Bulan: Juli 2025

Depok

5.700 Lebih Pelanggar Terjaring Operasi Patuh Jaya 2025 di Depok, Margonda hingga Juanda Jadi Titik Panas

Berimbang.com – Depok | Ribuan pengendara terjaring dalam pelaksanaan Operasi Patuh Jaya 2025 di Kota Depok. Selama sembilan hari pertama, Polres Metro Depok mencatat 5.758 pelanggaran lalu lintas, dengan titik-titik pelanggaran tertinggi terjadi di Jalan Margonda Raya, Jalan Raya Bogor, dan Jalan Ir. H. Juanda.

Kepala Satuan Lalu Lintas Polres Metro Depok, Kompol Joko Sembodo, menjelaskan bahwa titik-titik tersebut dipilih karena tingginya intensitas kendaraan dan rawan kecelakaan.

“Kami fokuskan personel di area rawan pelanggaran. Tujuannya bukan semata menindak, tapi menumbuhkan kesadaran masyarakat akan pentingnya keselamatan di jalan,” ujar Joko, Selasa (22/7/2025).


Fokus Pelanggaran: dari Helm Hingga Lawan Arus

Operasi yang berlangsung sejak 14 Juli hingga 27 Juli ini menargetkan berbagai pelanggaran fatal, antara lain:

  • Tidak menggunakan helm SNI
  • Tidak mengenakan sabuk pengaman
  • Penggunaan ponsel saat berkendara
  • Pengemudi di bawah umur
  • Berboncengan lebih dari dua orang
  • Mengemudi dalam pengaruh alkohol
  • Melawan arus lalu lintas
  • Melebihi batas kecepatan
  • Kendaraan dengan ODOL (Over Dimensi Over Loading)

“Jenis pelanggaran ini sering menjadi penyebab utama kecelakaan dengan korban jiwa,” tambah Joko.


Hasil Sementara Operasi: Ribuan Teguran dan ETLE Aktif

Selama sembilan hari operasi, Polres Metro Depok mencatat:

  • 2.158 pengendara mendapat teguran langsung
  • 2.005 pengendara menerima edukasi langsung di lapangan
  • 1.595 pelanggaran terekam melalui sistem ETLE statis

Polisi menerapkan strategi preemtif, preventif, dan represif untuk menciptakan kesadaran yang lebih menyeluruh.

“Kami tidak ingin masyarakat hanya takut pada tilang. Mereka perlu memahami bahwa disiplin berlalu lintas menyelamatkan nyawa,” tegas Joko.


Operasi Serentak Polda Metro Jaya: Tertib Lalu Lintas Bukan Sekadar Musiman

Operasi Patuh Jaya 2025 digelar serentak di wilayah Polda Metro Jaya, termasuk Kota Depok, sebagai bagian dari upaya nasional menekan angka kecelakaan dan membudayakan tertib lalu lintas.

Dengan bantuan ETLE, polisi dapat menindak pelanggaran secara lebih objektif, transparan, dan akurat, meminimalisir potensi suap serta mempercepat proses penindakan.

“Keselamatan bukan tanggung jawab polisi saja, tapi kita semua sebagai pengguna jalan,” tutup Joko.

iik

Nasional

Putar Lagu Kena Jerat Hukum, Mie Gacoan Dipolisikan, Warganet: Mending Setel Lagu Mandarin Saja!

Berimbangcom – Denpasar | Selasa, 22 Juli 2025

Restoran cepat saji terbesar di Indonesia, Mie Gacoan, kembali jadi sorotan. Bukan karena antreannya yang mengular, melainkan karena ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan pelanggaran hak cipta musik. Warganet pun ramai-ramai menyuarakan kekesalan, bahkan menyarankan gerai dan tempat usaha lainnya berhenti memutar lagu Indonesia.

Kasus ini mencuat setelah Direktur PT Mitra Bali Sukses, I Gusti Ayu Sasih Ira, ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Bali. Laporan tersebut bermula dari aduan yang dilayangkan Sentra Lisensi Musik Indonesia (SELMI) pada 26 Agustus 2024. Setelah penyelidikan yang memakan waktu berbulan-bulan, kasus kini telah naik ke tahap penyidikan sejak Januari 2025.

Ironisnya, di tengah sorotan tersebut, sejumlah warganet di Platform Tiktok justru menilai pelaporan ini berlebihan. Mereka menilai, pemutaran lagu di ruang publik justru turut memperkenalkan dan mempopulerkan karya musisi Tanah Air, bukan malah merugikannya.

“Mulai sekarang cafe atau restoran setel lagu-lagu barat atau Mandarin saja, agar tidak kena denda. Lagu Indo? Sudah dijadikan ladang uang semua,” tulis akun @ANDIKA (bukan Kangen Band).

“Harusnya pencipta lagu berterima kasih, lagunya diputar terus, jadi tenar. Malah dituntut?” imbuh akun @iwan.

Tak sedikit yang mempertanyakan siapa sebenarnya yang mendapat keuntungan dari pelaporan semacam ini. Apakah benar pencipta lagu? Atau justru lembaga lisensi yang kerap tidak transparan?

Ada pula yang menyoroti dasar hukum dari laporan ini. Menurut akun @LOBOK, pemutaran lagu lewat platform legal seperti YouTube atau Spotify seharusnya tak bisa dipidanakan, karena lisensi penggunaan sudah tercover oleh platform tersebut.

“Kayaknya pasalnya kurang tepat deh. Kalau gitu, undangannya harus diperbaiki dong?” kritiknya.

Promosi atau Pelanggaran?

Kasus ini menimbulkan dilema: apakah pemutaran lagu di ruang usaha seperti restoran tergolong bentuk promosi atau pelanggaran hukum?

Jika semua tempat publik diwajibkan membayar royalti hanya karena memutar lagu Indonesia, mungkinkah justru karya-karya lokal makin tersisih karena pelaku usaha memilih alternatif aman dengan memutar lagu luar negeri?

Dalam konteks inilah, suara publik seolah menggugat praktik yang justru bisa membunuh ekosistem musik lokal dari dalam.

Red

 

Artikel

Paska Penggusuran Bangli Jalan Juanda Depok, Aparat Diminta Usut Pungli ke Pedagang

Oleh : Juli Efendi

Penggusuran lapak bunga di Jalan Juanda, Depok, bukan hanya menyisakan duka bagi para pedagang yang sudah puluhan tahun menggantungkan hidupnya di sana, tapi juga membuka borok lama yang selama ini ditutup-tutupi: praktik pungutan liar alias pungli yang diduga dilakukan oleh oknum-oknum tak bertanggung jawab.

Pedagang yang tergusur mengaku selama bertahun-tahun mereka “membayar uang keamanan” kepada pihak tertentu agar bisa tetap berjualan. Ironisnya, meski tak memiliki legalitas resmi, mereka tetap dihisap seperti sapi perah, diperas setiap bulan dengan alasan yang tak pernah transparan. Kini setelah digusur, mereka tak hanya kehilangan mata pencaharian, tapi juga menjadi korban dari sistem yang dibiarkan liar tanpa pengawasan.

Pemerintah Kota Depok, dalam hal ini Satpol PP dan dinas terkait, tidak bisa cuci tangan begitu saja. Fakta bahwa lapak-lapak liar bisa eksis belasan tahun tanpa ditindak, tapi justru dipalak oleh pihak-pihak gelap, menunjukkan adanya pembiaran sistemik yang tercium aroma kolusi. Apakah aparat penegak perda tidak tahu soal pungli itu? Ataukah mereka justru bagian dari lingkaran gelap tersebut?

Penggusuran sepihak tanpa solusi relokasi yang manusiawi juga patut dikecam. Ini bukan soal menertibkan kawasan, tapi bagaimana negara hadir memberi perlindungan sosial kepada warganya yang lemah. Mengusir rakyat kecil dari tempat mereka mengais rezeki tanpa memberi tempat baru hanyalah bentuk kezaliman yang dibungkus dalih penataan kota.

Kini, suara publik mendesak: usut pungli itu sampai tuntas! Aparat penegak hukum, mulai dari kepolisian hingga Kejaksaan, harus turun tangan menyelidiki siapa saja yang selama ini menikmati setoran dari pedagang-pedagang kecil tersebut. Jangan hanya pedagang yang digusur, tapi para pemalak yang berseragam maupun berbaju sipil harus juga diadili!

Jangan sampai kisah pedih ini menjadi cerita berulang: rakyat kecil tergusur, pejabat dan preman tetap makmur. Jika pemerintah serius membenahi kota, mulailah dari membersihkan internalnya sendiri. Kalau tidak, maka penggusuran hanyalah bentuk lain dari persekongkolan kekuasaan dan kepentingan yang terus mengorbankan wong cilik.

 

Daerah

Dampak Larangan Study Tour Dedi Mulyadi, Pengusaha Bus Menjerit: “Ini Lebih Parah dari Covid-19”

BANDUNG, BERIMBANGCOM — Kebijakan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang melarang kegiatan study tour sekolah mulai Mei 2025, kini menuai protes besar-besaran dari pelaku usaha sektor pariwisata. Dalam aksi yang digelar Senin (21/7/2025) di depan Gedung Sate, puluhan bus diparkir sebagai bentuk perlawanan simbolik terhadap aturan yang dinilai mematikan ekonomi rakyat kecil.

Aksi yang diinisiasi oleh Solidaritas Pekerja Pariwisata Jawa Barat ini diikuti oleh ratusan pengusaha bus, tour leader, agen travel, hingga pelaku UMKM. Mereka menuntut Gubernur mencabut Surat Edaran Nomor 45/PK.03.03/KESRA, khususnya poin yang melarang kegiatan karyawisata sekolah.

“Ini lebih parah dari masa Covid-19. Saat pandemi, masih ada bantuan. Sekarang? Nol order, nol pendapatan,” ujar Herdi Sudarja, koordinator aksi dan pengelola bus pariwisata.


Hidup Rakyat Tergencet, Ekonomi Cibaduyut Kolaps

Bukan hanya pengusaha bus yang terdampak. Mamat Tango (50), pelaku UMKM di kawasan Cibaduyut, menyebut banyak toko sepatu dan cinderamata yang tutup akibat sepinya wisata edukatif pelajar.

“Kalau tidak ada pelajar dari study tour, siapa lagi yang belanja di tempat kami? Sekarang karyawan kami sudah banyak yang dirumahkan, bahkan PHK,” ujar Mamat.


Pemandu Wisata Terpaksa Jadi Pekerja Serabutan

Nasib pahit juga dialami Raden Mochtar (49), pemandu wisata asal Cirebon. Setelah 15 tahun menggantungkan hidup dari pariwisata, kini ia harus mencari kerja serabutan demi menyambung hidup.

“Serabutan ke mana-mana, yang penting bisa makan. Istri kerja setengah hari seminggu cuma tiga kali. Tidak cukup,” keluh Raden.


Minta Gubernur Dedi Tinjau Ulang

Para demonstran mendesak Gubernur Dedi Mulyadi untuk membuka ruang dialog dan meninjau ulang kebijakan tersebut. Menurut mereka, jika alasan larangan adalah keselamatan, maka solusi bukanlah pelarangan total, melainkan pengawasan dan regulasi yang lebih ketat.

“Jangan matikan satu ekosistem ekonomi hanya karena satu kekhawatiran. Kami minta aturan ini dicabut,” tegas Herdi.***

Nasional

Skandal Penjara Cipinang: 16 Napi Kendalikan Bisnis Open BO dari Bui, Diduga Libatkan Oknum Lapas

Berimbang.com – Jakarta. Skandal kembali mencuat dari balik jeruji besi. Sebanyak 16 narapidana di Lapas Kelas I Cipinang, Jakarta Timur, diketahui masih bisa mengendalikan bisnis prostitusi daring atau open booking order (BO), bahkan melibatkan anak di bawah umur.

Ironisnya, praktik ilegal ini berhasil berjalan sejak tahun 2023 dan baru terbongkar setelah aparat Polda Metro Jaya mengendus aktivitas mencurigakan di media sosial X (dahulu Twitter), yang mempromosikan grup Open BO Pelajar Jakarta dengan nama “Pretty 1185”.

“Dua korban berinisial CG dan AB, keduanya berusia 16 tahun, kami amankan dari sebuah hotel di Jakarta Selatan. Pelaku utama ternyata sedang menjalani hukuman di Lapas Cipinang,” ungkap AKBP Herman Eco Tampubolong, Plh Kasubdit II Ditsiber Polda Metro Jaya, Sabtu (19/7).

Temuan ini diperkuat razia mendadak yang dilakukan pihak Lapas Cipinang bersama Brimob dan Sabhara pada Minggu dini hari (20/7). Sejumlah ponsel dan barang elektronik ilegal ditemukan dalam sel para napi, termasuk milik napi berinisial AN yang menjadi dalang bisnis haram ini.

Dipindah ke Penjara ‘Teraman’, Oknum Petugas Terancam Sanksi Pidana

Kepala Lapas Kelas I Cipinang, Wachid Wibowo, membenarkan adanya pemindahan ke-16 napi ke Lapas Nusakambangan yang dikenal memiliki sistem pengamanan ekstra ketat.

“Perintah langsung dari Direktorat, kami lakukan pemindahan ke Nusakambangan,” ujarnya, Senin (21/7).

Ditjen Pemasyarakatan menyatakan tengah mendalami dugaan keterlibatan oknum petugas lapas dalam kasus ini. Bila terbukti, mereka akan dijatuhi sanksi administratif hingga pidana.

“Tidak ada toleransi. Kalau terbukti, siapa pun akan kami proses secara tegas,” kata Rika Aprianti, Koordinator Humas dan Protokol Ditjen PAS.

Bilik Asmara dan Bisnis Gelap Lapas Pamekasan: Antara Fakta dan Bantahan

Tak hanya Cipinang, kontroversi juga mengarah ke Lapas Kelas II A Pamekasan, Jawa Timur. Seorang istri napi berinisial ST mengaku membayar Rp 400 ribu untuk menggunakan bilik asmara, ruangan khusus untuk berduaan dengan suami di dalam lapas.

“Tempatnya seperti kamar, ada kasur dan bantal. Tapi tidak layak, bahkan terasa malu karena setelah keluar, dilihat banyak orang,” kata ST.

Salah satu mantan napi mengklaim harga bilik asmara bervariasi antara Rp 300-500 ribu per jam. Bahkan, ada napi yang difasilitasi keluar lapas untuk bertemu keluarganya.

Namun, Kepala Lapas Pamekasan, Syukron Hamdani, membantah keras tuduhan tersebut. “Kalau hal tersebut tidak ada di lapas kami. Jika ada laporan masyarakat, silakan lampirkan data konkret,” tegasnya.***

Nasional

Heboh “SIM Jakarta”, Polisi Diperiksa, Korlantas Tegaskan SIM Berlaku Nasional

BERIMBANG.COM – Jakarta.
Viralnya video keributan antara seorang petugas polisi dan seorang pengemudi wanita di Jalan Tol Lingkar Luar Jakarta KM 17 menuai polemik publik. Dalam video tersebut, sang petugas terlihat meminta sang pengemudi untuk menunjukkan “SIM Jakarta”, yang kemudian menuai kebingungan dan kritik di media sosial.

Peristiwa yang terjadi pada Sabtu (12/7/2025) malam itu langsung menjadi perhatian pihak kepolisian. Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Komarudin, mengonfirmasi bahwa petugas dalam video tersebut, Aiptu Tarmono, telah diperiksa secara internal.

“Kami belum menemukan pelanggaran anggota, hanya salah ucap saja. Yang dimaksud adalah SIM A yang dikeluarkan Polri, bukan SIM ‘Jakarta’,” ujar Komarudin, Jumat (18/7/2025).

Komarudin menjelaskan bahwa saat itu situasi malam hari membuat petugas tidak dapat memastikan keaslian SIM yang ditunjukkan. SIM yang ditunjukkan berwarna kebiruan, yang belakangan diketahui sebagai SIM militer dari Polisi Militer TNI, bukan SIM sipil berwarna putih yang dikeluarkan oleh Polri.

“Kesalahan hanya pada penyampaian. Petugas sempat menyebut ‘SIM Jakarta’, padahal maksudnya SIM yang sah dari Polri. Ini terekam kamera dan viral,” tambahnya.

Korlantas: SIM Berlaku Nasional, Tak Ada Istilah “SIM Jakarta”

Menanggapi kericuhan tersebut, Direktur Registrasi dan Identifikasi (Dirregident) Korlantas Polri, Brigjen Pol Wibowo, menegaskan bahwa tidak ada istilah “SIM Jakarta”.

“Sistem kita nasional, bukan federal. SIM dari mana pun di Indonesia berlaku di seluruh wilayah RI,” tegas Wibowo, Sabtu (19/7/2025).

Ia menegaskan bahwa sesuai Perpol Nomor 2 Tahun 2023, SIM yang dikeluarkan oleh Satpas Polri berlaku nasional, asalkan masih aktif dan legal.

“SIM Aceh tetap sah digunakan di Papua. Tak ada pembatasan wilayah. Pengendara tidak perlu takut ditilang hanya karena SIM-nya bukan dari daerah setempat,” ujar Wibowo.

Pernyataan ini diharapkan menjadi penegas bagi masyarakat agar tidak khawatir saat berkendara di luar daerah asal mereka.

Pemeriksaan Masih Berlanjut

Sementara itu, Aiptu Tarmono masih dalam proses pemeriksaan internal untuk memastikan tidak ada penyalahgunaan wewenang. Polda Metro Jaya juga membuka ruang bagi pengemudi wanita tersebut untuk melapor secara resmi apabila merasa dirugikan.

Polemik ini menjadi pengingat pentingnya komunikasi yang tepat dari aparat kepada masyarakat, sekaligus edukasi publik soal aturan berkendara di Indonesia.***

 

Daerah

LPEM UI Nilai Kebijakan Rombel 50 Siswa di Jabar Tak Tepat Sasaran, Fokus Ideal Justru di SMP

Berimbang.com – Bandung.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat menuai sorotan usai menetapkan batas maksimal jumlah siswa per rombongan belajar (rombel) SMA/SMK negeri menjadi 50 siswa per kelas melalui Keputusan Gubernur Nomor 463.1/Kep.323-Disdik/2025. Kebijakan ini diklaim untuk menekan angka putus sekolah. Namun, Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) menilai kebijakan tersebut tidak tepat sasaran.

Dalam laporan terbarunya, LPEM FEB UI menegaskan bahwa permasalahan utama bukan pada kapasitas total sekolah, melainkan pada ketimpangan spasial dan dominasi sekolah swasta, terutama di jenjang menengah atas. Data mereka menunjukkan sekitar 83 persen SMA dan SMK di Jabar dikelola oleh swasta, sementara proporsi sekolah negeri tergolong rendah di sebagian besar kabupaten/kota.

“Dominasi sekolah swasta ini memengaruhi keadilan akses pendidikan. Siswa dari keluarga kurang mampu berisiko terpinggirkan karena biaya sekolah swasta yang tinggi atau lokasi yang tidak terjangkau,” tulis laporan LPEM FEB UI, Senin (21/7).

Selain itu, kebijakan ini disebut menyimpang dari Permendikbudristek Nomor 47 Tahun 2023, terutama Pasal 8 ayat (2) huruf f, yang mengatur batas ideal jumlah siswa per rombel.

Sekolah Swasta Terancam, Efektivitas SMK Turun

LPEM FEB UI juga mengingatkan bahwa penambahan daya tampung sekolah negeri secara sepihak dapat memperburuk persaingan dengan sekolah swasta yang saat ini saja kesulitan menarik murid. Kondisi ini dikhawatirkan dapat mengancam keberlanjutan banyak sekolah swasta di Jabar.

Dari sisi teknis, LPEM menyebut karakteristik SMA dan SMK berbeda. Jika SMA cenderung homogen dan mampu menampung hingga 34 siswa per kelas, SMK membutuhkan pendekatan berbeda karena banyak mengandalkan pembelajaran praktik.

“Meningkatkan jumlah siswa SMK hingga 50 per kelas berpotensi menurunkan efektivitas pembelajaran, khususnya untuk pelajaran berbasis praktik,” ujar LPEM.

Fokus Seharusnya di Jenjang SMP

LPEM FEB UI menyarankan agar Pemprov Jabar memprioritaskan penambahan kapasitas pada jenjang SMP, bukan langsung di SMA/SMK. Pasalnya, jenjang SMP merupakan titik kritis dalam kesinambungan pendidikan.

“Jika bottleneck terjadi di SMP, maka intervensi di jenjang SMA/SMK akan sia-sia karena banyak siswa sudah tersisih sejak sebelumnya,” tegas laporan tersebut.

Dengan memperkuat akses ke jenjang SMP, pemerintah disebut bisa membangun fondasi pendidikan menengah yang lebih kuat dan inklusif, sehingga dampaknya jauh lebih merata dan berkelanjutan.

Red

Nasional

Waspadai Risiko, Celios: Koperasi Merah Putih Bisa Gagal Bayar Rp 85,96 Triliun

Berimbang.com – Jakarta | Ekonomi & Bisnis
Program ambisius Presiden Prabowo Subianto melalui pembentukan 80 ribu lebih unit Koperasi Desa Merah Putih diprediksi menghadapi tantangan serius dari sisi pembiayaan. Lembaga riset Center of Economic and Law Studies (Celios) mengungkapkan potensi gagal bayar hingga Rp 85,96 triliun dalam kurun enam tahun mendatang.

Dalam laporan berjudul “Dampak Ekonomi Koperasi Merah Putih”, Direktur Eksekutif Celios Nailul Huda mengingatkan adanya opportunity cost sebesar Rp 76 triliun yang harus ditanggung oleh bank pelat merah karena mengucurkan dana ke koperasi ini. Dana tersebut seharusnya bisa dialokasikan ke sektor dengan pengembalian lebih tinggi, seperti Surat Berharga Negara (SBN).

“Tingkat risiko cukup tinggi jika tidak ada mitigasi yang kuat. NPL koperasi bisa di atas 4 persen, bahkan potensi kredit macet bisa tembus Rp 28,33 triliun di tahun keenam,” ujar Nailul.

Program ini didanai melalui pinjaman bank milik negara (Himbara) dengan plafon Rp 3 miliar per koperasi, bunga 3 persen per tahun, dan tenor enam tahun. Namun, Celios menilai efisiensi pemanfaatan dana tergolong rendah dan bisa menjadi beban fiskal tersembunyi.

Sementara itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan masih mengkaji model bisnis koperasi ini karena masih dalam tahap uji coba (piloting). Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar menegaskan pentingnya kolaborasi dalam memperkuat desain bisnis koperasi agar bisa berkelanjutan dan menghindari dampak sistemik bagi sektor keuangan nasional.

OJK menyambut positif inisiatif ini karena dinilai mampu meningkatkan ekonomi desa, namun tetap menekankan prinsip kehati-hatian dan tata kelola yang baik (good governance).***

Nasional

Ujian Nasional Dihapus, TKA Jadi Tes Pengganti untuk Siswa SMA Mulai 2025: Ini Jadwal Lengkapnya

Berimbang.com – Jakarta. Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) resmi menghapus Ujian Nasional (UN) dan menggantinya dengan Tes Kemampuan Akademik (TKA) mulai tahun ajaran 2025. Tes ini akan diterapkan secara bertahap pada jenjang SD, SMP, dan SMA/SMK dengan jadwal khusus.

Kepala Pusat Kurikulum dan Pembelajaran, Laksmi Dewi, menyatakan bahwa TKA disiapkan untuk mengukur capaian akademik siswa secara terstandar, namun tidak bersifat wajib dan tidak menentukan kelulusan.

“Sebenarnya ujian nasional sudah tidak ada ya, yang ada ialah Tes Kemampuan Akademik yang akan dilaksanakan di bulan November itu,” kata Laksmi saat ditemui di Jakarta Selatan, Jumat (18/7/2025).

Materi dan Bentuk TKA

Melalui Permendikdasmen Nomor 9 Tahun 2025, TKA hanya akan mengujikan mata pelajaran inti. Untuk jenjang SMA sederajat, siswa akan mengikuti:

  • 3 mata pelajaran wajib: Matematika, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris
  • 2 mata pelajaran pilihan: Disesuaikan dengan program studi tujuan di perguruan tinggi

Sementara untuk jenjang SD dan SMP, hanya dua mata pelajaran yang diujikan, yakni Matematika dan Bahasa Indonesia, menggunakan model tes berbasis komputer (CBT).

Jadwal Pelaksanaan TKA SMA/SMK 2025

  • Simulasi TKA: 6–12 Oktober 2025
  • Gladi Bersih TKA: 27–31 Oktober 2025
  • Pelaksanaan TKA: 1–9 November 2025

Meski menjadi pengganti UN, Laksmi menegaskan bahwa TKA bukan penentu kelulusan siswa, melainkan alat evaluasi akademik yang mendukung proses pembelajaran dan pemetaan mutu pendidikan.

Kebijakan ini sekaligus menandai pergeseran paradigma pendidikan nasional yang menitikberatkan pada penilaian holistik dan tidak semata-mata ujian akhir.***

Internasional

Berisiko Meledak! Puluhan Bangunan Liar di Atas Jalur Pipa Gas Depok Ditertibkan

Berimbang.com | Depok – Pemerintah Kota Depok melalui Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) menertibkan 79 bangunan liar (bangli) yang berdiri di atas jalur pipa gas milik Pertamina di Jalan Juanda, Sukmajaya, Senin (21/7/2025). Penertiban dilakukan dengan pengamanan ketat dari aparat TNI dan Polri karena sebagian pemilik bangunan menolak membongkar secara mandiri.

Kepala Satpol PP Kota Depok, Dede Hidayat, menjelaskan bahwa langkah ini diambil setelah proses peringatan melalui tiga Surat Peringatan (SP) tidak diindahkan oleh pemilik bangunan.

“Ini sudah kami bahas dalam tiga kali rapat dengan tim terpadu, dipimpin oleh Bu Sekda. Kami harus tegakkan ketertiban karena ini objek vital nasional,” ujar Dede.

Menurutnya, bangunan-bangunan tersebut berdiri di atas jalur pipa gas yang tertanam sedalam dua meter di bawah tanah. Hal ini sangat berisiko karena bisa memicu ledakan jika terjadi kebocoran atau adanya aktivitas yang menimbulkan api, seperti memasak.

Dede menambahkan, sebanyak 14 titik termasuk area Pasar Kambing yang berada tepat di jalur pipa menjadi perhatian khusus. Meski ada sebagian warga yang masih bertahan, namun mediasi telah dilakukan dan mereka diminta mengosongkan lokasi.

“Sudah tidak ada alasan untuk bertahan karena itu lahan negara. Di Pasar Kambing sendiri titiknya justru lebih rawan,” tegasnya.

Penertiban dilakukan dengan menggunakan tiga alat berat dan melibatkan lebih dari 200 personel gabungan, terdiri dari 150 anggota Satpol PP, 60 personel Polri, serta unsur Garnisun dan Denpom.

iik