Oleh : Juli Efendi
Penggusuran lapak bunga di Jalan Juanda, Depok, bukan hanya menyisakan duka bagi para pedagang yang sudah puluhan tahun menggantungkan hidupnya di sana, tapi juga membuka borok lama yang selama ini ditutup-tutupi: praktik pungutan liar alias pungli yang diduga dilakukan oleh oknum-oknum tak bertanggung jawab.
Pedagang yang tergusur mengaku selama bertahun-tahun mereka “membayar uang keamanan” kepada pihak tertentu agar bisa tetap berjualan. Ironisnya, meski tak memiliki legalitas resmi, mereka tetap dihisap seperti sapi perah, diperas setiap bulan dengan alasan yang tak pernah transparan. Kini setelah digusur, mereka tak hanya kehilangan mata pencaharian, tapi juga menjadi korban dari sistem yang dibiarkan liar tanpa pengawasan.
Pemerintah Kota Depok, dalam hal ini Satpol PP dan dinas terkait, tidak bisa cuci tangan begitu saja. Fakta bahwa lapak-lapak liar bisa eksis belasan tahun tanpa ditindak, tapi justru dipalak oleh pihak-pihak gelap, menunjukkan adanya pembiaran sistemik yang tercium aroma kolusi. Apakah aparat penegak perda tidak tahu soal pungli itu? Ataukah mereka justru bagian dari lingkaran gelap tersebut?
Penggusuran sepihak tanpa solusi relokasi yang manusiawi juga patut dikecam. Ini bukan soal menertibkan kawasan, tapi bagaimana negara hadir memberi perlindungan sosial kepada warganya yang lemah. Mengusir rakyat kecil dari tempat mereka mengais rezeki tanpa memberi tempat baru hanyalah bentuk kezaliman yang dibungkus dalih penataan kota.
Kini, suara publik mendesak: usut pungli itu sampai tuntas! Aparat penegak hukum, mulai dari kepolisian hingga Kejaksaan, harus turun tangan menyelidiki siapa saja yang selama ini menikmati setoran dari pedagang-pedagang kecil tersebut. Jangan hanya pedagang yang digusur, tapi para pemalak yang berseragam maupun berbaju sipil harus juga diadili!
Jangan sampai kisah pedih ini menjadi cerita berulang: rakyat kecil tergusur, pejabat dan preman tetap makmur. Jika pemerintah serius membenahi kota, mulailah dari membersihkan internalnya sendiri. Kalau tidak, maka penggusuran hanyalah bentuk lain dari persekongkolan kekuasaan dan kepentingan yang terus mengorbankan wong cilik.