BERIMBANGCOM — SOLO | Polemik dugaan ijazah palsu yang selama ini menyeret nama Joko Widodo memasuki babak baru. Kali ini, eks Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abraham Samad, ikut diperiksa oleh pihak kepolisian, seiring laporan yang dilayangkan Jokowi ke Polda Metro Jaya.
Jokowi pun akhirnya buka suara. Dalam keterangannya di kediamannya di kawasan Sumber, Banjarsari, Solo, Jumat (25/7/2025), mantan Presiden RI itu menegaskan bahwa dirinya tidak melaporkan individu tertentu.
“Yang saya laporkan itu peristiwa, dugaan pencemaran nama baik dan fitnah. Bukan orangnya,” ujar Jokowi menjawab pertanyaan wartawan.
Pernyataan ini muncul di tengah gelombang pemeriksaan terhadap sejumlah tokoh publik yang pernah vokal mengkritisi Jokowi, termasuk Abraham Samad.
Dari Peristiwa ke Nama-Nama
Meski tidak menyebut nama secara langsung, penyelidikan polisi kemudian mengarah ke tokoh-tokoh tertentu. Salah satunya adalah Abraham Samad, yang dikenal luas sebagai sosok antikorupsi.
“Nama-nama itu muncul karena hasil penyelidikan. Saya tidak ikut campur. Itu ranah Polri,” tambah Jokowi.
Ia menepis keras tudingan bahwa proses hukum ini dipicu intervensi politik.
Dimensi Politik dan Kecermatan Publik
Munculnya nama Abraham Samad dalam kasus ini langsung menuai reaksi publik. Banyak yang menilai proses hukum ini sarat dimensi politis, mengingat Samad pernah mengkritisi langsung keabsahan ijazah Jokowi.
Namun, di sisi lain, Jokowi seolah ingin mengembalikan fokus pada prosedur hukum yang menurutnya berjalan secara mandiri tanpa tekanan.
“Saya hanya pelapor peristiwa, bukan penentu siapa yang dipanggil atau tidak,” tandasnya.
Relawan Projo Ikut Terseret
Tak hanya tokoh oposisi, relawan Jokowi sendiri turut dimintai keterangan. Wakil Ketua Umum Projo, Freddy Damanik, disebut ikut diperiksa. Hal ini menunjukkan bahwa proses hukum tidak tebang pilih dan semakin menambah kompleksitas kasus ini.
Kesimpulan: Hukum atau Politik?
Meski Jokowi berupaya menjaga jarak dari proses penyidikan, publik terus menyoroti apakah laporan ini akan membuka ruang keadilan atau justru memperuncing konflik politik.
Dengan semakin banyak tokoh yang terlibat, kasus dugaan ijazah palsu kini tak sekadar soal keabsahan dokumen, melainkan telah berubah menjadi medan tarik-ulur antara hukum, persepsi publik, dan kekuasaan.***