terwujud,” jelas Wilson Lalengke yang juga merupakan pengamat dan praktisi pendidikan ini.

Oleh karenanya, lanjut Wilson berharap agar Pemerintah, baik pusat maupun daerah, melakukan monitoring dan evaluasi yang ketat terhadap penggunaan KJP di lapangan.

“KJP yang disalahgunakan, seperti kasus KJP digadaikan ke rentenir, harus dihentikan atau dicabut. Ini penting agar uang negara tidak sia-sia akibat disalahmanfaatkan oleh orang tua/wali murid maupun para penadah KJP tersebut,” tegas Alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 ini.

Ia juga menyarankan kepada pihak aparat kepolisian agar bekerja profesional dan komprehensif dalam menangani perkara pelanggaran perundangan yang dilakukan oleh oknum masyarakat, terutama yang terkait dengan penyalahgunaan anggaran negara.

“Kegiatan gadai-menggadai KJP itu jelas merupakan penyalahgunaan uang negara, yang seharusnya untuk pendidikan anak-anak tapi digunakan untuk memperkaya rentenir. Ini dapat dikategorikan sebagai perilaku koruptif, mengambil uang rakyat dan memanfaatkannya tidak sesuai dengan peruntukkannya”

“Polsek Kalideres yang sudah mengantongi barang bukti penyalahgunaan KJP itu semestinya mengembangkan kasus tersebut dan memprosesnya sesuai koridor hukum yang berlaku,” ujar Wilson penuh harap.

(APL/Red)

Jakarta

Pegiat Anti Korupsi Dukung Jaksa Agung Bongkar Kasus Jiwasraya

BERIMBANG.com Pegiat Anti Korupsi dari Gerakan Jalan Lurus (GJL) Jawa Tengah, mendukung keberanian Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk mengusut tuntas megaskandal korupsi  yang terjadi di PT Asuransi Jiwasraya (Persero).

Ketua GJL Jawa Tengah, Riyanta mengatakan, Korps Adhyaksa patut diacungi jempol karena membongkar megaskandal korupsi di perusahaan pelat merah yang sudah merugikan keuangan Negara mencapai Rp 16,8 triliun itu.

“Langkah Kejagung menuntaskan mega korupsi Jiwasraya patut diacungi jempol dan tentu kami mendukung Jaksa Agung dalam membongkar setuntas-tuntasnya kasus ini,” ujar Riyanta dalam keterangannya, Jakarta, Sabtu (13/06/2020).

Dia menambahkan, langkah Jaksa Agung Burhanuddin dan jajarannya dalam membongkar kasus yang ditengarai banyak pemain-nya itu. Diperlukan sistem pengawasan, guna memantau para Jaksa dan Pengacara yang terlibat dalam persidangan tersebut.

“Siapapun yang berusaha untuk melemahkan Kejaksaan dalam  mengusut mega korupsi Jiwasraya adalah penghianat negara,” tegas pengiat anti korupsi itu.

Riyanta pun memberi semangat kepada tim Jaksa Penuntut sebagai garda terdepan dalam persidangan itu agar tak gentar dan goyah iman dengan oknum yang akan mengintervensi dalam kasus ini.

“Uang Jiwasraya itu adalah uang rakyat. Dan terjadinya mega korupsi di Asuransi Jiwasraya ini tidak dilakukan oleh Pemerintahan yang sekarang. Maka, Kejaksaan Agung wajib menuntaskan pengusutan korupsi ini dengan sejelas-jelasnya,” imbuhnya.

“Kasus ini, buka apa adanya. Rakyat mendukung total langkah Kejaksaan. Rakyat bersama Kejaksaan,” sambung Riyanta mengakhiri.

Senada dengan Riyanta, pengiat anti Korupsi lainnya, Boyamin Saiman mensinyalir, maraknya kiriman baliho dalam bentuk karangan bunga di sekitar Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat selama proses persidangan sebagai bentuk mobilisasi dukungan dari kolega para terdakwa.

“Baliho karangan bunga tersebut kami pahami sebagai bentuk dukungan kepada terdakwa. Dan berpotensi mempengaruhi hakim dalam persidangan. Kami yakin, pembuat baliho karangan bunga itu dimaksudkan untuk upaya membebaskan para Terdakwa dugaan korupsi Jiwasraya dengan cara-cara di luar persidangan,” tutur Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman.

Menurut Boyamin, dalam dua kali persidangan kasus megaskandal korupsi itu, ada baliho karangan bunga yang berisi dukungan terhadap Terdakwa Benny Tjokrosaputro alias Bentjo yang dinilai tidak etis.

“Dan itu peletakan (karangan bunga) tidak pada tempatnya,” uhar dia.

Maka dari itu aktivis dari masyarakat anti korupsi itu meminta kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk menertibkan dan melarang penempatan baliho karangan bunga.

Pasalnya, peradilan sebagai lembaga netral yang tidak berpihak kepada siapapun kecuali kebenaran dan keadilan.

“Hakim bersikap adil dan tidak berpihak sebagaimana dirumuskan keputusan bersama Mahkamah Agung RI dengan Komisi Yudisial,” tandasnya.

Ia pun menegaskan jika hendak membela Terdakwa sudah terdapat salurannya melalui Penasehat Hukum masing-masing Terdakwa dan pembelaan tersebut telah diberi ruang dalam bentuk pembacaan eksepsi pada Rabu, 10 Juni 2020 dua hari lalu.

“Kami memduga pemasangan baliho karangan bunga tidak mendapat ijin dari Kepolisian setempat sehingga harus ditertibkan dan atau dilarang,” kata dia.

Dengan demikian, pihaknya melayangkan surat permintaan penertiban baliho karangan bunga kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan tembusan Ketua Mahkamah Agung dan Ketua Badan Pengawasan Mahkamah Agung.

Adapun kata Boyamin, dalam Kode Etik hakim telah tertuang pada Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung dan Ketua Komisi Yudisial Nomor 047/KMA/SKB/IV/2009 dan No 02/SKB/P.KY/IV/2009 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.

Dan juga pada Peraturan Bersama Ketua Mahkamah Agung dan Ketua Komisi Yudisial Nomor 02/PB/MA/IX/2012 dan 02/PB/P.KY/09/2012 tentang Panduan Penegakan Kode Etik Dan Pedoman Perilaku Hakim.

(Edo)

Jakarta

Pimpinan Komite I: DPD RI Tolak Pilkada 2020

BERIMBANG.com Pemerintah baru-baru ini menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota yang mengatur penundaan pemungutan suara Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 akibat wabah Corona Virus Disease (Covid-19).

Sementara itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengumumkan rencana akan melaksanakan Pilkada Serentak pada tanggal 9 Desember 2020. Terkait dengan hal tersebut, Komite I DPD RI memberikan beberapa pokok-pokok pertimbangan.

Hal itu disampaikan salah satu Pimpinan Komite I DPD RI, H. Fachrul Razi, MIP, dalam pesan WhatsApp, Selasa (02/06/2020). Pertama, kata Fachrul, WHO telah menyatakan Covid-19 sebagai pandemi global yang belum dapat diprediksi kapan pandemi tersebut akan berakhir.

Kedua, lanjut dia, Pemerintah telah menetapkan Covid-19 sebagai bencana nasional melalui Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020. “Sampai saat ini status tersebut masih berlaku, belum dicabut,” ujar Fachrul.

Pertimbangan berikutnya adalah bahwa pandemi Covid-19 telah berdampak terhadap meningkatnya jumlah korban dan kerugian harta benda. Juga, akhir-akhir ini terjadi perluasan cakupan wilayah yang terkena bencana.

“Hal itu menimbulkan implikasi pada aspek sosial ekonomi yang luas di Indonesia,” imbuh Fachrul yang menjabat sebagai Wakil Ketua Komite I DPD RI itu.

Pertimbangan DPD RI lainnya adalah bahwa Pilkada Serentak akan melibatkan 270 daerah dengan kurang lebih jumlah pemilih sebanyak 105 juta orang.

Ratusan juta pemilih itu sangat rentan untuk terpapar Virus Corona yang mengancam keselamatan jiwa pemilih dan penyelenggara pemilu.

“Sangat penting dipertimbangkan pula bahwa faktanya sampai dengan saat ini, jumlah korban yang terinfeksi Covid-19 masih terus bertambah, serta belum menunjukkan kecenderungan akan melandai apalagi berakhir,” Fachrul mengingatkan.

Selain itu, ujar Fachrul lagi, anggaran penyelenggaraan Pilkada Tahun 2020 yang telah disepakati oleh KPU bersama 270 kepala daerah melalui naskah perjanjian hibah daerah sebesar Rp. 9.9 triliun.

Dana itu tentu akan sangat bermanfaat bagi daerah apabila digunakan untuk penanganan pandemi dan pemulihan dampak covid-19 bagi masyarakat daerah.

“Pengajuan tambahan anggaran pelaksanaan Pilkada Tahun 2020 oleh KPU sebesar Rp. 535,9 miliar di tengah kondisi pandemi ini akan sangat memberatkan keuangan negara,” jelasnya.

Terakhir, pertimbangan keenam, penyelenggaraan Pilkada termasuk tahapannya di tengah pandemi corona dikhawatirkan akan merusak makna dan kualitas demokrasi sebagai sarana untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat, karena tidak memperhatikan aspek sosio-ekonomi dan kesehatan masyarakat.

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas, lanjut Senator asal Aceh ini, dalam kondisi pandemi Covid-19, Pemerintah, DPR RI, dan KPU RI harus memperhatikan doktrin yang diterima secara universal, yaitu “salus populi suprema lex esto”.

“Yakni agar keselamatan rakyat merupakan hukum tertinggi bagi suatu negara. Berkenaan dengan hal tersebut, Komite I DPD RI menyatakan sikap tidak setuju terhadap rencana pelaksanaan Pilkada Serentak pada tanggal 9 Desember 2020,” tutup Fachrul.

[FZR/Red]

Jakarta

Rampung Awal Juli, Progres Renovasi Masjid Istiqlal Telah Mencapai 90 Persen

BERIMBANG.com “Memang agak mundur karena adanya pandemi covid-19. Setelah selesai (renovasi) akan dibuka, tapi belum kita putuskan (tanggalnya)” kata Presiden Joko Widodo di Masjid Istiqlal, Jakarta, Selasa, 2 Juni 2020.

Renovasi mulai dikerjakan Mei 2019. Mulanya, renovasi ditargetkan selesai sebelum Ramadan 2020.

Penyelesaian renovasi mundur 1,5 bulan lantaran pandemi covid-19 dan pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).

Jokowi mengingatkan pengelola menerapkan protokol kesehatan saat masjid dibuka kembali.

“Tadi saya sudah mendapatkan informasi dari Prof Nasaruddin, Imam besar Masjid Istiqlal, bahwa direncanakan Masjid Istiqlal dibuka bulan Juli,” tutur Jokowi.

Lingkup pekerjaan renovasi Masjid Istiqlal meliputi penataan kawasan, pekerjaan struktur, pekerjaan arsitektur, mechanical electrical plumbing (MEP), pekerjaan interior, dan signage. Total anggaran renovasi mencapai Rp. 475 miliar.

Masjid Istiqlal memiliki luas area kawasan 91.629 meter persegi dan luas bangunan masjid 80.948 meter persegi. Masjid ini dapat menampung hingga 200.000 orang.

Pekerjaan penataan kawasan meliputi pengembalian Axis Monas dan perapihan zoning kawasan, perbaikan gerbang, penambahan plaza-plaza sebagai ruang publik, perbaikan riverfront sepanjang sungai, penambahan gedung parkir lapis 2 (basement), perbaikan kantin dan penambahan area pedagang kaki lima (PKL).

Ruang-ruang parkir di permukaan kini dimanfaatkan sebagai taman hijau dan area publik. Bahkan di sisi sungai disediakan amphiteater untuk berbagai kegiatan pendukung.

Pekerjaan arsitektur mencakup pekerjaan fasad, lantai, dinding, kusen, jendela, pintu, ruang wudu, toilet, dan kamar mandi. Pekerjaan interior di antaranya interior ruang salat utama, area VIP, dan perkantoran pengurus masjid.

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono menekankan kepada kontraktor agar tidak hanya memaksimalkan fungsi Masjid Istiqlal sebagai tempat ibadah, tetapi juga memperhatikan arsitektur, seni, dan estetika.

Tak kalah penting tetap mempertahankan kaidah-kaidah cagar budaya bangunan masjid.

Renovasi Masjid Istiqlal ini adalah renovasi pertama dan terbesar sejak dibangun 41 tahun lalu. Renovasi dilaksanakan oleh PT. Waskita Karya selaku kontraktor pelaksana dan PT. Virama Karya selaku konsultan manajemen konstruksi.

(JSY/Red)