Jakarta

Berita UtamaJakarta

Menkominfo Janji Bawa Masalah Pers Indonesia ke Presiden

BERIMBANG.COM JAKARTA –
Menteri Komunikasi dan Informasi Republik Indonesia, Rudiantara menerima Tim Sekretariat Bersama Pers Indonesia secara resmi di Kantor Kementrian Kominfo, Jakarta, Rabu, (26/9/2018)

Pertemuan pimpinan sembilan (9) organisasi pers dengan Menteri Kominfo ini sekaligus membuktikan bahwa surat edaran Dewan Pers yang meminta sejumlah Kementrian tidak melayani audensi dengan pimpinan Sekber Pers Indonesia ternyata tidak berpengaruh.

Bahkan Menteri Rudiantara mengaku belum membaca surat tersebut saat disodori oleh staf Hubmas Kominfo di depan pimpinan organisasi pers.

Pada kesempatan ini, tim yang dipimpin Wilson Lalengke memaparkan permasalahan yang tengah dihadapi pers Indonesia.

Maraknya kasus kriminalisasi dan diskriminasi terhadap pers di berbagai daerah akibat ulah Dewan Pers turut dibeberkan Wilson kepada menteri.

“Kami perlu menyampaikan kepada pemerintah bahwa kebijakan Uji Kompetensi Wartawan dan Verifikasi media oleh Dewan Pers sesungguhnya bertentangan dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan dan Undang-Undang Pers,” papar Lalangke.

Menurut Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia ini, berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan diatur mengenai kewenangan Uji kompetensi ada pada Badan Nasional Sertifikasi Profesi.

“Verifikasi media pun bukan kewenangan Dewan Pers karena tidak diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang pers,” tutur jebolan Lemhanas.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Umum DPP Serikat Pers Republik Indonesia Hence Mandagi menyampaikan penyebab wartawan dikriminalisasi akibat rekomendasi Dewan Pers.

Pihak pengadu, menurut Mandagi, selalu menggunakan rekomendasi Dewan Pers yang menyatakan wartawan yang menulis berita yang diadukan belum ikut UKW (Uji Kompetensi Wartawan) dan media teradu belum diverifikasi.

“Sehingga kasus tersebut dapat diteruskan ke pihak kepolisian dengan menggunakan pasal pidana di luar Undang-Undang Pers,” ungkap Hence Mandagi,

Ketua Umum Himpunan Insan Pers Seluruh Indonesia Syahril Idham juga turut memberi masukan kepada menteri Rudiantara terkait pendanaan Dewan Pers yang dititip lewat Kementrian Kominfo.

“Pemanfaatan gedung Dewan Pers harus ditinjau lagi, termasuk dana milyaran rupiah yang dikucurkan pemerintah,” ujar wartawan senior yang juga ikut merumuskan UU Pers tahun 1999.

Menanggapi aspirasi dan pemaparan tim Sekber Pers Indonesia, Menteri Rudiantara mengatakan, pihaknya tidak bisa berbicara banyak terkait hal-hal yang disampaikan pimpinan organisasi.

Namun begitu menteri Rudiantara berjanji akan meneruskan permasalahan pers Indonesia tersebut kepada Presiden Republik Indonesia Joko Widodo, termasuk nasib ratusan ribu wartawan yang terancam menganggur dan puluhan ribu media yang terancam dibredel masal oleh Dewan Pers.

“Saya kan baru tahu masalah pers yang disampaikan tersebut, jadi dalam dua hari lagi saya akan ketemu presiden dan nanti akan saya sampaikan,” ujar menteri Kominfo Rudiantara.

Menteri Rudi juga mengatakan, terkait penanganan masalah UU ITE, sepanjang media yang dilaporkan memiliki komposisi redaksi dan perusahaannya juga ada maka pihaknya akan menyerahkan masalah tersebut ke Dewan Pers untuk diproses menggunakan UU Pers.

“Kecuali medianya tidak mencantumkan kolom redaksi dan tidak ada perusahaannya maka kami akan langsung kenakan UU ITE,” imbuhnya.

Mengenai permasalahan gedung Dewan Pers, Rudiantara melanjutkan, tanah yang dibangun gedung tersebut adalah milik Kominfo namun dulunya ada pihak yang membangunnya sehingga pengelolaanya dari perusahaan tersebut.

“Saat ini sementara kita tangani untuk menyelesaikannya, gedungnya saja sudah mau runtuh,” ujar menteri sambil tertawa.

Pertemuan dengan menteri Kominfo ini turut dihadiri pentolan-pentolan pers

Ketua Umum Ikatan Penulis Jurnalis Indonesia Taufiq Rachman, Ketua Presidium Forum Pers Independen Indonesia Kasihhati, Ketua Umum Jaringan Media Nasional Helmi Romdhoni, Ketua Ikatan Media Online Marlon Brando, Lasman Siahaan, Rudi Sembiring, Hengky Abidin, Maikel, dan Wesly dari IPJI, IMO, PWRI, dan FPII. (HM)

Berita UtamaJakarta

Satnarkoba Polres Jakbar menangkap salah satu yang mengaku sebagai anggota DPRD

BERIMBANG.COM JAKARTA –
Seorang pria yang mengaku anggota DPRD Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur (NTT), OH (46) ditangkap Satuan Reserse Narkoba Polres Metro Jakarta Barat. Ia ditangkap sedang menggunakan narkotika jenis sabu bersama teman wanitanya HH (23) di sebuah kamar hotel di bilangan Tamansari, Jakarta Barat, Selasa (25/09) dini hari

Kapolres Metro Jakarta Barat Kombes Pol Hengki Haryadi SIK MH membenarkan penangkapan tersebut. Menurut Hengki, OH ditangkap bersama teman wanitanya (HH) setelah petugas mengetahui adanya transaksi narkoba di sebuah hotel di kawasan Tamansari, Jakarta Barat.

“Dari hasil interogasi, pria yang mengaku sebagai anggota DPRD yang ditangkap merupakan yang sedang ke Jakarta dalam rangka tugas audiensi dengan Kemendagri. OH ditangkap bersama teman wanitanya setelah menggunakan narkoba jenis sabu,” Ucap Hengki, Rabu (26/09/18)

Sementara, Kasat Narkoba Polres Metro Jakarta Barat AKBP Erick Frendiz menjelaskan, dari penangkapan tersebut, petugas melakukan pengembangan dan menangkap tersangka UR (38) yang diketahui sebagai penjual sabu ke tersangka OH.

“Kita amankan barang bukti yakni 1 paket sabu seberat 0,27 gram dari OH dan HH. Sedangkan dari tersangka UR, kita amankan 1paket sabu 0,25 gram. Selain itu juga ada 3 buah ponsel yang turut kita sita,” Tambahnya

Erick menambahkan, dari hasil tes urine, ketiganya dinyatakan positif menggunakan narkoba (Methamphetamine & MDMA) dan kita masih melakukan pendalaman intesif mengenai kebenaran pria yang mengaku sebagai anggota DPRD tersebut

” Kami masih melakukan pengembangan dan pemeriksaan lebih intesif terhadap tersangka yang diamankan oleh unit 2 narkoba,”Ujar nya. (Dade)

Berita UtamaJakarta

Ramzi dan Komedian Indosiar Janjikan Bikin Heboh Reuni Akbar MAN 9 Jakarta

BERIMBAMG.COM JAKARTA – Ramzi, artis sinetron, pembawa acara televisi kenamaan Indonesia akan tampil di Milad MAN 9 Jakarta serta Reuni Akbar Ikatan Alumni MAN 9 Jakarta (Ikaman) pada tanggal 22 Desember 2018 mendatang.

Perayaan Ulang Tahun MAN 9 Jakarta ini yang berbarengan dengan Reuni Akbar para alumni akan berlangsung tempat yang refresentatif, di Asrama Haji Pondok Gede. Jadwal Ramzi ini diketahui wartawan setelah beredar video streamingnya di media sosial, WhatsApp, Instagram dan Facebook.

“Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh, tunggu kehadiran saya, Ramzi, di acara Milad ke 28 dan Reuni Akbar MAN 9 Jakarta,” kata Ramzi dalam videonya, Rabu, (19/9/2018).

Selanjutnya, Ramzi menjelaskan bahwa Milad ke 28 dan Reuni Akbar MAN 9 Jakarta itu akan berlangsung di Gedung Serbaguna 2, Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta pada 22 Desember 2018 yang akan datang.

“Ditunggu yaa,” kata pemeran Badrun dalam sinetron Cintaku di Rumah Susun itu.

Sementara itu, Mimi Ilmiah, Ketua Panitia helatan ini melalui sambungan telepon membenarkan bahwa artis yang wara wiri wajahnya di televisi itu akan menjadi bintang tamu.

Dijelaskan panitia acara, Milad MAN dan Reuni Akbar yang akan melibatkan alumni dari seluruh angkatan serta siswa aktif dan para guru ini akan berlangsung sangat meriah dan mengesankan. Pasalnya, sederet nama beken akan tampil di acara temu kangen tersebut.

Mimi menjelaskan, acara dijanjikan berlangsung semarak. Sebab, tak hanya Ramzy yang akan tampil sebagai Pembawa Acara, terdapat hiburan musik dari Syubbanul Akhyar (SBY), yang dipelopori pemuda bernama Nanang Kurnia Wahab.

Lanjutnya, Nama Syubbanul Akhyar yang berarti “Pemuda Pilihan” hingga kini masih eksis, ia telah merilis beberapa album gambus dan sholawat.

Lalu, yang tak kalah menjanjikan kehebohan nantinya adalah tampilnya pelawak berhijab, Muzdalifah. Ifa nama akrab perempuan ini adalah komika termuda dan satu-satunya finalis perempuan di Stand Up Comedy Academy dan berhasil meraih juara ketiga di kompetisi yang ditayangkan Televisi Indosiar. (Mayus/TYr)

Jakarta

DPD RI Undang Calon DOB Se Indonesia Kumpul Dan Berlanjut Aksi Besar di Jakarta

BERIMBANG.COM JAKARTA – DPD RI melalui Komite I akan memanggil dan mengundang seluruh calon Daerah Otonomi Baru (DOB) ke Gedung Nusantara V MPR/DPR/DPR RI di Komplek Parlemen Senayan pada 24 September 2018 mendatang.

Undangan yang terkait konsolidasi Forum Koordinasi Nasional Percepatan Pembentukan Daerah Otonomi Baru Seluruh Indonesia (Forkonas DOB Se Indonesia) dengan DPD RI di Senayan untuk melakukan aksi dalam rangka mendorong percepatan pemekaran daerah otonomi baru. (21/09/2018)

Demikian disampaikan Pimpinan Komite I DPD RI, Fachrul Razi, MIP yang juga Senator Asal Aceh dan Pendiri FORKONAS mengatakan Komite I DPD RI secara tegas mengambil sikap bahwa 173 DOB yang diajukan untuk segera ditempatkan menjadi daerah definitif.

“Kami dari unsur pimpinan DPD RI pada tahun lalu telah bertemu dengan Wapres selaku Ketua DPOD dan kami secara tegas meminta pemerintah menyetujui pemekaran daerah, akan tetapi sikap pemerintah tetap melakukan moratorium terhadap pemekaran daerah," kata Senator asal Aceh ini.

Fachrul Razi juga menegaskan, DPD RI secara jelas dan tegas berdiri bersama Forkonas DOB Se Indonesia dan akan tetap memperjuangkan Daerah Otonomi Baru.

“Tuntutan ini adalah hak konstitusi yang akan terus diperjuangkan, selama 4 tahun kita terus berjuang tanpa lelah, jangan mengira baru menjelang Pemilu isu ini muncul tapi perjuangan ini sudah bertahun tahun dan kita yakin DOB se Indonesia akan terwujud dengan ditandatanganinya PP Disertada dan PP Detada,” tegasnya.

Fachrul Razi mengatakan pemerintah sudah membuka keran penerimaan PNS atas desakan DPD RI dan DPR RI, yang katanya di moratorium, demikian atas desakan DPD RI dan DPR RI, pemekaran DOB harus segera di wujudkan dengan lahirnya Peraturan Pemerintah (PP).

"Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI hingga kini terus memperjuangkan pembentukan 173 daerah otonomi baru di seluruh Indonesia, karena pemekaran daerah diyakini mampu mempercepat pemerataan pembangunan dan kesejahteraan rakyat," katanya.

"bagi yang tidak mendukung silahkan rakyat ingat siapa wajah wajah mereka, karena kita tetap memperjuangkan hak politik kita, sebenarnya mereka juga mengambil panggung mencari popularitas dengan menentang perjuangan ini,” tegas Fachrul Razi.

Sementara itu, FORKONAS dalam surat yang ditujukan ke Pengurus FORKONAS, Dewan Pakar FORKONAS, Ketua FORKODA Se Indonesia, Ketua Presidium/I (Ketua Panitia Pembentukan CDOB se Indonesia dan Tokoh pejuang DOB di masing-masing CDOB se lndonesia

akan meminta agar menghadiri audiensi dengan Komite I DPD RI Dalam rangka mendorong akselerasi pembentukan daerah otonom baru seluruh Indonesia.

Selain itu, Surat FORKONAS yang ditandatangani oleh Ketua Umum Sehan Salim Landjar, SH dan Sekjen Abdurrahman Sang, S. Sos, MSI juga mengagendakan Aksi Nasional di depan Istana Presiden RI usai audiensi dengan DPD RI.

Tuntutan dan isu utama dalam Aksi Nasional adalah segera menetapkan/menerbitkan PP Desartada dan Detada sesuai amanat Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 selambat-lambatrya 31 Oktober 2018. (WL/TYr)

Jakarta

Implikasi Strategis Tata Kelola Manajemen Media

BERIMBANG.COM JAKARTA –
Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Dede Farhan Aulawi dari Unsur Tokoh Masyarakat, mengemukakan pendapatnya tentang Tata Kelola Manajemen Media saat ini, sangat penting dan sangat strategis.

Dede mengirim penjelasannya melalui aplikasi WhatsApp, yang diterima redaksi, kamis (20/09/2018)

“Bekerja dengan benar adalah baik. Bekerja dengan baik adalah benar. Bekerja bukan untuk mencari pujian, melainkan pelaksanaan tanggung jawab atas apa yang memang harus dilakukan sesuai dengan Job Description dari Job Title yang disandangnya,” katanya.

“Persoalannya adalah bagi para pekerja di sector publik, bekerja saja tidak cukup karena ada pertanggungjawaban public terhadap lembaga atau satker tempat kerjanya terhadap publik,” terangnya.

Lanjut Dede, jadi diseminasi informasi terkait apa-apa yang sudah, sedang dan akan dilakukan menjadi penting untuk diketahui publik.

“Bahkan publik memiliki hak untuk memperolah informasi yang ingin diketahuinya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 14 tahun 2008, tentang Keterbukaan Informasi Publik,” ungkapnya.

Menurutnya, UU ini merupakan produk hukum Indonesia yang terdiri dari 64 pasal, dimana memberikan kewajiban kepada setiap Badan Publik untuk membuka akses bagi setiap pemohon informasi publik untuk mendapatkan informasi publik,

“kecuali beberapa informasi tertentu misalnya informasi yang bilamana dibuka bisa mengganggu proses penegakan hukum, atau informasi yang membahayakan pertahanan dan keamanan negara, dan sebagainya,” terangnya.

“Banyak yang tidak menyadari sehingga mengabaikan atau menganggap sepele,” katanya.

“Padahal implikasinya nyata dan sangat strategis. Oleh sebab itu kemampuan dalam menata dan mengelola manajemen media terkait satker atau institusi-nya menjadi penting sekali,” ujarnya.

Dede menjelaskan, setidaknya ada dua implikasi strategis dari kemampuan tata kelola manajemen media, yaitu yang pertama adalah instrumen untuk menginformasikan dan pertanggungjawaban pekerjaan kepada pimpinan berupa kegiatan yang dilakukan sesuai rencana kegiatan,

Dan, Kedua sebagai instrumen dalam memberi pertanggungjawaban publik atas apa yang dilakukan oleh satker atau institusinya, karena pertanggungjawaban publik sangat erat dengan kewenangan dan pengeluaran uang negara.

“Ilustrasi sederhana bisa digambarkan bahwa banyak pekerja yang bekerja dengan baik. Kerja, kerja dan kerja tetapi karena apa yang dilakukannya tidak diketahui oleh pimpinan, maka prestasi kerjanya tidak kelihatannya akhirnya karirnya mentok,” ucap Dede.

“Sebaliknya ada juga orang yang kerjanya biasa saja, tetapi ia pandai mengelola media dengan diseminasi informasi yang baik maka ia akan dinilai oleh pimpinannya berprestasi dan akhirnya mendapat promosi,” ujarnya.

“Tentu dasarnya jangan karena kecemburuan jabatan, melainkan objektifitas atas prestasi dan kesungguhan kerja yang tidak kelihatan dan tidak terlaporkan,” terang Dede.

Lebih jauh Dede mengatakan, dalam perspektif pertanggung-jawaban publik, setiap lembaga Pemerintah yang memiliki kewenangan dan dibiayai olen negara maka memiliki kewajiban informal untuk menyampaikan apa-apa yang dilakukannya agar public tahu bahwa lembaganya bekerja sesuai dengan tugas, tanggung jawab dan wewenangnya.

“Tidak semata-mata atas hak publik saja, melainkan juga bentuk pertanggungjawaban moral terhadap setiap rupiah yang keluar dari kas negara,” terang Dede Farhan.

Ia menambahkan, Jadi tata kelola manajemen media harus dikelola dengan piawai. Kemampuan mengelola di sini bisa diartikan sebagai seni, yaitu kepiawaian menyampaikan informasi secara ‘cantik’.

Faktanya banyak yang belum mengerti dan tidak piawai mengemas informasi menjadi menarik. Ada beberapa tahapan dalam mengelola informasi hingga menjadi media yang layak tayang,

mulai dari News Gathering (pengumpulan berita), News Editing (penyuntingan berita), News Distributing (menyebarkan berita kepada public), dan News Evaluating, yaitu proses mengevaluasi mutu berita dengan pola analisa isi (contents analysist) yang biasanya dilakukan oleh unit khusus keredaksian.

Melalui proses evaluasi mutu berita ini, dapat dilakukan perbaikan mutu isi karya jurnalistiknya melalui ‘editorial clinic’.

“Belum lagi bicara gaya komunikasi public yang komunikatif dan efektif serta efisien. Efisensi menjadi penting karena setiap lembaga pasti memiliki anggaran yang terbatas untuk melakukan diseminasi inforrmasi public,” katanya

Dede Farhan Aulawi menutup penjelasannya, Bahkan banyak yang tidak memiliki alokasi anggaran untuk itu. Di sinilah seni dalam membangun jaringan menjadi sangat penting juga. Hal-hal itu sering disampaikan ketika memberi pelatihan sehari tentang ‘Tata Kelola Manajemen Media’. (DF/TYr)

Jakarta

Penjabaran dan Parameter Prinsip Negara Hukum

BERIMBANG.COM JAKARTA –
Komisioner Kompolnas Dede Farhan Aulawi bicara setelah mengikuti launching buku Indeks Negara Hukum Indonesia Tahun 2017 yang diadakan oleh Indonesian Legal Roundtable (ILR) yang bekerjasama dengan Tahir Foundation di Hotel Akmani, Jakarta, Rabu, (19/09/2018)

Menurut Dede, Konstitusi berbicara bahwa Indonesia adalah negara hukum sebagaimana disebutkan dalam UUD 1945, meskipun ada sedikit perbedaan redaksi antara sebelum dan sesudah amandemen, tetapi redaksi itu tidak mengurangi makna atas pengakuan dasar bahwa Indonesia sebagai negara hukum.

Sebelum adanya amandemen UUD 1945 berbunyi bahwa 'Indonesia adalah negara yang berdasar atas negara hukum'.

Sedangkan setelah dilakukannya amandemen UUD 1945 bunyinya menjadi 'Negara Indonesia adalah negara hukum' sebagaimana tertuang dalam UUD 1945 pasal 1 ayat (3).

Penegasan ketentuan konstitusi hasil amandemen ini memiliki makna, bahwa segala aspek kehidupan dalam kemasyarakatan, kenegaraan dan pemerintahan harus senantiasa berdasarkan atas hukum.

Lanjut Komisioner Kompolnas Dede Farhan Aulawi memaparkan, Untuk mengetahui lebih jauh tentang penjabaran dan parameter prinsip negara hukum

"bahwa konsep negara hukum yang tertuang dalam UUD 1945 dijabarkan dalam (a) Pasal 1 ayat (3) yang berbunyi bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum," katanya.

"(b) Pasal 27 ayat (1) yang menyatakan bahwa segala warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintah wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya," terangnya

"(c) Pasal 28 ayat (5) yang berbunyi bahwa untuk penegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan." ungkap Dede.

Dede melanjutkan, Persoalannya bagaimana cara untuk mengetahui sejauhmana prinsip-prinsip negara hukum ini dijalankan? Apakah sudah baik atau belum? Bagaimana cara mengukurnya? apa parameter atau indikatornya?
Tentu semua itu bisa diperdebatkan dengan argument hukum masing-masing,

"Tapi paling tidak ILR sudah memulai menentukan parameter serta penjabaran yang dinilai dengan angka-angka hasil kuantifisir dari penilaian yang dilakukan oleh para tim penelitinya, yang disebut dengan istilah Indeks Negara Hukum," katanya.

"Indeks ini tentu tidak mutlak karena parameternya bisa saja ditambah atau dikurangkan, yang pasti segala sesuatu itu tidak ada konsep yang lahir langsung sempurna tetapi pasti akan selalu ada proses penyempurnaan-penyempurnaan," ujarnya.

Lebih lanjut, Definisi dan konsep negara hukum yang dikenal selama ini merujuk pada teori Nomocracy model Plato dan Aristoteles, teori Rechtsstaat-nya FJ. Stahl dan Immanuel Kant atau teori Rule of Law-nya AV. Dicey.

"Dari landasan-landasan teori yang dikembangkan itu, maka ILR telah membagi ke dalam 5 prinsip negara hukum, yaitu (1) Ketaatan Pemerintah terhadap Hukum, (2) Legalitas Formal, (3) Kekuasaan Kehakiman yang Merdeka, (4) Akses terhadap Keadilan, (5) Hak Azasi Manusia," terang Dede.

"Untuk memudahkan pengukuran, maka kelima prinsip tadi dibagi lagi ke dalam beberapa indikatornya," katanya.

Dede menambahkan, Setelah dilakukan penelitian dan pengukuran maka ILR memberi nilai nilai 5,85 untuk Indeks Negara Hukum Indonesia pada tahun 2017. Nilai indeks ini mengalami sedikit kenaikan bila dibanding dengan nilai indeks tahun sebelumnya yaitu tahun 2016.

"Dengan angka Indeks sebesar 5,85 ini, maka predikat yang dapat diberikan pada negara terhadap penerapan prinsip-prinsip negara hukum adalah Cukup," paparnya.

"Semua prinsip pada dasarnya mengalami kenaikan, meskipun kenaikannya masih kecil. Jadi masih perlu untuk terus melakukan perbaikan terhadap prinsip dan indicator indeks negara hukum ini agar bisa lebih baik lagi dan masyarakat benar-benar merasakan terciptanya keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia," pungkas Dede. (DF/TYr)

Jakarta

Konsolidasi Organisasi Pers IPJI dan IMO akan Audiensi Moeldoko

BERIMBANG.COM JAKARTA –
Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Penulis dan Jurnalis Indonesia (DPP IPJI) akan melakukan pertemuan dengan Ketua Umum Paguyuban Perantau Nusantara (Papernusa), Agus Hidayanto.

"Rencana pertemuannya Senin 10/9," ungkap Wakil Ketua Umum IPJI, Lasman Siahaan SH di Sekretariat IPJI Jalan Patung, Johar Baru, Jakarta Pusat, (8/9/18)

Pertemuan tersebut, lanjut Lasman, erat kaitannya dengan Agus Hidayanto sebagai Dewan Pengawas IPJI di kepengurusan mendatang.

"Jadi kita sebenarnya sudah ijab qobul, tinggal nunggu ketuk palu di Munas saja," papar Lasman kepada Panitia gabungan Munas (Musyawarah Nasional) IPJI dan IMO yang akan digelar Oktober mendatang.

Dia berharap keberadaan Agus Hidayanto sebagai Penulis Hikayat dapat memperkuat jajaran kepengurusan IPJI di priode mendatang.

Selain silaturahmi, pertemuan itu nantinya juga akan membahas rencana audiensi dengan mantan Panglima TNI (Pur) Jenderal Moeldoko.

"Kebetulan Pak Moeldoko digadang-gadang akan menjadi bagian dari IPJI nantinya. Jadi klop-lah," jelas Lasman sumringah, menyebut nama Moeldoko yang kini sebagai Kepala Staf Presiden (KSP).

Lasman menuturkan, di pertemuan dengan Moeldoko, pihaknya akan menjelaskan derap langkah IPJI sejak orde reformasi sampai saat ini. Termasuk membidani lahirnya Ikatan Media Online (IMO) Indonesia dan Perkumpulan Wartawan Online Independen Nusantara (PWO IN).

Ditempat yang sama, Rudi Sembiring Meliala, Ketua Dewan Pendiri IMO Indonesia menyambut antusias audiensi dengan Jenderal (Purn) Moeldoko.

Dia berharap, lewat audiensi itu, haul IMO menghadirkan Presiden Jokowi sebagai keynote speaker sekaligus membuka Munas tersebut.

"Itu harapan kami," ungkap Rudi, menyebut Munas IMO akan dihadiri 30 DPW seluruh Indonesia.

"Semoga Pak Moeldoko bisa meneruskan niat kita agar presiden bisa membuka Munas," jelas Rudi bersemangat. (Rel/Lian/Tyr)

Jakarta

Sengketa Geo Dipa – Bumigas, BANI Ajukan Memori Kasasi (Banding) ke MA, terkait Putusan PN Jaksel

BERIMBANG.COM JAKARTA – Kuasa Hukum Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) memutuskan akan mengajukan memori kasasi (memori banding) kepada Mahkamah Agung (MA), menyusul Putusan PN Jaksel yang membatalkan putusan BANI dalam perkara PT Geo Dipa Energi (Persero) dengan PT Bumigas.

"Kami tidak sepakat dengan Putusan Majelis Hakim PN Jaksel yang menyatakan perkara ini nebis in idem, jadi kami akan melanjutkan upaya hukum yang lainnya, yaitu mengajukan memori kasasi," kata Adhitya Yulwansyah, Kuasa Hukum BANI di Jakarta, Kamis (6/9/2018).

Adhitya menjelaskan, Nebis in Idem adalah salah satu asas dalam hukum, yang artinya perkara dengan subjek dan objek yang sama yang sebelumnya pernah diperiksa tidak boleh diperiksa lagi pada tingkat peradilan yang sama.

Seperti diketahui, majelis hakim PN Jaksel yang terdiri dari Florensia, Mery Taat dan Krisnugrogo menyatakan perkara ini sudah diputuskan oleh Mahkamah Agung dengan nomor perkara 586/Pdt.Sus/2012, karenanya nebis in idem.

Lanjutnya, Bagi kuasa hukum BANI, dasar putusan PN Jaksel yang membatalkan putusan BANI dengan alasan nebis in idem itu tidak tepat, mengingat ne bis in idem tidak termasuk dalam Pasal 70 UU No. 1999 yang mengatur alasan2 yg dapat digunakan untuk membatalkan putusan arbitrase secara limitatif.

Selain itu, eksepsi ne bis in idem telah dipertimbangkan oleh Majelis Arbitrase dan dalam pasal 62 ayat (4) UU No. 30 tahun 1999 disebutkan jika Pengadilan Negeri tidak memeriksa pertimbangan majelis arbitrase.

"Jika PN Jaksel berpandangan nebis in idem karena perkara Geodipa vs Bumigas pernah diperiksa, maka logikanya PN Jakarta Selatan harusnya menolak permohonan pembatalan putusan arbitrase yang diajukan Bumigas karena sebelumnya pembatalan pernah diajukan pada tahun 2008 PN Jaksel" kata Adhitya.

Adhitya juga menyampaikan, bahwa Perkara yang sebelumnya, sudah selesai dengan adanya putusan Mahkamah Agung dengan nomor perkara 586/Pdt.Sus/2012

namun dalam putusan itu tidak disebutkan akibat dari pembatalan sehingga putusan arbitrase sebelumnya dianggap tidak pernah ada sehingga permohonan arbitrase Geodipa tidak ne bis in idem. Seharusnya Sesuai Ketentuan UU Arbitrase.

Sementara, kuasa hukum BANI lainnya Kamil Zacky Permandha menjelaskan, bahwa sengketa Geo Dipa – Bumigas yang diputuskan BANI tertanggal 30 Mei 2018 telah mengabulkan permohonan Geo Dipa, yang menyatakan Bumigas wanprestasi dan perjanjian dinyatakan berakhir.

Lanjutnya, Putusan BANI tersebut telah diambil secara bulat oleh 3 arbiter, dan tidak ada dissenting opinion dari salah satu arbiter. Putusan itu bersifat final dan mengikat para pihak.

"Putusan yang telah dikeluarkan oleh BANI seharusnya ditaati oleh Pengadilan sesuai ketentuan UU Arbitrase," tegas Kamil.

Dia juga menambahkan, para pihak telah sepakat bahwa apabila terjadi sengketa terkait perjanjian akan diselesaikan di BANI dan keputusan nya bersifat final serta mengikat.

"Sesuai ketentuan Undang-Undang Arbitrase No. 30 tahun 1999, dengan adanya klausul BANI dalam Perjanjian, maka seluruh sengketa terkait Perjanjian harus diselesaikan di BANI. Pengadilan Negeri tidak berhak memeriksa sengketa Perjanjian. Oleh karena itu, Pengadilan Negeri tidak berwenang memeriksa perkara ini," katanya.

Dia juga menjelaskan, karena dari awal kesepakatan para pihak adalah hanya 1, hanya arbitrase. Artinya dan sekali lagi, hal itu pada hakikatnya adalah berdasarkan kesepakatan para pihak.

"Klausul arbitrase adalah kesepakatan yang harus dianggap sebagai Undang Undang bagi para pihak yang membuatnya," tambah Kamil.

Selain itu, kata Kamil, UU Arbitrase juga mengatur bahwa adanya klausula arbitrase meniadakan hak bagi para pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui pengadilan negeri.

UU Arbitrase sudah mengatur bahwa apabila telah ada klausula arbitrase dalam suatu perjanjian, maka Pengadilan Negeri tidak berwenang untuk memeriksa pokok permasalahan maupun membuka kembali perkara yang telah diputus oleh suatu putusan arbitrase.

"UU Arbitrase hanya memberikan kewenangan pengadilan untuk memeriksa pembatalan putusan arbitrase yang sudah diatur secara limitatif dalam Pasal 70 UU Arbitrase," tegasnya. (PRC/TYr)

Berita UtamaJakarta

Rencana Dilaporkan ke Polisi, Wilson: PWI Tidak Paham Konstitusi dan UU Pers

Penulis : Wilson Lalengke

BERIMBANG.COM, Jakarta – Wilson Lalengke belakangan jadi pembicaraan hangat di kalangan jurnalis, khususnya di lingkaran organisasi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Pasalnya, Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) itu beberapa waktu lalu mengeluarkan pernyataan yang cukup memerahkan telinga para pengurus PWI. 

Wilson mensinyalir bahwa Team Pencari Fakta (TPF) PWI atas kasus tewasnya wartawan Muhammad Yusuf dibiayai oleh oknum pengusaha hitam di Kalsel, Haji Isam.

Atas statemen lulusan PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 itu, PWI membantahnya dan mengatakan bahwa TPF dibiayai secara mandiri oleh organisasi itu. Tidak cukup sampai di situ, dari pemberitaan yang beredar, PWI berencana akan melaporkan Wilson Lalengke dan media-media yang mempublikasikan pernyataannya tersebut ke polisi.

"… Kami juga sedang mempertimbangkan  untuk melaporkan ke polisi, sumber dan penyebar informasi dan media-media yang memuat menyebarkan berita fitnah itu,” tegas Helmie, salah satu anggota TPF PWI yang dikutip dari situs jejakrekam.com.

Merespon hal tersebut, lulusan pasca sarjana bidang studi Global Ethics dari Birmingham University, Inggris, itu menanggapi santai saja. Ia justru prihatin dan merasa kasihan dengan pola pikir para pengurus PWI yang seharusnya lebih cerdas dan arif dalam menyikapi sebuah persoalan jurnalisme.

"Saya prihatin dan kasihan dengan teman-teman saya di PWI itu. Padahal mereka bukan orang baru di dunia jurnalistik dan media massa. Seharusnya lebih cerdas dan arif bijaksana dalam menyikapi pemberitaan yaa," ujar Wilson melalui saluran WhatsApp-nya, Sabtu (23/06/2018).

Di antara para pengurus PWI, lanjut pria yang juga sebagai Ketua Persaudaraan Indonesia Sahara Maroko (PERSISMA) ini, ada yang lulusan program doktor di luar negeri dan aktivis Hak Azasi Manusia (HAM). 

"Pengurusnya ada yang lulusan S-3 dari luar negeri, dan pejuang HAM, seharusnya mereka paham bahwa mengeluarkan pendapat dan kemerdekaan pers adalah Hak Azasi Manusia yang paling azasi, HAM yang harus mereka hargai, hormati dan junjung tinggi," imbuh pemimpin redaksi Koran Online Pewarta Indonesia itu dengan nada heran.

Ia kemudian menduga bahwa pernyataan PWI yang akan membawa persoalan ini ke ranah hukum merupakan reaksi emosional tanpa berpikir terlebih dahulu. 

Wilson berharap, agar kawan-kawan PWI belajar HAM dengan lebih serius dan mendalam. 

"Pelajari dan pahami apa itu HAM, khususnya terkait dengan HAM mengeluarkan pendapat sebagaimana tertuang dalam pasal 28, 28F UUD Negara Republik Indonesia dan HAM kemerdekaan pers sebagaimana ditetapkan dalam pasal 4 ayat (1) dan (3) UU No. 40 tahun 1999," jelas Wilson.

Wilson menyayangkan pernyataan PWI seperti yang sudah tersiar luas di beberapa media massa. 

Ia mengatakan bahwa para pengurus di organisasi warisan orde baru itu kurang memahami konsistitusi dan perundangan yang ada, khususnya UU No. 40 tahun 1999. 

"Aneh jika wartawan yang memperjuangkan kemerdekaan pers malahan menjadi penghianat terhadap perjuangannya sendiri. Jangan jadi penghianat konstitusi dan UU Pers dong, malu-maluin saja," pungkas Wilson Lalengke yang juga adalah anggota Keluarga Alumni Program Persahabatan Indonesia Jepang Abad-21 (Kappija-21) itu. 

Berita UtamaJakarta

Peneliti IPI : Jika Ketua Dewan Pers tak Mampu, Silahkan Mundur!

BERIMBANG.COM, Jakarta – Pengamat Kebijakan dari Publik Indonesian Public Institute (IPI), DR. JERRY MASSIE MA. PHD memuji langkah brilian yang diambil PPWI dan SPRI demi membantu wartawan, melalui siaran pers di Jakarta Jumat (01/6/2018). 

Gugatan  yang dilayangkan  Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) dan Serikat Pers Republik Indonesia (PRSI) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat (Jakpus) terhadap Dewan Pers (DP) dalam hal ini Yoseph Adi Prasetyo selaku ketua sudah tepat.

Jerry merasa heran, dimana sudah tiga kali sidang, namun Ketua Dewan Pers-nya belum nongol-nongol atau tak kunjung hadir. Ia pun mempertanyakan ketidak-hadirannya itu.

"Ini sengaja dilakukan atau takut bersaksi dalam sidang. Mana mungkin pimpinan dewan pers tak paham soal kelengkapan berkas administrasi, saat mengeluarkan rekomendasi dan lainnya." terangnya. 

"Kalau memang sudah tak mampu memimpin lembaga ini, lebih baik step back atau mundur secara gentlemen," kata peneliti kebijakan publik dari Amerika ini." 

Memang selama ini Jerry menilai ada sejumlah policy dari Dewan Pers yang berlawanan bahkan blunder. 

Pada intinya tutur mantan Pemimpin Redaksi Thejakartatimes, ini jangan melemahkan tugas jurnalis tapi rangkul mereka tanpa membeda-bedakan.

"Jadi sebelum action, thinking first atau (berpikir terlebih dulu), jangan mikirnya telat. Contoh, surat terkait melarang wartawan minta THR di hari raya Idul Fitri yang dikeluarkan belum lama ini, banyak menuai kontroversi dan complain," ujarnya.

Setahu Jerry, baru kepemimpinan kali ini ada beberapa making decision-nya blunder. Apalagi saat berita hoaks 319 media abal-abal dan kriminalisasi terhadap wartawan, Dewan Pers hanya diam membisu tanpa tindakan. 

"Kan bukan hanya urus UKW (Uji Kompetensi Wartawan) muda, madya dan utama tapi persoalan keselamatan pers harus diperhatikan," imbuhnya.  

"Bagaimana pendekatan terhadap mereka. Lakukan pembinaan dan pelatihan biar para jurnalis mangerti." kata Jerry menegaskan. 

"Jangan seperti statement kementerian Kominfo, yang mana menyatakan bahwa mereka mendeteksi ada 43 ribu media abal-abal di Indonesia seperti yang disampaikan Samuel Pangerapan seperti dikutip detik.com," tegasnya.

Bagaimana jika perusahaan persnya lengkap kata Jerry, seperti yang diatur dalam UU Pers No.40 Tahun 1999? jangan perkeruh masalah. 

"Jadi melihat persoalan jangan hanya dari satu sudut pandang, justru masalah besar diperkecil, kecil dihilangkan," pungkas Jerry.(*).