Bulan: Oktober 2025

Opini

Depok Dan Sindrom Loyalitas Ketika Birokrasi Jadi Alat Politik Kekuasaan

 

“Dalam birokrasi yang dikendalikan loyalitas, profesionalisme hanyalah jargon, dan jabatan berubah jadi upeti politik.”
Juli Efendi

Anatomi Kekuasaan Lokal yang Melukai Akal Sehat

Dugaan maladministrasi dalam pengangkatan pejabat di Pemerintah Kota Depok bukan sekadar kesalahan prosedural. Ia adalah gejala penyakit lama yang terus menular dari satu pemerintahan ke pemerintahan berikutnya: jabatan dijadikan alat balas budi politik.

Laporan Lembaga Peduli Hukum Indonesia (LPHI) Jawa Barat ke Ombudsman RI menyingkap pola klasik: pejabat naik jabatan bukan karena kompetensi, melainkan kedekatan.
Fenomena ini menegaskan betapa jauh kita telah bergeser dari semangat reformasi birokrasi menuju budaya “asal loyal, asal naik.”


Pemimpin yang Tak Tega, Tapi Juga Tak Tegas

Wali Kota Depok, Dr. Supian Suri, M.Si., kini berada di titik ujian integritas. Ia bisa memilih menjadi pemimpin yang tegas menegakkan aturan, atau pemimpin yang lemah menghadapi tekanan politik di sekitarnya.

Banyak kepala daerah di Indonesia jatuh ke dalam perangkap serupa — lebih takut kehilangan dukungan politik daripada kehilangan kepercayaan rakyat.
Dan ketika ketegasan digantikan oleh kompromi, maka birokrasi pun kehilangan arah.

“Ketidaktegasan seorang pemimpin melahirkan budaya impunitas dalam birokrasi.”


Birokrasi Tanpa Integritas, Pelayanan Publik Tersandera

Ketika pejabat diangkat tanpa dasar kompetensi, jangan berharap pelayanan publik berjalan baik.
Birokrasi akan macet, keputusan publik tersandera, dan warga menjadi korban.

Depok seharusnya menjadi model kota modern yang mengutamakan meritokrasi. Namun, praktik pengangkatan pejabat tanpa memenuhi syarat justru mengembalikan kota ini ke era lama: birokrasi yang disetir oleh koneksi, bukan prestasi.


Ombudsman dan Tanggung Jawab Moral Negara

Kini giliran Ombudsman Republik Indonesia untuk membuktikan keberpihakannya kepada publik.
Lembaga itu tak boleh sekadar memeriksa administrasi — ia harus menelusuri akar kekuasaan yang melahirkan penyimpangan ini.

Kasus Depok bisa menjadi cermin nasional: apakah kita sungguh menegakkan meritokrasi, atau hanya memeliharanya di atas kertas?


Jabatan Adalah Amanah, Bukan Milik

Jabatan publik bukanlah milik pribadi, melainkan amanah konstitusi.
Ketika jabatan dijadikan hadiah untuk loyalitas politik, maka sesungguhnya kita sedang menjual kepercayaan rakyat dengan harga murah.

Depok bisa berubah — tapi hanya jika pemimpinnya berani menegakkan keadilan administratif tanpa pandang bulu.
Reformasi birokrasi tidak akan lahir dari seminar dan slogan, melainkan dari keberanian seorang kepala daerah menolak loyalitas yang buta.


“Birokrasi yang sehat tidak lahir dari orang-orang dekat, tapi dari orang-orang tepat.”
Juli Efendi

Penulis : Juli Efendi

Daerah

“Seribu Sehari Ala Dedi Mulyadi: Gotong Royong atau Gagal Paham Negara?”

Berimbang.com – Jakarta.
Program Gerakan Rereongan Sapoe Sarebu (Poe Ibu) yang digagas Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi (KDM) menuai reaksi keras dari publik, termasuk dari kalangan jurnalis nasional.

Melalui surat edaran bernomor 149/PMD.03.04/KESRA tertanggal 1 Oktober 2025, Dedi mengimbau aparatur sipil negara (ASN) serta masyarakat Jawa Barat untuk berdonasi Rp1.000 per hari guna mendukung sektor pendidikan dan kesehatan.

Namun, langkah yang disebut sebagai bentuk gotong royong modern itu justru dinilai sejumlah pihak sebagai bentuk kegagalan negara memenuhi kewajibannya terhadap rakyat.

Salah satu suara lantang datang dari Valentinus Resa, presenter Metro TV, yang mengkritik keras kebijakan tersebut dalam salah satu program siaran nasional.

“Negara sudah punya anggaran dari pajak rakyat. Jadi kenapa urusan pendidikan dan kesehatan, yang seharusnya tanggung jawab negara, malah diserahkan lagi ke rakyat?” ujar Resa dalam tayangannya, dikutip Minggu (12/10/2025).

Dengan gaya satirnya, Resa bahkan menyindir kebijakan itu dengan analogi yang menohok.

“Ini ibarat kita pesan nasi goreng, sudah bayar tapi disuruh bawa piring sendiri, telur sendiri, masak sendiri,” katanya.

Resa menilai, meski nilai Rp1.000 terdengar kecil, bagi sebagian masyarakat angka itu tetap signifikan.

“Seribu rupiah mungkin receh bagi sebagian orang, tapi buat sebagian lainnya itu bisa buat beli beras. Jadi wajar kalau banyak warga keberatan,” tambahnya.

Lebih jauh, ia menyoroti potensi penyimpangan dalam pelaksanaan program tersebut di lapangan.

“Mereka bilang sukarela, tapi publik khawatir nanti berubah jadi kewajiban,” ujarnya.

Ia bahkan menggambarkan bagaimana beban itu bisa terasa berat jika dikalikan kebutuhan keluarga sehari-hari.

“Satu keluarga empat orang, sehari 4 ribu rupiah. Sebulan jadi 120 ribu. Listrik sebulan aja kadang masih nunggak. Belum beli beras, minyak, cabai, kuota internet. Belum lagi kalau harus subscribe konten KDM,” sindirnya.

Selain nominal, Resa juga menilai program Gerakan Rereongan Sapoe Sarebu berpotensi tumpang tindih dengan gerakan sosial yang sudah berjalan di masyarakat.

“Contohnya di Kelurahan Tuguraja, Tasikmalaya, warga sudah lama punya gerakan serupa. Jadi ketika ada program baru dari provinsi, mereka merasa redundant,” ujarnya.

Sementara itu, pihak Pemprov Jawa Barat belum memberikan tanggapan resmi terkait kritik tersebut. Dedi Mulyadi sendiri sebelumnya menyebut program ini sebagai upaya menghidupkan kembali semangat gotong royong di tengah menurunnya solidaritas sosial masyarakat.***

Nasional

Ketua Dewan Pers Sindir Drama Ijazah Jokowi: Negara Ini Terjebak dalam Urusan Sepele yang Tak Selesai

BERIMBANG.COM – Polemik dugaan ijazah palsu Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi), kembali jadi sorotan setelah Ketua Dewan Pers Komaruddin Hidayat angkat bicara.
Menurutnya, kasus ini sudah terlalu lama bergulir hingga menjelma menjadi drama politik tanpa ujung yang melelahkan publik.

“Saya rasa hanya ada di Indonesia ijazah seorang presiden itu dipermasalahkan,” ujar Komaruddin dalam video di akun Instagram pribadinya, @hidayatkomaruddin, Rabu (8/10/2025).

Komaruddin menilai, seharusnya polemik seperti ini dapat diselesaikan dengan cara sederhana dan transparan.

“Masalah ijazah itu kan hal yang sepele. Kalau memang sah, tunjukkan saja, biar dicek di laboratorium forensik dokumen. Tapi nyatanya itu tidak atau belum dilakukan,” katanya.

Ia menambahkan, lambannya penyelesaian perkara ini justru memperlihatkan kelemahan sistem hukum nasional yang sering kali tumpul dalam menangani kasus besar.

“Kalau urusan sepele saja bisa berlarut, bagaimana kita berharap korupsi triliunan yang melibatkan banyak aktor dan institusi bisa diselesaikan dengan cepat?” sindir mantan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu.

Komaruddin pun mendorong agar polemik ijazah Jokowi ini segera dituntaskan agar tak terus menjadi bahan spekulasi publik yang menggerus kepercayaan terhadap institusi hukum dan negara.


Desakan Penetapan Tersangka Roy Suryo Cs

Sementara itu, di lain pihak, Peradi Bersatu bersama sejumlah relawan Jokowi mendesak Polda Metro Jaya segera menetapkan Roy Suryo dan beberapa pihak lainnya sebagai tersangka dalam kasus tudingan ijazah palsu tersebut.

Sekjen Peradi Bersatu, Ade Darmawan, menyatakan bahwa penyidik sudah memiliki minimal dua alat bukti untuk menaikkan status hukum terlapor.

“Kami meminta agar penyidik segera menetapkan status tersangka karena syaratnya sudah terpenuhi,” ujar Ade di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Kamis (9/10/2025).

Pihaknya juga menyerahkan dokumen tambahan kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Kapolda Metro Jaya Irjen Asep Edi Suheri, dan penyidik Kamneg Ditreskrimum Polda Metro Jaya guna mempercepat proses hukum.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Jokowi Mania, Andi Azwan, berharap hasil penyelidikan bisa diumumkan dalam bulan ini tanpa adanya intervensi dari pihak mana pun.

“Kami ingin semua berjalan sesuai koridor hukum. Tidak ada intervensi, tapi jangan juga berlarut-larut,” tegas Andi.


Catatan Redaksi Berimbang

Polemik ijazah Jokowi telah menjadi isu publik selama bertahun-tahun, mempertemukan dua kubu besar: mereka yang menuntut transparansi dan mereka yang menilai kasus ini hanya alat politik untuk menjatuhkan nama Jokowi.
Namun hingga kini, publik belum benar-benar mendapatkan titik terang yang bisa menutup perdebatan panjang ini.***

Nasional

Kolektif Singapura Ukir Sejarah, Film Dokumenter “KOPI” Bongkar Perjalanan Pahit-Manis Kopi Indonesia

BERIMBANG.COM – Jakarta,Sebuah film dokumenter bertajuk KOPI – The Human Journey Behind Your Coffee garapan Rebeltech Collective, kolektif kreator konten asal Singapura, sukses mencetak sejarah di kancah perfilman internasional.

Film berdurasi 8 menit 19 detik ini tak sekadar menyorot perjalanan kopi dari kebun hingga ke cangkir, melainkan juga menghadirkan kisah manusia di baliknya: para petani kopi di desa Padang Perigi, Tanjung Tebat, Lahat, Sumatra Selatan.

Raih Penghargaan Internasional

“KOPI” mendapat sambutan positif di berbagai festival film internasional. Beberapa prestasi yang diraih antara lain:

  • The Bangkok Society Film Critics’ Award
  • Best Drone Film Award (Bangkok Movie Awards, untuk rekaman FPV di atas Gunung Anak Krakatau)
  • Honorable Mention (AI Film Awards Venice 2025)
  • Official Selection (AI Short Film Festival Larissa Lumina)

Rekaman drone FPV yang menyorot Anak Krakatau bahkan dipuji sebagai salah satu visual paling memukau dan berdiri sendiri sebagai film pendek Through the Plume: A Flight Over Mount Krakatoa.

Mengawinkan AI, Drone, dan Tradisi

Film ini unik karena memadukan teknologi kecerdasan buatan dengan sinematografi dunia nyata. Berbagai AI generatif seperti Google Gemini Veo3, Luma AI, hingga Deepseek digunakan untuk memvisualisasikan data dan sistem yang biasanya tak terlihat konsumen.

Hasilnya, sebuah narasi visual yang mempertemukan dunia modern dengan kehidupan tradisional petani kopi yang masih menggantungkan hidup pada metode turun-temurun.

Dedikasi Para Kreator

Budiyan, Co-founder Rebeltech Collective, menegaskan bahwa film ini lahir bukan dari studio besar, melainkan ide sederhana di bawah void deck HDB di Singapura.

“Film ini adalah penghormatan untuk para petani kopi dan ketabahan mereka. Kami ingin penonton melihat secangkir kopi pagi dengan cara yang berbeda – penuh cerita, keringat, dan harapan,” ujar Budiyan.

Fakta Singkat Film “KOPI”

  • Judul: KOPI – The Human Journey Behind Your Coffee
  • Durasi: 8 menit 19 detik
  • Genre: Dokumenter Hibrida AI
  • Lokasi: Jakarta – Banten – Gunung Anak Krakatau – Lahat, Sumatra Selatan
  • Status: Eksklusif festival hingga Januari 2026
  • Produksi: Rebeltech Collective (Singapura)
  • Tim: Budiyan, Amir, Okta, dan Hiswady

Tentang Rebeltech Collective

Rebeltech Collective adalah kelompok kreator independen asal Singapura yang lahir dari semangat eksperimentasi, bukan institusi film besar. Tim ini terdiri dari sahabat masa kecil yang memilih menantang arus utama dengan pendekatan visioner.

Kontak media: Portia – [email] – [WhatsApp]
YouTube Channel: @RebeltechX


Berita Utama

“Tanpa Pungli Dan Calo”, Warga Desak BPN Depok Tuntaskan Ribuan Tunggakan

BERIMBANG.com, Depok – Pernyataan Kepala BPN Depok, Budi Jaya Silalahi, yang menekankan pentingnya kepercayaan masyarakat terhadap institusi seharusnya tidak berhenti di level retorika seremonial.

Warga Pancoranmaa, Leo, menilai langkah BPN Depok dalam menurunkan tunggakan berkas dari 7.790 menjadi 4.790 memang patut diapresiasi, tetapi angka tersebut tetap menunjukkan masalah mendasar dalam sistem pelayanan.

“Kalau masih ada ribuan berkas yang tersendat, itu artinya ada ketidakberesan di tubuh BPN. Jangan hanya bicara kepercayaan, tetapi buktikan dengan nol tunggakan dan pelayanan yang benar-benar transparan,” ujar Leo, Kamis (2/10/2025).

Leo juga mengkritik konsep ‘coffee morning’ yang digadang sebagai ruang dialog dengan masyarakat. Menurutnya, forum tersebut cenderung menjadi pencitraan ketimbang menyelesaikan masalah substansial.

“Coffee morning itu bagus di permukaan, tapi masyarakat tidak butuh kopi atau basa-basi. Yang mereka tunggu adalah sertifikat tanah keluar tepat waktu tanpa pungli dan tanpa calo,” tegasnya.

Lebih lanjut, Leo menilai upaya melibatkan UMKM dalam kegiatan BPN seharusnya jangan dijadikan alat legitimasi kinerja.

“UMKM itu perlu ruang dukungan nyata, bukan hanya ditempel di acara BPN. Jangan sampai institusi yang bermasalah di pelayanan publik justru bersembunyi di balik jargon pemberdayaan ekonomi masyarakat,” tambahnya.

Menurut Leo, kepercayaan masyarakat terhadap institusi bukan dibangun dengan kata-kata manis, melainkan lewat kerja nyata, transparansi, dan keberanian memberantas praktik mafia tanah yang selama ini justru sering dikaitkan dengan BPN.

Iik

Jakarta

BEM Nusantara DKI Hantam Setneg: Desak Reformasi Total, Dari Partai Politik Hingga Mafia Pendidikan

Berimbang.com, Jakarta – Audiensi antara BEM Nusantara Wilayah DKI Jakarta dengan Kementerian Sekretariat Negara (Setneg) pada Rabu (1/10/2025) di Gedung Setneg berlangsung panas namun konstruktif.

Agenda yang mereka usung adalah kelanjutan tuntutan “Merdeka 100%, Tuntaskan Reformasi”, yang menyasar berbagai sektor strategis: partai politik, TNI, Polri, hukum, hingga pendidikan.

Reformasi Partai Politik: “Jangan Setengah Hati!”

Mahasiswa menagih janji pemerintah untuk menuntaskan reformasi partai politik. Caranya, lewat revisi UU Partai Politik yang dinilai kerap menjadi akar bobroknya demokrasi Indonesia.
Setneg menyatakan siap menjembatani aspirasi tersebut ke Kementerian Hukum dan HAM.

Reformasi TNI: Tolak Militer di Proyek Sipil

BEM Nusantara DKI dengan lantang menolak keterlibatan TNI dalam proyek sipil non-pertahanan. Mereka mendorong lahirnya PP atau Perpres yang mempertegas batasan Operasi Militer Selain Perang (OMSP).
Selain itu, mahasiswa juga mendesak agar TNI aktif ditarik dari jabatan sipil yang bertentangan dengan UU TNI.

Reformasi Polri: Sorotan ke Tim Reformasi Polri

BEM menyoroti reformasi kepolisian yang dianggap stagnan. Setneg berjanji menyampaikan aspirasi mereka kepada Tim Reformasi Polri yang sudah dibentuk pemerintah.

Supremasi Hukum dan Antikorupsi: Publik Jangan Ditinggalkan

BEM menuntut keterlibatan publik dalam pembahasan RUU strategis, termasuk RUU Perampasan Aset, RUU Daerah Kepulauan, dan RUU Masyarakat Adat.
Soal RKUHAP, masukan mahasiswa akan diteruskan ke Kemenkumham.

Mafia Pendidikan Jadi Musuh Bersama

Sektor pendidikan tak luput dari sorotan. BEM mengungkap masalah ketidakmerataan fasilitas sekolah hingga beasiswa yang tak tepat sasaran.
Usulan mereka yang paling keras adalah pembentukan Satgas Pemberantasan Mafia Pendidikan.
Setneg menyambut baik usulan itu dan menunggu konsep final dari mahasiswa.

Janji Setneg, Tantangan BEM

Audiensi ditutup dengan komitmen Setneg untuk menjadi penghubung langsung aspirasi mahasiswa ke Presiden maupun kementerian terkait. Namun BEM Nusantara DKI mengingatkan, janji hanya akan berarti jika ada eksekusi nyata.

iik