Digusur Tanpa SOP, Kantor RW 15 Kemirimuka Ikut Rata: Satpol PP Depok Dikecam Arogan
DEPOK – Penertiban yang dilakukan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Depok di sepanjang kawasan Kemiri Muka, Kecamatan Beji, pada Selasa (16/12/2025), menuai kecaman dari warga dan pegiat lingkungan. Penertiban tersebut dinilai dilakukan secara brutal dan menyalahi standar operasional prosedur (SOP) yang berlaku.
Sorotan tajam muncul karena Surat Peringatan (SP) tahap dua dan tiga (SP2 dan SP3) diterbitkan dan disampaikan di hari yang sama dengan pelaksanaan penggusuran. Praktik ini dinilai mencederai prinsip administrasi pemerintahan yang tertib dan profesional.
Ironisnya, Kantor RW 015 Kelurahan Kemirimuka ikut tergusur dalam penertiban tersebut. Padahal, menurut Ketua RW 015, Arief Afifullah, kantor RW berdiri di atas lahan yang memiliki Surat Pengelolaan Resmi dari Pemerintah Kota Depok dan masih berlaku.
“Kami sedang melakukan penataan kawasan secara bertahap. Bahkan ada rencana pembangunan taman di sisi saluran untuk mencegah kekumuhan. Namun kantor RW yang juga menjadi pusat kegiatan warga dan monitoring pengelolaan sampah justru ikut digusur,” ujar Arief, kecewa.Minggu ( 21/12).
Arief juga mengungkapkan kejanggalan administratif lainnya. SP3 yang diterimanya pada hari penggusuran secara tegas mencantumkan tenggat waktu 1×24 jam untuk pembongkaran mandiri, namun faktanya bangunan langsung dieksekusi tanpa jeda.
Aktivis Nilai Satpol PP Langgar Prosedur
Terpisah, Didiet, pemerhati lingkungan dan tata kota, menilai tindakan Satpol PP Kota Depok sebagai bentuk penyalahgunaan wewenang.
“Para pimpinan lapangan Satpol PP harus bertanggung jawab atas tindakan yang menyalahi prosedur dan dilakukan secara arogan. Ini jelas bukan penegakan perda yang humanis,” tegas Didiet.
Menurutnya, pola penertiban Satpol PP Kota Depok belakangan justru memperlihatkan banyak pelanggaran normatif yang dilakukan aparat penegak perda itu sendiri.
Didiet merinci sejumlah dugaan pelanggaran, antara lain:
- Tidak adanya kajian dan pendataan resmi kawasan sebelum penertiban;
- Sikap arogan dan sewenang-wenang aparat di lapangan;
- Kesalahan prosedur dalam penerbitan surat peringatan;
- Dugaan penghilangan aset pemerintah berupa plang segel resmi di lahan Setu Gugur;
- Penerbitan surat perintah bongkar yang dinilai ilegal dan tebang pilih;
- Penertiban yang menyasar pedagang mikro tanpa solusi lintas SKPD;
- Pembiaran bangunan permanen di atas badan sungai, termasuk di sepanjang Jalan Margonda;
- Tidak dieksekusinya bangunan bermasalah di bantaran Kali Ciliwung, Cimanggis;
- Tidak optimalnya peran PPNS dalam penanganan pelanggaran perda; serta
- Berbagai pelanggaran normatif lain yang dilakukan oknum penegak perda.
Warga Rencanakan Aksi Unjuk Rasa
Atas peristiwa tersebut, warga bersama sejumlah aktivis berencana menggelar aksi unjuk rasa pada Senin, 22 Desember 2025. Aksi akan ditujukan kepada Wali Kota Depok, dengan tuntutan agar pejabat yang menjadi pimpinan penggusuran dinonaktifkan (nonjob).
Warga menilai para pejabat tersebut tidak kompeten dan telah bertindak semena-mena, terlebih kantor RW yang digusur dibangun dari swadaya masyarakat dan menjadi pusat pelayanan publik warga.
Didiet menegaskan, evaluasi menyeluruh terhadap kinerja Satpol PP Kota Depok menjadi hal mendesak.
“Penegakan perda tidak boleh menciptakan masalah baru. Jika dibiarkan, tindakan-tindakan ini justru merusak kepercayaan publik terhadap pemerintah daerah,” pungkasnya.
