Penulis: admin berimbang

Daerah

Masuk Sekolah Jam 6.30, Dedi Mulyadi Dihujani Protes: Anak Kurang Tidur, Orang Tua Ikut Tersiksa!

BERIMBANG.COM – BANDUNG | Kebijakan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi soal aturan jam masuk sekolah pukul 06.30 WIB menuai gelombang kritik dari warganet. Tak hanya siswa, orang tua pun mengeluhkan dampak kebijakan ini, mulai dari jam tidur terganggu hingga anak-anak menjadi kelelahan dan kurang fokus saat belajar.

Aturan ini diterapkan untuk seluruh jenjang pendidikan, bahkan termasuk PAUD, sebagai kompensasi atas penghapusan kegiatan belajar hari Sabtu. Hal itu tertuang dalam Surat Edaran Gubernur Jabar Nomor 58/PK.03/Disdik tertanggal 28 Mei 2025.

Namun, di balik niat efisiensi, kebijakan tersebut justru menimbulkan keresahan publik. Dalam unggahan video TikTok Dedi Mulyadi, warganet ramai-ramai menyuarakan keberatannya di kolom komentar.

“Pak, saya mohon ini mah pak, cabut sistem sekolah jam 06.30 pagi. Orang tua harus bangun jam 4 buat nyiapin anak. Gimana kalau rumah jauh dan harus jalan kaki?” tulis akun @rha****

Tak sedikit juga yang menyoroti beban jam belajar yang tidak ikut dikurangi, sehingga siswa justru makin kelelahan.

“Saya tidur jam 20.30 tapi pulang jam 4 sore itu berat, Pak. Lebih baik pulang jam 14.30 saja,” kata akun @spad*****

Selain soal kelelahan fisik, muncul kekhawatiran soal kesehatan mental dan pertumbuhan anak akibat kurang tidur dan memulai aktivitas terlalu pagi.

“Negara maju aja sekolah mulai jam 9. Kita malah jam 6.30. Ini bikin anak kekurangan tidur dan susah fokus. Kasihan, Pak,” protes akun @natk******

Meski sebagian warganet memahami niat baik Gubernur Dedi untuk mendorong disiplin dan efisiensi waktu, banyak yang meminta agar keseimbangan antara kebutuhan biologis dan beban akademik anak tetap diperhatikan.

Hingga berita ini ditulis, belum ada tanggapan resmi dari Dedi Mulyadi atas desakan publik untuk meninjau ulang kebijakan tersebut.***

Depok

KH. Abu Bakar Madris Hadir di Pengajian Wartawan Depok: Ilmu Adalah Pondasi Kebangkitan Bangsa

BALAIKOTA, DEPOK –
Majelis Taklim Balai Wartawan (MT. Balwan) Kota Depok kembali menggelar pengajian rutinitas bulanan yang berlangsung hangat dan penuh makna di Sekretariat Balai Wartawan Kota Depok, Kamis (24/07/2025).

Kali ini, pengajian semakin istimewa karena menghadirkan ulama kharismatik Kota Depok, KH. Abu Bakar Madris, Ketua Kuduss Ramah Kota Depok sekaligus Penasehat Majelis At-Taubah.

Dengan tema “Memupuk Kebersamaan dan Kekompakan dalam Bermajelis”, kegiatan ini dipadati jamaah serta tokoh masyarakat. Hadir pula perwakilan dari DPC Forkabi Kota Depok seperti Ustadz Tatang, Mohammad Toha, serta perwakilan BPPKB Banten dari Beji.

Acara diawali dengan pembacaan selawat dipandu Tony Yusep, disusul tahlil, tahmid, dan doa bagi arwah keluarga jamaah yang dipimpin oleh Ustadz Salwani.

Ketua MT. Balwan, Adie Rakasiwi, menyampaikan terima kasih atas antusiasme jamaah yang tetap menyempatkan hadir di tengah kesibukan kerja. Ia juga memaparkan agenda ke depan:

  • Jumat Berkah (Agustus, minggu pertama)
  • Maulid Nabi Muhammad SAW (September)
  • Wisata Religi & Milad MT. Balwan (Oktober 2025)

“Kami terus mengajak jamaah untuk aktif meramaikan majelis ini. Semoga Allah SWT senantiasa meringankan langkah kita untuk hadir,” ujar Adie.

Sementara itu, dalam tausyiahnya, KH. Abu Bakar Madris mengingatkan pentingnya ilmu dan ketakwaan sebagai tolok ukur kemuliaan seseorang di hadapan Allah, bukan keturunan atau jabatan.

“Semua sama di mata Allah, yang membedakan hanyalah takwa,” tegas Kiai Abu.

Ia pun menegaskan pentingnya meluangkan waktu demi ilmu agama sebagai bentuk ketakwaan, sembari mencontohkan pentingnya pemahaman dalam pelaksanaan salat jenazah.

“Jangan tahu tapi tidak paham. Ilmu itu pondasi. Majelis ilmu adalah bagian dari kebangkitan bangsa. Para ulama dan pahlawan kita dulu memerdekakan negeri ini dengan ilmu dan iman,” pungkasnya.***

Depok

Aksi Nekat Pencuri Burung Kenari di Depok: Terekam CCTV, Dihajar Karyawan Toko!

Depok, Berimbang.com – Aksi nekat seorang pria yang diduga pencuri burung kenari di sebuah toko unggas di kawasan Cilodong, Depok, berakhir dengan babak belur. Pria asal Cikaret, Kabupaten Bogor, itu menjadi bulan-bulanan karyawan toko setelah tertangkap basah mencuri tiga ekor burung kenari. Seluruh kejadian terekam kamera pengawas CCTV dan kini viral di media sosial.

Peristiwa ini terjadi pada Jumat pagi (25/7/2025) di toko burung yang terletak di Jalan Kampung Sawah, Cilodong. Dalam rekaman video yang beredar, pelaku terlihat berpura-pura menjadi pembeli, lalu secara diam-diam memasukkan burung ke dalam saku celana.

“Pelaku sudah tiga kali mencuri di sini. Makanya kami siaga,” ujar Satria, pemilik toko, saat ditemui.

Kecurigaan karyawan yang mengenali gerak-gerik pelaku langsung terbukti. Tanpa banyak bicara, sejumlah pekerja toko yang kesal dengan aksi berulang itu langsung menghadang dan menghajar pelaku di tempat.

Meski nilai kerugiannya terbilang kecil—diperkirakan hanya beberapa ratus ribu rupiah—namun kejadian ini menjadi puncak kekesalan akibat pencurian berulang.

“Bukan soal nominal, tapi ini sudah yang ketiga kalinya. Kalau dibiarkan, dia makin berani,” tambah Satria.

Setelah sempat dikeroyok, pelaku diamankan dan diserahkan ke Polres Metro Depok untuk pemeriksaan lebih lanjut. Polisi menyatakan kasus ini tengah diproses sesuai hukum yang berlaku.

Di sisi lain, video pengeroyokan terhadap pelaku juga memunculkan perdebatan publik soal batasan tindakan main hakim sendiri.

Pihak kepolisian mengimbau masyarakat untuk tetap menyerahkan pelaku ke pihak berwajib tanpa menggunakan kekerasan berlebihan.

“Kami menghargai kewaspadaan warga, tapi tetap tidak dibenarkan melakukan tindakan kekerasan yang bisa berujung pidana baru,” ujar AKP Irwan, perwakilan Polres Depok.

Kasus ini membuka kembali diskusi mengenai perlindungan terhadap pelaku usaha kecil dari tindak kriminal serta batas-batas tindakan warga dalam merespons kejahatan yang tertangkap tangan.*

Jakarta

[BREAKING] Duel Gengster di Matraman Tewaskan Pemuda, Dua Pelaku Dibekuk di Parung

📅 25 Juli 2025
✍️ Tim Berimbang.com

JAKARTA – Aksi brutal tawuran antar gengster kembali memakan korban jiwa. Kali ini, seorang pemuda berinisial NH (24) tewas di tempat setelah dibacok secara sadis oleh sekelompok gengster di Jalan Pisangan Baru Selatan, Matraman, Jakarta Timur, pada Selasa (22/7/2025) dini hari.

Setelah melakukan penyelidikan intensif, Subdit Jatanras Polda Metro Jaya berhasil menangkap dua pelaku utama yang terlibat langsung dalam aksi pembacokan tersebut. Kedua pelaku berinisial AMG dan PRH, ditangkap tanpa perlawanan di sebuah tempat persembunyian di Parung, Bogor, Jawa Barat.

“Dari rekaman CCTV dan keterangan saksi, kami identifikasi peran pelaku. AMG dan PRH membawa senjata tajam jenis celurit dan melakukan pembacokan terhadap korban,” ujar AKBP Abdul Rohim, Kasubdit Jatanras Polda Metro Jaya, Jumat (25/7/2025).

Korban Tewas di Lokasi dengan Luka Parah

Korban NH tewas seketika di lokasi kejadian akibat luka bacok di punggung, lengan kanan, jari kaki, serta beberapa bagian tubuh lainnya. Insiden ini memperpanjang daftar kekerasan jalanan yang menghantui wilayah Jakarta Timur, terutama Matraman.

Polisi juga masih memburu dua pelaku lainnya dari kelompok lawan, berinisial SB dan HN, yang diduga menjadi provokator utama dalam tawuran tersebut.

Warga: Kami Sudah Lelah dan Takut

Menurut pengakuan warga sekitar bernama Rizal, kelompok gengster dari Pisangan Lama dan Pisangan Baru sudah sering terlibat tawuran di lokasi tersebut. Aksi mereka tak jarang membuat warga ketakutan dan waswas menjadi korban salah sasaran.

“Mereka bawa senjata tajam, tawurannya brutal banget. Kami minta polisi bertindak lebih tegas,” ujar Rizal.

Aksi tawuran berdurasi sekitar 15 menit itu disebut melibatkan senjata tajam seperti corbek, celurit, hingga pedang. Polisi memastikan patroli di wilayah rawan akan ditingkatkan demi mencegah konflik susulan.*””

Nasional

DATA DIJUAL? Buruh Ancam Demo Nasional, Pemerintah Bungkam Isu Transfer Data WNI ke AS

Berimbang.com | Kamis, 25 Juli 2025

Jakarta – Gejolak protes dari kalangan buruh terus membara menyusul kabar bahwa pemerintah Indonesia memberikan akses data pribadi warga negara Indonesia (WNI) kepada pemerintah Amerika Serikat (AS) melalui kesepakatan perdagangan digital. Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyebut langkah tersebut sebagai pelanggaran serius terhadap kedaulatan negara dan hak asasi rakyat.

Presiden KSPI sekaligus Ketua Partai Buruh, Said Iqbal, mengecam keras kesepakatan itu. “Bagaimana mungkin data pribadi rakyat diserahkan ke negara asing tanpa seizin pemiliknya? Ini bentuk pengkhianatan terhadap rakyat,” ujarnya dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (25/7).

Ancam Aksi Nasional

KSPI bersama jaringan serikat buruh nasional mengancam akan menggelar aksi besar-besaran di seluruh Indonesia bila pemerintah tidak segera mencabut kesepakatan tersebut. Menurut Iqbal, data buruh—sebagai kelompok rentan—tidak boleh dipertaruhkan demi kepentingan dagang asing.

Iqbal juga menyinggung ketimpangan perdagangan antara Indonesia dan AS. “Tarif barang Indonesia ke AS bisa mencapai 19 persen, sementara barang dari AS bebas masuk. Sekarang, ditambah data pribadi kami dijual. Ini penjajahan gaya baru: neoliberalisme berkedok perdagangan,” tegasnya.

Penjelasan Pemerintah

Di tengah kemarahan publik, pemerintah membantah tuduhan menyerahkan data pribadi secara bebas. Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, menyatakan bahwa data yang dimaksud hanya terkait perdagangan barang berisiko ganda, seperti gliserol sawit yang bisa digunakan untuk pupuk maupun bahan peledak.

“Ini soal transparansi transaksi barang strategis, bukan pemindahan data individu secara masif. Pemerintah tetap patuh pada Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi,” jelas Hasan.

Namun pernyataan Hasan bertolak belakang dengan siaran resmi Gedung Putih, yang menyebut Indonesia akan memberikan “kepastian hukum terkait transfer data pribadi” ke AS, serta mengakui AS sebagai negara dengan standar perlindungan data yang memadai.

Rakyat Berhak Tahu dan Menolak

Pakar hukum data pribadi dari ICJR, Henny Supolo, menyebut bahwa ketidakterbukaan pemerintah terhadap isi kesepakatan melanggar prinsip transparansi publik. “Rakyat berhak tahu data apa yang dibagi, untuk apa, dan kepada siapa. Tanpa itu, ini rawan disalahgunakan,” ujarnya.

Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) jelas menjamin hak warga atas informasi, penghapusan, dan persetujuan eksplisit atas data pribadi mereka. Bila benar data bisa ditransfer ke yurisdiksi asing tanpa keterlibatan subjek data, ini berpotensi menjadi pelanggaran serius terhadap UU tersebut.

Desakan Mencabut Kesepakatan

KSPI dan Partai Buruh menegaskan bahwa tuntutan mereka bukan hanya tentang buruh, melainkan menyangkut martabat bangsa. “Jika pemerintah tetap ngotot, kami akan mobilisasi jutaan buruh ke jalan. Ini soal prinsip, bukan hanya angka dagang,” pungkas Iqbal.

Di sisi lain, sejumlah pengamat menilai pemerintah harus segera membuka isi perjanjian secara transparan kepada publik. Tanpa keterbukaan, isu ini bisa menjadi bola salju yang menggerus kepercayaan rakyat terhadap negara.***

Daerah

Geger Fatwa Haram Sound Horeg: Ribuan Job Agustusan Dibatalkan, Paguyuban Sound Desak Pemda Turun Tangan

JOMBANG – Dampak dari fatwa haram Majelis Ulama Indonesia (MUI) terhadap penggunaan sound horeg kian meluas. Menjelang perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 Republik Indonesia, ribuan pelaku usaha penyewaan sound system di Jombang terancam merugi akibat pembatalan job secara massal.

Paguyuban Sound System Jombang (PSSJ) mengaku banyak menerima laporan pembatalan acara Agustusan, termasuk pawai, karnaval, dan hiburan rakyat. Bahkan, sejumlah klien yang sudah menyetor uang muka (DP) kini bingung harus bagaimana.

“Kami bukan pelaku sound battle ekstrem, tapi tetap kena imbas. Banyak job dibatalkan, bahkan kontrak sepihak,” ujar Ketua PSSJ, Koiman, Kamis (24/7/2025).

Koiman tak memungkiri bahwa suara ekstrem dari kompetisi sound horeg memang bisa mengganggu kenyamanan publik. Namun, menurutnya, kebijakan ini terlalu menyapu bersih semua pelaku usaha, tanpa batas teknis yang jelas.

“Kalau dibatasi hanya 45 desibel, ya sama saja dilarang bunyi. Ini bukan sekadar soal agama, tapi menyangkut nasib ribuan keluarga yang menggantungkan hidup dari industri sound,” tegasnya.

PSSJ mengusulkan batas maksimal dinaikkan menjadi 85 desibel, dengan pengawasan etika penggunaan dan penyesuaian konteks lokasi.


Fatwa vs Realita Lapangan: Ketika Agama, Ekonomi, dan Budaya Berbenturan

Fatwa MUI pusat memang menyasar fenomena sound horeg yang kerap diasosiasikan dengan pesta pora dan kompetisi kekuatan suara. Namun, dampaknya menjalar pada sektor usaha kecil-menengah yang tak pernah ikut kontes, tapi sekadar menyewakan sound untuk keperluan warga.

“Kalau terus dilarang tanpa solusi, bukan tidak mungkin muncul konflik sosial. Warga jadi kecewa, panitia kelimpungan, dan penyedia jasa dihujat,” ujar Koiman.


PSSJ Desak Dialog Terbuka, MUI Lokal Siap Tampung Aspirasi

Mengantisipasi kekisruhan di lapangan, PSSJ mendesak adanya dialog terbuka dengan Pemkab Jombang, Polres, dan MUI. PSSJ dijadwalkan akan menggelar audiensi resmi pada Jumat (25/7/2025).

Sementara itu, Sekretaris Umum MUI Jombang, Ilham Rokhim, menyatakan bahwa pihaknya hanya menjalankan fatwa pusat dan tidak memiliki kewenangan mengubah isi fatwa. Meski demikian, Ilham menegaskan MUI akan membuka ruang dialog untuk meredam keresahan di masyarakat.**”

Bogor

Satpol PP Tertibkan 130 PKL di Pasar Cisarua, Bukan Digusur tapi Direlokasi ke Pasar Resmi

Berimbangcom – Sebanyak 130 Pedagang Kaki Lima (PKL) di kawasan Pasar Cisarua, Kabupaten Bogor ditertibkan oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) pada Kamis (24/7). Penertiban dilakukan sebagai bagian dari upaya penataan kawasan pasar sesuai arahan langsung dari Bupati Bogor, Rudy Susmanto.

Kepala Satpol PP Kabupaten Bogor, Cecep Imam Nagarasid, menegaskan bahwa langkah ini bukanlah penggusuran, melainkan relokasi ke dalam area resmi Pasar Cisarua yang dikelola oleh Perumda Pasar Tohaga.

“Adapun PKL tersebut dialihkan, bukan digusur. Tapi dialihkan ke pasar Tohaga. Jumlahnya kurang lebih 130,” ujar Cecep.

Sebagian PKL Bongkar Sendiri Lapak

Cecep menyebut, sebagian pedagang bahkan memilih membongkar sendiri lapaknya sebelum ditertibkan oleh petugas. Upaya ini diapresiasi sebagai bentuk kesadaran dan kerja sama dari para pedagang.

Untuk mencegah kembalinya PKL ke area luar pasar, Satpol PP berencana melakukan patroli rutin di kawasan Cisarua.

“Kalau nanti muncul lagi, saya harap segera ditindak,” tambahnya.

Tahapan Teguran untuk Wilayah Papesta

Meski demikian, Cecep menyebut masih ada sejumlah bangunan di wilayah Papesta yang belum ditertibkan karena bukan di bawah pengelolaan Perumda Pasar Tohaga. Untuk wilayah tersebut, Satpol PP akan menempuh tiga tahapan teguran sebelum dilakukan pembongkaran.

“Ini pengawas bangunan akan melakukan kewajibannya, yaitu memberikan teguran 1, 2, 3,” tegas Cecep.

Langkah ini dinilai penting demi mewujudkan pasar yang lebih tertib, bersih, dan nyaman, baik bagi pedagang maupun pembeli.***

Nasional

SEKOLAH GRATIS, JADI PNS PULA—TAPI SEPI PEMINAT: Ada Apa dengan STIN dan Poltek Siber?

📅 Kamis, 25 Juli 2025
✍️ Redaksi Berimbangcom

Berimbangcom — Pendaftaran tujuh sekolah kedinasan tahun 2025 resmi ditutup pada 22 Juli lalu. Namun, fakta mengejutkan muncul: dua sekolah kedinasan dengan jaminan langsung menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) justru sepi peminat. Padahal, di tengah persaingan kerja yang makin keras dan janji stabilitas karier sebagai PNS, angka pendaftar yang minim tentu jadi anomali serius.

Berdasarkan data Badan Kepegawaian Negara (BKN) per 19 Juli 2025, Politeknik Keuangan Negara STAN (PKN STAN) seperti biasa merajai pendaftaran dengan 45.518 pelamar. Sementara di posisi buncit, Politeknik Siber dan Sandi Negara mencatat hanya 2.632 pendaftar, disusul Sekolah Tinggi Intelijen Negara (STIN) dengan 7.563 pelamar.

“Sekolah elit, kuliah gratis, prospek jadi PNS langsung. Tapi kenapa malah tak dilirik?” – itulah pertanyaan yang mengemuka.

Berikut Ranking Jumlah Pendaftar Sekolah Kedinasan 2025:

  1. PKN STAN – 45.518
  2. IPDN – 31.264
  3. Sekolah Kedinasan Kemenhub – 28.493
  4. STMKG – 18.858
  5. Polstat STIS – 15.869
  6. STIN – 7.563
  7. Poltek Siber dan Sandi Negara – 2.632

Kenapa Sekolah Elit Justru Tak Diminati?

1. Publik Minim Literasi Intelijen & Siber
Banyak calon peserta yang tidak paham dunia kerja intelijen atau keamanan siber. Profesi ini dianggap “asing”, penuh kode, dan tidak seterang profesi ASN pada umumnya.

2. Disiplin & Tekanan Tinggi
STIN dikenal keras dalam latihan fisik dan kedisiplinan tinggi. Hal ini bisa mengintimidasi calon pendaftar yang tidak siap secara mental maupun fisik.

3. Promosi & Sosialisasi Lemah
Tak seperti STAN atau IPDN yang aktif menjaring lewat medsos dan event sekolah, STIN dan Poltek Siber terkesan “diam”, padahal mereka bersaing di era digital.

4. Seleksi Sangat Ketat & Khusus
Dari tinggi badan, kesehatan prima, hingga catatan keamanan, beberapa syarat masuk dua sekolah ini sangat membatasi sejak awal.


Sepi Pendaftar, Justru Peluang Emas?

Bagi calon siswa yang benar-benar berminat dan siap secara fisik dan mental, jumlah pesaing yang kecil justru menjadi keuntungan. Peluang lolos tes jauh lebih besar dibanding STAN atau IPDN yang penuh desakan.

“Sekarang saatnya generasi muda berpikir ulang. Jangan hanya mengejar sekolah ramai, tapi cari peluang sunyi yang pasti,” ungkap seorang analis pendidikan di Jakarta kepada Berimbangcom.


🛡️ STIN & Poltek Siber: Sekolah Strategis, Bukan Sekolah Massa

Dua sekolah ini tidak sekadar mencetak ASN biasa. Lulusan mereka disiapkan untuk masuk dunia yang tertutup, strategis, dan menyangkut keamanan nasional.

Namun, tanpa komunikasi publik yang masif dan pemahaman yang cukup dari masyarakat, maka lembaga strategis ini bisa terus kehilangan potensi SDM unggul hanya karena miskomunikasi.


🔗 Simpulan Berimbangcom:

Sepinya peminat STIN dan Poltek Siber adalah cermin dari masalah komunikasi dan pemahaman publik, bukan soal kualitas institusi. Pemerintah perlu rebranding dua sekolah ini, menjadikannya lebih familiar, tanpa mengorbankan nilai-nilai strategis dan kedisiplinan yang menjadi DNA-nya.***

Depok

Stadion Internasional Depok Terganjal Sengketa Tanah, Supian Suri: Silakan Tempuh Jalur Hukum

Berimbang.com – Depok, 24 Juli 2025
Rencana pembangunan stadion bertaraf internasional di kawasan Tanah Merah, Cipayungjaya, Kota Depok kembali menuai polemik. Kali ini, PT. Tjitajam secara terbuka mengklaim bahwa lahan yang direncanakan untuk proyek stadion tersebut adalah milik mereka secara sah.

Menanggapi hal ini, Wali Kota Depok Supian Suri menyerahkan penyelesaian sengketa kepada proses hukum.

“Terkait dengan apa yang disampaikan PT. Tjitajam, ya silakan itu menjadi proses hukum,” ujar Supian kepada wartawan di Balai Kota Depok, Kamis (24/7/2025).

Supian menjelaskan bahwa lahan tersebut selama ini diketahui merupakan bagian dari aset eks Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang berada dalam penguasaan Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Namun, ia mengakui bahwa hingga saat ini, Pemerintah Kota Depok belum menerima persetujuan resmi dari pihak BLBI.

“Cerita BLBI ini masih dalam bentuk proposal yang kami ajukan. Jadi belum ada keputusan atau persetujuan yang resmi,” tegasnya.

Sementara itu, pihak PT. Tjitajam melalui kuasa hukumnya, Reynold Thohak, menyatakan bahwa kliennya adalah pemegang Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) No. 257/Cipayung Jaya tertanggal 25 Agustus 1999. Lebih lanjut, Reynold mengklaim kepemilikan itu telah diperkuat oleh 10 putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.

“Tanah tersebut sekarang juga dalam status sita jaminan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Timur,” ungkap Reynold.

Di sisi lain, Pemkot Depok tetap berharap agar pembangunan stadion dapat menjadi salah satu tonggak kemajuan infrastruktur kota. Dalam beberapa kesempatan, Supian Suri menegaskan keinginannya membangun stadion sebagai bagian dari aspirasi masyarakat, di samping pelebaran Jalan Raya Sawangan dan penambahan akses tol.

Meski demikian, sengketa ini menunjukkan bahwa rencana ambisius tersebut masih dihadapkan pada persoalan legalitas yang belum tuntas.*””

Daerah

Gubernur Dedi Mulyadi Larang Koperasi Merah Putih Beri Pinjaman: “Cash, Tidak Boleh Nunggak!”

Berimbang.com – Bandung| Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menegaskan larangan pemberian pinjaman di ribuan Koperasi Merah Putih yang baru dibentuk di seluruh desa dan kelurahan Jawa Barat. Dalam peluncuran program koperasi rakyat itu, Dedi menyatakan, transaksi di koperasi harus tunai dan nontunai, bukan kredit.

“Untuk masa awal ini, tidak boleh ada yang pinjam. Pengalaman saya, kalau sudah pinjam, barang koperasi tidak kembali, atau dibayar pun susah. Harus cash,” ujar Dedi saat ditemui di Bandung, Kamis (24/7/2025).

Program Koperasi Merah Putih yang diinisiasi oleh Pemprov Jabar telah menjangkau 5.957 koperasi di 27 kabupaten/kota. Fokus utamanya bukan pada simpan pinjam, melainkan pada penyediaan kebutuhan pokok rakyat, mulai dari LPG hingga pupuk, dengan harga yang diklaim jauh lebih terjangkau.

“Tujuannya untuk memenuhi kebutuhan konsumsi warga. Harga LPG dan pupuk yang biasa mahal, di koperasi harus murah,” jelas Dedi.

Selain itu, Dedi menyoroti pentingnya digitalisasi transaksi agar koperasi tidak menyimpan uang tunai secara fisik.

“Kalau ada uang tunai, godaannya terlalu tinggi,” ucapnya blak-blakan.

Bukan Koperasi Konvensional

Sekretaris Daerah Jawa Barat, Herman Suryatman, menjelaskan bahwa koperasi-koperasi ini tidak semata berfokus pada simpan pinjam. Ada enam sektor yang digarap: sembako, simpan pinjam, klinik desa, apotek desa, pergudangan, dan logistik. Semuanya telah berbadan hukum.

“Khusus logistik, kita ingin memangkas rantai pasok. Dari koperasi langsung ke perusahaan gas negara atau anak perusahaannya. Supaya harga stabil, tidak ada spekulasi,” ujar Herman.

Pemerintah Provinsi Jawa Barat berharap kehadiran Koperasi Merah Putih dapat menguatkan ekonomi kerakyatan serta menekan permainan harga oleh pihak-pihak tak bertanggung jawab.***