JOMBANG – Dampak dari fatwa haram Majelis Ulama Indonesia (MUI) terhadap penggunaan sound horeg kian meluas. Menjelang perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 Republik Indonesia, ribuan pelaku usaha penyewaan sound system di Jombang terancam merugi akibat pembatalan job secara massal.
Paguyuban Sound System Jombang (PSSJ) mengaku banyak menerima laporan pembatalan acara Agustusan, termasuk pawai, karnaval, dan hiburan rakyat. Bahkan, sejumlah klien yang sudah menyetor uang muka (DP) kini bingung harus bagaimana.
“Kami bukan pelaku sound battle ekstrem, tapi tetap kena imbas. Banyak job dibatalkan, bahkan kontrak sepihak,” ujar Ketua PSSJ, Koiman, Kamis (24/7/2025).
Koiman tak memungkiri bahwa suara ekstrem dari kompetisi sound horeg memang bisa mengganggu kenyamanan publik. Namun, menurutnya, kebijakan ini terlalu menyapu bersih semua pelaku usaha, tanpa batas teknis yang jelas.
“Kalau dibatasi hanya 45 desibel, ya sama saja dilarang bunyi. Ini bukan sekadar soal agama, tapi menyangkut nasib ribuan keluarga yang menggantungkan hidup dari industri sound,” tegasnya.
PSSJ mengusulkan batas maksimal dinaikkan menjadi 85 desibel, dengan pengawasan etika penggunaan dan penyesuaian konteks lokasi.
Fatwa vs Realita Lapangan: Ketika Agama, Ekonomi, dan Budaya Berbenturan
Fatwa MUI pusat memang menyasar fenomena sound horeg yang kerap diasosiasikan dengan pesta pora dan kompetisi kekuatan suara. Namun, dampaknya menjalar pada sektor usaha kecil-menengah yang tak pernah ikut kontes, tapi sekadar menyewakan sound untuk keperluan warga.
“Kalau terus dilarang tanpa solusi, bukan tidak mungkin muncul konflik sosial. Warga jadi kecewa, panitia kelimpungan, dan penyedia jasa dihujat,” ujar Koiman.
PSSJ Desak Dialog Terbuka, MUI Lokal Siap Tampung Aspirasi
Mengantisipasi kekisruhan di lapangan, PSSJ mendesak adanya dialog terbuka dengan Pemkab Jombang, Polres, dan MUI. PSSJ dijadwalkan akan menggelar audiensi resmi pada Jumat (25/7/2025).
Sementara itu, Sekretaris Umum MUI Jombang, Ilham Rokhim, menyatakan bahwa pihaknya hanya menjalankan fatwa pusat dan tidak memiliki kewenangan mengubah isi fatwa. Meski demikian, Ilham menegaskan MUI akan membuka ruang dialog untuk meredam keresahan di masyarakat.**”